Penutup

402 14 6
                                    

Malam yang dihiasi lampu-lampu pijam. Alun-alun yang ramai, pasar malam baru saja dibuka. Rasti masih memegang ujung baju Zico, berjalan dibelakangnya. Dahinya mengernyit saat bersentuhan dengan beberapa orang. Shit, kalau bukan karena Zico dia gak harus merasakan hal menyebalkan seperti ini.

Zico berhenti Rasti juga berhenti dan dihadiahi beberapa tatapan dari orang-orang yang berdiri dibelakangnya.

"Zico, ayo pulang!" Ajak Rasti dengan nada memaksa.

Zico berbalik. Menurunkan lengan Rasti dari bajunya, balik menggenggam dengan erat. "Kita baru sampai loh Ras, masa mau balik gitu aja. Itung-itung refreshing juga sebelum masuk sekolah lagi." Zico menariknya agar kembali berjalan.

"Lebih enak dirumah baca novel, nonton BTS, terus tidur. Gak usah ketempat kaya gini." Sanggah Rasti tak mau kalah. Kepalanya menunduk hanya sekadar memperhatikan sepatu yang baru dicucinya dua hari lalu kembali kotor.

Zico mengabaikannya. Menariknya kearah stand makanan. "Mau makan apa?" Zico menatap Rasti penuh penantian, berharap gadis itu mau sesuatu. Mereka baru saja datang dan Rasti sudah mau pulang.

"Kamu mau apa? Aku gak mau."

Zico memutar tububnya menghadap Rasti. "Mau sesuatu yang lain?" Zico berhenti sejenak, mencoba memikirkan seduatu yang kira-kira akan membuat gadis itu tertarik.

"Ikut aku!" Rasti hanya mengikuti dengan malas.

Stand itu berisi perlengkapan sekolah. Berbagai macam buku, pensil, ballpoint, pensil warna, dan sejenisnya. Mata Rasti langsung bersinar dengan terang, memandang dengan lapar pada kumpulan ballpoint berbagai warna dan gambar.

"Gila keren banget." Rasti menyeret Zico kearah kumpulan ballpoint, sebentar lagi koleksinya akan bertambah semakin banyak.

Rasti melihat dengan cermat, membolk-balik takut ada yang lecet, mengambil yang dia suka. Disampingnya Zico hanya menghela napas, gila ini namanya bukan kencan tapi berburu ballpoint.

Rasti memperlihatkan segenggam ballpoint dikedua tangannya.

Rasti tertawa dengan riang saat menerima plastik berisi ballpointnya. Zico baik dia mau membayar dengan suka rela. "Gak usah minta balik cepet udah disogok juga."

"Tenang aja."

Zico menyeret Rasti ke komedi putar. Membayar tiket, dan naik. Wajah Rasti udah pucet. Sial, tahu gini mana mau dia disogok sama seplastik ballpoint.

"Masuk!" Dengan berat Rasti masuk, duduk dikursi. Zico duduk didepannya, saling berhadapan. Saat komedi mulai berputar, Rasti menggenggam tangan Zico erat. Matanya menutup, kepalanya terasa pening.

Lajunya semakin melambat sebelum berhenti. Rasti membuka mata, mereka berhenti pas dipuncak. Rasti bergegas pindah kesamping Zico. Tangannya memeluk erat lengan Zico.

"Sumpah ya Co kalau kaya gini jadinya sogokan ballpoint terlalu murah." Zico hanya terkekeh pelan, menyandarkan kepala Rasti dipundaknya.

"Keren tahu Ras. Lihat kita bisa lihat gedung-gedung disana."

"Bodo amat, gak peduli."

Zico kembali tertawa. Mengusap rambut Rasti dengan sayang. "AFC U-16 beberapa bulan lagi mau dimulai aku akan sibuk sama latihan." Rasti masih diam diposisinya.

"Latihan yang bener gak usah bikin malu." Ketus Rasti dengan malas.

"Kapan Sutan Zico bikin malu?" Zico menggoda gadis itu dengan wajah menyebalkan.

"Kalau gitu semangat berlatih, sayang."


Ditulis : 28 Juni 2019
Sendiri.
Publikasi : 12 Desember 2019
Semoga kita setiap hari menjadi hari terbaik untuk kita.

Ketika Kita Bertemu (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang