#6. Bimbang

3.2K 288 5
                                    

Mencintaimu seperti menusukkan pisau belati pada diri sendiri. Karena nantinya aku akan terus tersakiti, tak dapat menerima apa yang sudah ditakdirkan kepada diri ini.


💚💚💚

"Syifa, ayo pulang."

Aku tersentak, tiba-tiba Citra berada di sampingku. Mataku yang tadinya masih menatap seseorang itu, kini membuang tatapan itu karena ada Citra di sampingku. Aku benar-benar merasa malu sebab mataku mulai berair. Citra mengajakku untuk duduk di kursi yang ada di taman. Citra juga memberikan sehelai tisu kepadaku. Tanpa pamrih aku langsung mengambilnya dan menggunakannya.

"Aku tahu kamu kenapa Syifa!"

Aku berhenti membersihkan wajahku. Dan aku menatapnya, tanda bertanya.

"Aku tadi lihat kamu buka-buka dokumen biodata jurusan hukum kan? Dan dilembar paling awal adalah biodata Raihan. Akibat itu kan kamu jadi gini?"

Aku langsung menundukkan kepalaku, pernyataan Citra benar-benar menohok hatiku. Aku benar-benar malu, seakan menjadi wanita yang tak punya harga sebab menangisi apa yang tak mungkin bisa dimiliki.

Citra memegang pundakku "Syifa, jangan menyerah dan jangan terlarut dalam kesedihan. Allah selalu punya cara untuk membahagiakan hamba-Nya."

Perkataan citra begitu menyentuh hatiku, secara langsung aku segera memeluknya dan menangis sebesar-besar mungkin di dekapannya, "Aku takut kehilangannya..."

Dia mengelus-ngelus tubuhku, "Jangan takut kehilangan manusia, sebab apapun yang berada di dunia ini adalah sementara."

Citra melepas pelukanku dan menatapku sambil memegang kedua bahuku, "Jangan takut, sebab apa yang menjadi takdirmu tak akan pernah melewatkanmu."

Pernyataannya sungguh menenangkan hatiku. Benar katanya, aku memang terlalu takut dan berlebihan terhadap cinta kepada manusia. Padahal apapun yang ada di dunia ini memang hanya singgah sementara, sebab segalanya akan kembali kepada Allah.

Dulu aku tak pernah merasa seperti ini, mungkin inilah perubahan dari suatu situasi, sebab perubahan hadir diantaranya melalui kondisi dan isi hati. Semuanya adalah fase perubahan. Cinta adalah apa yang selalu aku hindari sejak dulu, namun saat aku sudah merasakannya, aku malah sangat sulit untuk menghindar dan malah terus menginginkannya.

Aku malu kepada Allah, dulu aku adalah wanita yang kehidupannya selalu tak mau berkaitan dengan cinta, kecuali kepada Allah SWT dan keluarga. Tapi sekarang, aku telah membohongi Allah, aku malah menaruh harap pada manusia yang jelas-jelas manusia hanya akan singgah sementara kecuali Allah yang maha Abadi.

Aku kembali menatap ke arah lapang, di sana masih terlihat laki-laki yang hidupnya mungkin sudah sangat bahagia. Ya, terlihat dari caranya tertawa bersama sahabat-sahabatnya.

"Apa dia mencintaiku?" ucapku yang sebenarnya saat ini masih merasakan perih dimata.

"Atas izin Allah," balas citra.

Aku menatap Citra, "Tidak Ra, ini tidak boleh terjadi. Jika dia mencintaiku dan aku sudah jelas mencintainya, maka diantara aku dan dia adalah korban yang sama-sama tersakiti."

Citra semakin mendekatkan dirinya kepadaku, "Tidak Syifa. Memang jika dengan cara yang salah, pasti kau akan merasakan itu, tapi jika caramu benar, maka semua akan baik-baik saja."

Aku mengernyitkan keningku, "Mencintai selain kepada Allah tidak akan mendapat Ridho-Nya."

"Tapi jika caranya benar, Allah akan meridhokan-Nya."

Mendengar ucapan Citra semakin membuatku bingung, "Bagaimana cara yang paling benar?"

Dia menjauhiku sedikit dan menatap ke arah lapang yang mengarah pada sosok pria yang menjadi topik utama pembicaraan saat ini, "Dia harus mualaf."

Antara Timur Dan Barat [END]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang