#28. Apakah ini Takdir?

1.5K 153 0
                                    

Setelah kejadian perih yang menimpa hidupnya, Raihan memilih pergi ke Surabaya dimana tempat tinggalnya dulu bersama kedua orang tua. Namun, tidak disangka sesuatu menggoyahkan hatinya untuk bangkit. Benar, Raihan memutuskan untuk masuk islam. Tentu bukan karena Syifa, melainkan karena pengalaman yang ia dapat bersama orang-orang di sekitarnya.

Di Surabaya, Raihan tinggal didekat orang kebanyakan muslim, sehingga setiap kali Raihan bertemu dengan orang-orang itu, Raihan akan kembali mengingat masalalu. Jadi, untuk menghapus rasa trauma itu, Raihan perlu menghapusnya langsung dari hati. Kini, Raihan sudah resmi menjadi seorang muslim yang mualaf tiga tahun lalu dan pesantren di daerah tersebut. Tentu saja dengan Alif yang setia menemani dan membimbing sahabatnya.

Hari ini Raihan sudah kembali ke Jakarta untuk memenuhi undangan pernikahan dari seseorang. Ya, undangan itu dari Ali. Meski pun sudah begitu lama mereka tidak bertemu, Ali masih tetap menjaga silaturahmi dengan Raihan. Surat undangan itu pun dikirimkan melalui pesan whatsapp.

Berat hati sebenarnya Raihan harus kembali ke tempat dimana dulu ia pernah merasa tersiksa. Namun, dihati Raihan sama sekali tidak menyimpan dendam dan amarah. Raihan menyadari kejadian dulu adalah murni kesalahannya dan sudah takdir Allah untuk menegur mereka.

Kini Raihan sudah berada di pondok pesantren Ar-rohman dan masuk ke dalam mencari tempat yang kosong untuk duduk. Raihan menatap ke pelaminan dimana di sana ada Ali dan Ainun yang duduk berdua. Raihan merasa senang karena Ali sudah menemukan jodohnya dan tidak salah pilih.

Mata Raihan tiba-tiba mengarah kepada sosok pria paruhbaya yang sampai saat ini tidak bisa dia lupakan. Ya, sosok itu adalah ayahnya Syifa. Ayah Syifa nampak menjauh dari tempat keramaian dan enntah pergi kemana. Raihan pun berani untuk mengikutinya dan meninggalkan acara itu.

Ternyata ayah Syifa pergi ke masjid untuk melaksanakan sholat dhuha. Karena Raihan sudah menjadi seorang muslim, ia pun memberanikan diri untuk sholat bersama ayahnya Syifa. Namun, ayah Syifa sendiri tidak tahu kalau Raihan kini ada di belakangnya.

Assalamu’alaikum warrohmatullah...”

Sepertinya ayah Syifa menyadari kalau ada yang menjadi makmum di belakangnya, hal itu tentu membuatnya senang karena bisa melaksanakan sholat dhuha tidak sendirian. Ayah Syifa pun menoleh ke belakang dan menatap Raihan.

“Apa kabar Abi?” Raihan langsung menyalami tangan Ayah Syifa dan terus tersenyum, sedangkan ayah Syifa hanya bisa terdiam.

“Kamu?” Ayah Syifa mulai bicara.

“Iyah Abi, saya Raihan. Seseorang yang pernah membuat kesalahan. Saya hanya sedang melakukan sholat dhuha, namun ternyata ada Abi,” ujar Raihan yang masih tersenyum.

“Bagaimana kamu sholat?”

“Alhamdulillah abi, saya sudah mu’alaf sejak 3 tahun lalu. Saya pergi pesantren selama 3 tahun dan menghabiskan waktu untuk belajr agama. Saya merasa sangat menyesali perbuatan saya di masalalu dan ingin memperbaikinya,” ujar Raihan lagi.

“Dan kedatangan saya hari ini untuk memenuhi undangan dari Gus Ali, dia juga sahabat yang membimbing saya untuk sampai disini,” lanjut Raihan.

Ayah Syifa hanya bisa terdiam mendengar ucapan Raihan. Dia tidak bisa mengatakan apapun karena merasa tidak menyangka kalau Raihan adalah sosok yang sangat baik.

“Abi, ketahuilah... saya masih mencinta Syifa. Saya tahu ilmu saya tidak sebaik dia dan saya bukan terlahir dari keluarga muslim, juga bukan seorang gus bahkan bukan penerus pesantren. Tapi, niat saya benar-benar karena Allah. Saya ingin membersamai Syifa.”

Raihan pun berpamitan kepada ayah Syifa dan pergi meninggalkan masjid. Saat keluar, tiba-tiba ada seorang wanita yang baru saja menjadi pembicaraannya. Benar, dia adalah Syifa.

“Raihan?”

Belum sempat menjawab ucapan Syifa, tiba-tiba ayah Syifa keluar dari masjid dan melihat mereka. Syifa yang disana merasa terkejut dan segera menjauh dari Raihan.

“Sedang apa kamu di sini Syifa?” tanya ayahnya Syifa.

“Aku cari abi, kak Ainun panggil abi,” balas Syifa.

Raihan tidak bisa mengatakan apapun, dia hanya sesekali menatap ayah Syifa setelah itu kembali membuang pandangannya.

“Baik, ayo pergi.” Mereka berdua pun pergi meninggalkan Raihan sendiri di depan masjid. Namun, sesekali Syifa kembali menoleh ke belakang untuk melihat Raihan. Begitu pula Raihan, dia terus menatap kepergian Syifa yang berada di hadapannya.

“Ya Allah, aku ikhlas akan takdirmu. Namun jika memang dia takdirku, maka segerakanlah kami untuk bersatu. Jika dia bukan takdirku, maka biarkan perasaan ini hilang dengan sendirinya.

💚💚💚

Oke, maaf aku bikin part ini sedikit.

Selamat membaca part selanjutnyaa👐

I love you readerssss💕💕

Antara Timur Dan Barat [END]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang