EPILOG

1.6K 162 1
                                    

3 tahun kemudian...

Hari raya idhul fitri sudah tiba, aku bersama dua orang tersayangku berangkat pulang kampung untuk menemui abi dan umi. Sudah lama jarang kembali ke sana karena suamiku yang sibuk bekerja. Tidak lama, kami pun tiba di sana. Aku mengenakan gamis berwarna putih yang sangat cantik, suamiku memakai baju kemeja putih yang terlihat tampan juga, dan satu orang lagi yang kusayangi... yaitu putri kecilku yang saat ini dalam dekapan ayahnya, Arsyi Zahra Anggasta.

Arsyi saat ini masih berusia 1 tahun. Dia anak yang sangat manis dan lucu. Wajahnya begitu mirip dengan suamiku. Benar katanya, wajah anak pertama akan mengikuti kepada siapa yang cintanya hadir lebih dulu.

Kami pun segera masuk dan melihat suasana rumah sudah ramai. Ada abi, umi, kak Ainun, Gus Ali dan anak kembar mereka. Masya Allah, betapa bahagianya melihat mereka yang tersenyum menyambut kehadiran kami.

"Syifa, Raihan dan cucuku," ucap abi yang langsung memeluk aku dan Raihan. Abi juga mengambil Arsyi yang ada digendongan Raihan.

"Ayo duduk Syifa, Raihan," titah umi, kami berdua pun segera duduk setelah menyalami mereka satu persatu.

"Masya Allah, kamu tambah cantik Syifa," ujar kakaku.

Aku merasa sangat senang baru saja dipuji sama kakak, "Alhamdulilah, kakak juga." Kami pun tertawa.

"Bagaimana kabar kamu Raihan?" Gus Ali mengobrol dengan Raihan.

"Alhamdulilah, sangat baik sekali."

Aku tersenyum melihat kedekatan semua orang disini. Abi dan umi terus bermain dengan cucu mereka, suamiku dan Gus Ali sangkat akrab mengobrol bersama. Mereka semua terlihat sangat bahagia.

"Assalamu'alaikum..."

Aku menoleh ke arah sumber suara dimana ada seseorang yang datang. Aku berjalan menghampiri untuk membukakan pintu dan melihat siapa yang datang.

"Diana? Alif?" ya, merekalah yang datang. Aku langsung mempersilahkan mereka untuk masuk.

"Diana, kamu sedang hamil?" semua orang menyadari ketika melihat perut Diana yang besar.

"Iyah, alhamdulillah."

Benar, tahun lalu Alif melamar Diana karena mencintainya sejak bertemu di pesantren. Cinta mereka berdua juga sangat tidak bisa ditebak, melihat bagaimana sifat mereka yang sama-sama lucu. Namun, itulah jodoh dan takdir, tidak pernah bisa ditebak dan diduga.

"Ayo duduk dulu Diana, Alif," titahku pada mereka berdua dan akhirnya mereka pun duduk.

Kami semua pun melanjutkan perbincangan bersama. Sesekali saling tertawa dan terharu karena rasa bahagia yang menyatu. Semua orang di sini adalah mereka yang mempunyai hubungan dekat pada saat itu, mereka semua terlibat di dalam takdirku. Ya Allah, aku tidak peraya takdir sedekat ini. Aku pikir, kami akan terpisah jauh setelah bertahun lamanya. Namun, Engkau kembali pertemukan kita dan menjalin ikatan persaudaraan yang kuat.

Aku bersyukur dan tidak akan pernah berhenti melakukannya. Aku berjanji akan menjadi hamba-Mu yang lebih baik. Bersama Mas Raihan, aku akan memperbaiki agama dan menjadi guru yang baik untuk anak-anakku kelak.

"Syifa... aku mencintaimu..."

💚💚💚

Aku menatap suasana langit malam yang begitu cekam dari luar rumah. Kalau ada anak-anak santri, pasti suasana menjadi ramai. Namun karena ini libur hari raya, mereka semua sudah dipulangkan ke rumah masing-masing.

Aku hanya bisa memegang cardigan karena terasa angin malam yang begitu dingin. Tiba-tiba, ada seseorang yang memelukku dari belakang. Aku pun terlonjak kaget, namun setelah kulihat wajahnya, ternyata dia suamiku.

"Mas Raihan?"

Dia pun melepas pelukannya dan duduk di sampingku, "Dingin ya?" tanyanya dan aku pun mengangguk.

Dia melepas jaketnya dan memberikannya untukku, "Makasih Mas," ucapku sambil tersenyum.

"Apa Agatha ada di kamarnya?" tanya mas Raihan.

"Iyah, dia sudah tidur."

Agatha adik iparku kini pesantren di pondok pesantren Ar-rohman. Dia ingin mu'alaf karena melihat kakaknya yang berubah menjadi sangat alim. Setelah mu'alaf, dia memutuskan untuk menjadi santri di sini. Dan hari libur ini, dia tetap tidak memilih pulang karena sudah betah di pesantren. Tentu dia tidak sendiri, ada banyak santri lain yang tidak pulang hari raya juga sebab lokasi tempat tinggal yang jauh.

Setelah cukup malam, aku dan mas Raihan memutuskan untuk masuk ke dalam rumah untuk istirahat. Kami memilih tidur di kamarku dulu saat masih remaja. Betapa rindunya melihat barang-barang yang menjadi kenangan di masalalu.

Aku lupa kalau sekarang sudah punya anak. Aku pun mencari Arsyi yang tadi masih bersama abi dan umi. "Abi, dimana Arsyi?" tanyaku.

"Dia sudah tidur sama umi," jawab Abi.

"Tidur? Cepat sekali, ketika bersamaku dia susah tidur." Benar, kalau bersamaku dia sulit tidur, apalagi kalau ditinggal mas Raihan kerja sampai malam. Kalau bukan mas Raihan, mungkin Arsyi tidak akan tidur.

"Tentu saja umi kan sudah berpengalaman." Aku mengangguk membenarkan ucapan Abi.

"Baik abi, aku bawa Arsyi pindah ke kamarku yah." Ketika hendak berjalan, tiba-tiba abi menahanku.

"Jangan, biar dia sama umi dan abi. Kamu, silakan tidur sana. Suamimu menunggu." Aku cukup terkejut mendengar ucapan abi. Namun, memang benar kalau aku harus membangunkan Arsyi, maka akan sulit untuk membuatnya tidur lagi.

"Baik abi, makasih ya," ucapku yang kemudian berjalan menuju kamar. Di dalam sudah ada mas Raihan.

"Dimana Arsyi?" mas Raihan nampak menoleh ke belakangku.

"Dia sudah tidur sama umi dan abi. Ya sudah ayo kita tidur saja," ucapku yang kemudian berbaring dikasur.

Mas Raihan tiba-tiba menatapku dengan tajam, "Kenapa melihatku seperti itu?"

Dia tiba-tiba memelukku, "Ayo jangan tidur."

Mendengar ucapan itu aku langsung paham. Jangan coba memikirkan apa-apa, tentu saja ini urusan sepasang suami istri. Merasakan suasana hujan yang begitu deras dan angin yang cukup kencang, membuat siapapun tidak bisa tidur malam. Begitu pula aku dengan mas Raihan, kami memilih untuk mengaji bersama dan melaksanakan sholat sunnah.

Betapa beruntung bukan memiliki suami yang tidak pernah membuat kita lupa dengan perintah Allah? Itulah yang aku rasakan. Saat remaja, aku pikir ilmuku sudah sangat baik. Namun ketika sudah menikah, aku tidak menyangka kalau mas Raihan sangat hebat dalam membimbingku.

Teruntuk suamiku, terima kasih sudah menjadi imam yang baik bagiku. Tegur aku jika memang selalu salah atau tidak penah baik kepadamu. Karena surgaku kini ada bersamamu, mohon bimbing aku untuk meraih syurga-Nya bersamamu.

"Teruntuk istriku, terima kasih sudah menjadi makmum terbaik dalam hidupku. Aku tidak akan berani menggoyahkan hatiku selain kepadamu. Allah sudah memberi hal sebesar ini untuk kujaga, dan aku tidak boleh sampai menghilangkannya. Maafkan aku juga masih kurang dalam membimbingmu, maafkan aku jika terkadang menyakiti hatimu. Namun, aku berusaha sebaik mungkin untuk menjadi suami yang akan membawa ke syurga bersama. Istriku... mari kita raih ridho Allah..."










Selesai

Antara Timur Dan Barat [END]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang