#5. Kenyataan Pahit

3.4K 335 17
                                    

Jika benar ini adalah cinta, maka jangan biarkan aku untuk terlarut-larut kedalamnya, sehingga aku melupakan-Mu.


💚💚💚

Aku bersandar pada dinding, rasanya hari begitu melelahkan. Pikiranku, terus berkecamuk tentang rasa yang tak tertambahkan. Ya Allah, maafkan hamba yang sudah mulai melupakan-Mu. Aku hampir saja melupakan segala kewajiban hanya karena seseorang yang belum jelas untukku. Aku terus memikirkannya, aku takut, sehingga nanti aku sampai melupakan Allah hanya karena dia. Jalan dari segala cara untuk mengurangi kecemasan ini adalah dengan beristighfar, astaghfirullah...

“Assalamu’alaikum Syifa!” Aku mendongak kearah pintu yang mulai terbuka.

“Kakak.”

Ternyata kak Ainun yang masuk ke kamar. Dia menghampiriku dan kini duduk disampingku.

“Kamu kenapa? Akhir-akhir ini kamu sering diam diri di kamar. Jarang keluar, bahkan ke pesantren.”

“Aku...”

“Kamu capek ya?” Kak Ainun memotong ucapanku, aku pun mengangguk. Benar, memang akhir-akhir ini aku merasa lelah.

“Yasudah, mending langsung istirahat ya. Besok kan ngampus lagi,” ucap kak Ainun sambil mengelus-elus kepalaku.

“Iyah kak.”

Kakakku pun keluar dari kamarku. Melihat situasi ini, aku merasa ada yang mengganjal. Kenapa suasana rumah tak seharmonis dulu. Dimana aku dan kakak lebih banyak bersama. Kenapa sekarang rasanya sulit untuk bercerita tentang keluh kesah kepadamu kak? Padahal dulu sejak kecil tak sedikit pun ragu untuk bercerita kepadanya.

Mataku terasa sangat penat, perlahan pun ikut terpejam. Ya, aku sudah mengantuk. Lebih baik segera tidur daripada terus bertengkar dengan perasaan.

Jam 2:30 dini hari, aku kembali terbangun karena suara alarm yang membangunkan dengan suara keras. Dengan mata yang masih sayu, aku memilih untuk bangun karena aku harus melaksanakan sholat malam. Kebetulan aku sudah selesai datang bulan, sehingga aku bisa kembali melaksanakan sholat seperti biasanya.

Aku segera ke kamar mandi untuk mengambil wudhu dan menunaikan sholat tahajud. Aku menghamparkan sajadah menghadap kiblat dan memakai mukena berwarna putih. Aku melaksanakan sholat tahajud dua belas raka’at dan ditambah satu raka’at sholat withir. Setelah sholat, aku tidak ingin kembali tidur, aku lebih memilih untuk membaca Qur’an sampai adzan subuh berkumandang. Saat adzan sudah berkumandang, aku segera melaksanakan sholat sunnah qobliyah. Ya, Sholat sunah dua raka’at sebelum subuh, karena keutamaan dari sholat ini adalah lebih baik daripada dunia dan seluruh isinya.

Rasulullah SAW mengistimewakannya dengan pahala yang begitu besar, dengan gambaran yang benar-benar menarik perhatian.

Diriwayatkan dari Sayyidah Aisyah R.A, beliau berkata:
“Tidak ada sholat sunah yang lebih diutamakan Rasulullah SAW selain sholat sunah sebelum subuh.”
(HR. Al-Bukhari)

Dalam hadis diriwayatkan bahwa pahala sholat ini lebih baik dari dunia dan seisinya. Nabi Shalallahu’alaihi wasallam bersabda:
ر كعتا الفجر خير من الدنيا  وما غيها
“Dua raka’at fajar ( Qobliyah Subuh ) itu lebih baik dari dunia dan seisinya.” (HR.Muslim, dari Aisyah Radhiyallahu’anha)

Setelah melaksanakannya, aku segera bersiap membereskan barang-barang kuliahku hari ini. Waktu sudah menunjukkan pukul lima pagi, aku langsung meraih tote-bag dan beranjak menuju dapur. Seperti biasa, di sana ada umi yang selalu berjaga di meja makan. Umi sangat hebat, dia tak pernah lelah meluangkan waktu untuk keluarganya.

“Umi!” panggilku sambil menghampirinya.

Aku berdiri di sampingnya, “Umi banyak banget masaknya pagi-pagi. Buat santri ya?”

Antara Timur Dan Barat [END]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang