26. Percakapan Rindu

13.8K 1.2K 174
                                    


Hari ini tepat di hari ke-6 kepergian Raydan melaksanakan latihan gabungannya dan berarti juga sudah 5 hari laki-laki itu tidak lagi menghubungi Arfisyha untuk sekedar memberinya kabar seperti ucapannya sebelum berangkat bertugas. Seharusnya sudah sejak 3 hari yang lalu Raydan tiba di rumah, tapi entah karena alasan apa, mendadak kepulangannya ditunda dan entah sampai kapan Arfisyha juga tidak tau.

Beberapa hari hidup sendiri tanpa Raydan, membuat Arfisyha mulai mandiri, seperti petuah dari Ibu mertuanya tempo hari yang mengatakan bahwa sebagai istri tentara itu harus berani dan mandiri, sebisa mungkin harus bisa melakukan apa-apa sendiri.

Dari mencuci pakaian yang bisa dilakukan Raydan kini ia sendiri yang melakukannya, pergi membeli keperluan rumah tangga, memasak hingga memasang tabung gas yang tiba-tiba habis, padahal seumur-umur Arfisyha tidak pernah memasang tabung gas sama sekali.

Ia seperti memiliki ketakutan berlebih karena sering mendengar berita-berita tentang kebocoran tabung gas yang berakir dengan memakan korban, tapi waktu itu sangat darurat ia juga tidak tau harus meminta bantuan dengan siapa?, rumah dinasnya berada di ujung itu pun selisih satu rumah kosong dulu baru ada rumah milik mba Renata, bisa dibayangkan kalau ia nekat meminta bantuan pada Istri Kapten Fatir itu kan, bisa-bisa bukannya dapat bantuan malah dapat makian ia nanti.

Beruntung Raydan memang menyediadan tabung gas cadangan jika sewaktu-waktu habis bisa langsung dipasang, memutar otak akhirnya Arfisyha menemukan ide untuk mencari tutorial memasang tabung gas yang aman di internet, pelan-pelan Arfisyha mengikuti instruksinya hingga ia benar-benar berhasil dan melanjutkan acara memasakya yang sempat tertunda.

~R&A~

Pasca kaki dan lengannya yang sempat cidera karena kecerobohannya beberapa hari yang lalu, Arfisyha merasa sudah lebih baik. Walaupun kadang kakinya masih terasa nyeri saat digunakan untuk berjalan menginggat kantukan meja waktu itu tepat mengenai tulang keringnya, untuk selebihnya sudah baik-baik saja, sedangkan keadaan lengannya sudah sembuh total tinggal menyisakan memar yang tak kunjung menghilang, meski ia sudah rutin memberinya salep sesuai arahan dari ibu mertuanya.

Selama Raydan bertugas, Arfisyha memilih menikmati kesendiriannya dengan menyibukkan diri pada perkuliahan. Setelah pulang kuliahpun ia lebih suka bersantai di ruang TV rumah dinasnya dari pada pergi keluar rumah selain mengikuti giat persit.

Diruang tengah rumah dinasnya, Arfisyha menghabiskan waktu santai sorenya dengan menonton tv ditemani dengan setoples kripik kentang, dan segelas coklat panas kesukaannya. Menunggu Ibu mertuanya yang memang datang untuk menemaninya. Sambil menyandarkan punggung lelahnya pada tumpukan bantal, Arfisya menonton TV dengan volume yang sengaja ia besarkan bermaksut agar tidak merasa sepi, tapi ternyata sama saja, suara dari TV tak membantunya sama sekali. Padahal biasanya ia juga sendiri ketika Raydan pergi bekerja tapi entah mengapa kali ini terasa beda.

Ditengah-tengah keasikan Arfisyha dengan keripik kentang dipangkuannya juga tayangan tv didepannya, tiba-tiba fokus nya teralihkan oleh suara dering ponsel miliknya yang tergeletak tak jauh dari tempatnya duduk. Meletakkan toples kripik kentangnya ke atas meja, juga mengecilkan volume TV didepannya, Arfisyha segera mengambil ponselnya yang terus berdering, belum sempat mengeser layarnya, tatapannya langsung terpaku pada nama orang yang saat ini sedang menelfonnya.

Tangannya sedikit gemetar begitupun degup jantungnya yang tiba-tiba saja berdetak kencang dengan tidak tau malunya, sampai-sampai membuat Arfisyha cukup kewalahan mengkondisikan dirinya.

Masih dengan degup jantungnya yang berdetak bak caka lokananta, Arfisyha kembali sadar karena benda persegi ditangannya masih terus berdering dengan nama Raydan tertera pada layarnya.

Dengan suara berat akibat degupan jantungnya yang tak kunjung tenang Arfisyha mulai manjawab telfon dari Raydan, tapi baru saja ia akan mengatakan hallo, mendadak suaranya menghilang entah kemana. Sekuat tenaga Arfisyha menghirup udara disekitarnya kemudian berdehem sebentar menetralkan suara seraknya juga degup jantungnya, berharap kegugupannya tak tampak oleh Raydan.

Mas Idan untuk ArfisyhaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang