Dua Empat

206 15 2
                                    

Jam pelajaran kosong hari ini benar-benar dimanfaatkan dengan baik oleh siswa kelas X.IPS.3. Semua mata siswa tertuju pada layar didepan. Berbeda dengan siswi yang lebih memilih ngerumpi.

Laptop David terhubung dengan proyek. Cowok itu duduk di meja guru.

Rasti duduk di samping Zico dengan mata fokus pada 22 orang yang sedang berebut bola.

Timnas Indonesia U-22 sedang melakukan laga melawan Timnas Thailand U-22 dalam pertandingan persahabatan.

"Shit."

"Sial. Harusnya itu bisa ditahan."

"Balas oy."

Rasti menatap murid laki-laki yang mengumpat. Bibirnya mengerucut dia tak mengerti apa yang terjadi meski dari tadi mencoba mengerti dengan fokus. Tapi tetap saja.

"Zico, gak ngerti." Keluh Rasti yang hanya dibalas decakan sebal Zico.

"Terus daritadi ngapain."

"Lihatin doang."

"Mereka tadi kenapa ngumpat."

"Thailand berhasil membobol gawang Indonesia membuat skor Indonesia tertinggal 1-0."

Rasti mengangguk.

"Coba lihat nomor pemain berbaju Merah mereka itu pemain Indonesia."

Rasti mengangguk, kalau itu ia tahu.

Pemain nomor punggung 2 yang menurut Rasti ganteng sedang mwnggiring bola, mengopernya pada pemain nomor punggung 6, yang tiba-tiba terjatuh saat di--seperti didorong pemain Thailamd nomor punggung 21.

"Woy pelanggaran itu."

"Wasitnya rabun kali."

"Peluit oy tiup. Bukan jadi pajangan."

Zico menghela napas, teman-temannya sangat berisik.

"Harusnya itu pelanggaran. Kamu lihat tadi kaos Evan Dimas yang bernomor punggung enam itu ditarik belum lagi ada senggolan hingga jatuh."

"Terus maksud mereka apa?" Rasti merujuk pada sahutan temabnya.

"Dalam sepak bola ada dua kartu. Yang pertama kartu kuning itu sebagai peringatan. Kalau wasit sudah mengeluarkan dua kali kartu kuning untuk pemain yang sama yang melakukan pelanggaran maka pemain itu gak bisa bermain lagi dalam pertandingan itu."

Rasti mengangguk mencoba mencerna semuanya.

Pritt

"Obside." Kata Zico cepat sebelum Rasti menjawab.

"Obside terjadi saat pemain, tadi pemain Thailand yang diumpan lebih dekat ke gawang indonesia daripada pemain bertahan Indonesia."

"Jadi kalau pemainnya menggiring bola gak obside?"

"Gak dong."

"GOLLL!"

"GOLLL!"

"EVAN DIMAS SARANGHAE!!"

Semua langsung menatap Rasti yang baru saja meneriakan kalimat itu dengan lantang.

"Bu Ketu daritadi nonton!" Galih berdecak kagum.

"Keren!" David mengacungkan jempolnya.

"Fans baru Evan Dimas." Celetuk Sahrul dengan cengirannya.

Rasti yang buru-buru duduk dengan wajah yang memerah karena malu.

"Serukan nobar kaya gini!"

Rasti mengangguk dengan cepat membenarkan perkataan Zico.

"Zico boleh nanya gak?"

"Apa?"

"Kamu kok berubah-ubah kaya bunglon?" Zico mengernyit gak ngerti dengan pernyataan Rasti.

"Gini loh kamu sekarang baik nanti asti jadi sinis sama jutek lagi."

"Suka-suka akulah."

Rasti menatap tanggan Zico yang mengulurkan gantungan tas dengan gambar Detective Conan. "Aku beli dari Jepang buat kamu."








Ditulis : 4 Juni 2019
Saat inget dulu suka nonton pertandingan sepak bola sejak kelas 3 SD. Btw, Evan Dimas sama Putu Gede favorite aku dari 2013 sampai kini.

Publikasi : 27 September 2019

Biru

Ketika Kita Bertemu (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang