45. Sebuah Pengakuan

20.5K 1.4K 379
                                    

"halo Assalammualaikum Mas Idan."

" Waalaikumsalam, ada apa Bu kok tumben jam segini telfon Idan?."

"Mas Idan di mana?"

"Baru pulang dari kantor Bu."

" Jam 3 pagi lho mas ini?"

" Iya bu, baru banyak kerjaan di kantor."

" Jangan terlalu keras sama badan Mas. Istirahat!"

" Kan udah tugas Idan kaya gini bu. ibu kenapa telfon? Tumben juga  ngomongnya agak aneh. Ada apa?"

" Kalo mas Idan nanti ke RST mas capek ngak?"

" Siapa yang sakit bu?, Ibu sakit?" Panik Raydan sedikit meninggikan suaranya.

" Bukan mas. Ibu sama Ayah sehat kok, cuma tadi malem Fisyha muntah-muntah terus sempet pingsan, jadi ibu sama Ayah bawa ke RST. Maaf ibu baru kasih kabar sekar..."

" Ibu kirim nama ruangnya. Idan kesana sekarang." Potong Raydan langsung menyahut.

" Tapi apa mas Idan ngak capek istirahat dulu mas. bahaya."

" Ibu tenang. Pokoknya ibu kirimin aja nama ruangnya. Udah yaa Bu, Idan udah di mobil ini. Assalammualaikum." Secepat yang Raydan bisa setelah tau Arfisyha masuk rumah sakit tanpa memikirkan apapun lagi, ia kembali mengunci pintu rumahnya dan bergegas pergi.

Sepanjang perjalanan laki-laki itu terus merutuki dirinya. Bodoh sekali ia membiarkan Arfisyha masuk rumah sakit. Harusnya ia sadar Arfisyha tak sekuat dirinya. Istrinya pasti sangat tertekan dan syok karena ulahnya.

"Bodoh...Bodoh... Kemana otak kamu Raydan." Makinya pada diri sendiri.

~R&A~

Setelah membaca singkat nama ruangan yang ibunya kirim. Raydan langsung berlari dari parkiran.

" Asalammualaikum.." salam Raydan  sedikit kasar membuka pintu ruang rawat Arfisyha.

"Walaikumsalam, Mas Idan kok udah sampai." Sahut Amy saat melihat putranya yang baru saja ia telfon tiba-tiba sudah berdiri di hadapannya.

"Fisyha kenapa Bu?" Tanya Raydan sama sekali tak menjawab pertanyaan ibunya.

" Mas Idan ini lhoo di tanya malah balik tanya, pasti ngebut kan tadi kesininya." Kesal Amy pada putra sematawayangnya itu.

Masih tak menyahuti omongan ibunya Raydan justru melangkah mendekat ke ranjang tempat Arfisyha berbaring.

Mengulurkan tangannya, Raydan merapikan sedikit rambut Arfisyha yang menjuntai menutupi wajah tidurnya kemudian beralih mengusap lembut kepala Arfisyha. Sambil terus mengucapkan permintaan maafnya didalam hati.

" kata dokter Fisyha kena gejala tifus mas, Mungkin besok minta cek Lab aja biar lebih jelas."

"Iya bu." Sahut Raydan singkat masih dengan aktifitas mengusap kepala Arfisyha.

Mengerti dengan apa yang dirasakan putranya, Amy memberikan ruang untuk Raydan dan Arfisyha.

" Mas Idan jagain Fisyhanya yaa. Nanti kalo kebangun langsung di kasih minum, sama kalo mau Fisanya nanti di paksa makan bubur yang ibu hangantin di mesin penghangat. Ibu susulin Ayah ke masjid dulu sekalian mau solat. Mas Idan juga jangan lupa istirahat."

"Iya Bu." Lagi-lagi sahutan singkat yang Raydan berikan pada Amy ibunya.

Pikirannya kini sedang fokus pada wanita berwajah pucat dengan alat bantu pernafasan juga selang infus di tangannya.

" Saya datang mau jemput kamu, kamu nggak mau bangun?" Lirih Raydan terus mengusap-usap kepala Arfisyha lembut.

" Saya juga minta maaf atas apa yang sudah saya lakukan sama kamu. Ayo bangun Syha. Kamu boleh marah atau lakukan apapun ke saya tapi jangan seperti ini." Lirih Raydan mengecup singkat dahi Arfisyha.

Mas Idan untuk ArfisyhaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang