Satu

652 24 2
                                    

Mentari pagi ini menyapa dengan semangat, mengabaikan wajah lusuh setiap siswa yang terpaksa harus kembali pada rutinitasnya---sekolah. Itu terdengar menyebalkan ketika libur panjang berakhir.

Dengan langkah lunglai gadis berponi dan rambut sepundak itu melewati beberapa murid dikoridor. Bahunya terlihat agak turun. Dia benar-benar tak bersemangat.

"Hooaamm!" Rasti menutup mulutnya yang terbuka lebar karena menguap. Ia masih mengantuk. Matanya bahkan masih sedikit menyipit. Dia butuh istirahat sekarang.

Sudah beberapa kelas X ia lewati tapi tak ada satupun yang bertuliskan X.IPS.3. Apa kelasnya sudah pindah? Mengapa jadi jauh sekali? Perasaan ketika selesai Pengenalan Lingkungan Sekolah (PLS) dan waktu pembagian kelas untuk KBM ruangan itu dekat.

"Huh...akhirnya."

Rasti melangkah dengan cepat. Dia hanya harus mendapat kursi paling belakang, jika tidak maka itu musibah.

Bagus. Baru ada beberapa siswa yang sudah datang dan menempati kursi. Rasti menatap berbinar kursi yang berada dipojok paling belakang. Dengan setengah berlari ia menghampirinya, takut terdahului yang lain.

Setelah menghempaskan tasnya dengan kasar, Rasti langsung menenggelamkan kepalanya dalam lipatan tangan. Masih ada 20 menit sebelum bel masuk berbunyi. Sebelum benar-benar terlelap Rasti sempat berdo'a agar bisa bertemu Biasnya.

"RM Oppa!" Lirihnya lalu gelap.

Berbeda dengan Rasti, Koridor sekolah mulai ramai karena lima menit lagi bel masuk akan segera berbunyi. Bukan hanya karena itu juga sebenarnya, tapi karena dua siswa kelas X yang ikut seleksi dan mendapat panggilan Timnas. Tentu saja itu sesuatu yang luar biasa.

"Tak ku sangka jika berita pemanggilan itu sudah menyebar." Keluh pemuda dengan senyum manis dan wajah tenang. Pemuda disampingnya hanya mengedikan bahu, sebelah tangannya membenarkan letak tas punggung hitamnya. "Kau tahu netizen sekarang benar-benar mengerikan. Mereka biasa mendapatkan berita apapun yang mereka mau tak peduli benar atau salah, fakta atau bukan."

"Heh Zico kau juga bagian dari netizen itukah? Hafal betul kau rupanya."

Zico merangkul leher pemuda disampingnya dengan erat. "Hey David aku kasih tahu, dengar baik-baik. Aku dan kau itu sama saja kita memang kadang menjadi bagian dari mereka. Jadi jangan sok suci."

"Uhuk..lepas Co!"

"Ayo cepat!" Bukannya melepaskan Zico malah menyeret David agar berjalan lebih cepat.

Mereka berdiri didepan kelas dengan bingung, hampir semua bangku terisi penuh. Meja pojok kanan dan kiri sudah ada yang menempati, begitupun bagian kedua dari belakang.

"Mau duduk dimana?" David bertanya dengar mata yang masih menyisir sekitar.

"Dimeja yang kosong Dav, gitu aja nanya!" Sewot Zico tak menyadari David yang sudah ingin mengarunginya.

"Ah itu meja kedua dari belakang pojok kiri." Dengan antusias Zico menarik tangan David.

Gadis yang tempat duduknya dimaksud Zico hanya diam memandang dua orang itu dengan bingung. "Bisa pindah tempat duduk gak? Dia sendirian." David ingin sekali memukul kepala Zico dengan keras.

Daripada bertanya itu lebih terdengar mengusir apalagi saat menunjuk gadis dimeja belakang yang masih membenamkan kepalanya dilipatan tangan.

Gadis itu masih diam, matanya menyisir sekitar. Menghembuskan napas berat ketika semua meja sudah terisi penuh. Dengan berat ia mengangkat tasnya memindahkan kebelakang.

"Terimakasih."

0O0

[23072019]

Cieee ada yang jadi siswa baru? Yang lagi sibuk PLS (?) Yang semangat ya. Untuk maba baru juga siap-siap buat Ospek:") buat temen ku yang mau nyoba tahun depan juga semangat:)) kamu pasti bisa.

Biru

Ketika Kita Bertemu (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang