#14. Seutas benang

1.9K 190 4
                                    

Ketika layangan itu putus, kamu terus mengejarnya. Namun, disaat kamu sudah mendapatkannya- tanganmu malah terluka.

💚💚💚

Aku berada di taman belakang bersama para santri lainnya. Kami hanya sedang beristirahat, setelah melaksanakan sholat dhuha tadi, biasanya mereka selalu meluangkan waktu bebas mereka itu untuk bermain. Aku dan Alif kini sedang duduk di bawah rumput hijau, sambil memandangi santri putra yang bernama Rizky sedang mengambil buah rambutan.

"Emang kebiasaan dia tuh, kalau setelah sholat dhuha selalu mengambil buah," ujar Ridho (Seorang santri putra) kepadaku dan Alif.

"Selain kerjaan ini yang mereka lakukan, kira-kira apa ada lagi?" tanyaku padanya.

"Tentu ada. Lihat saja di lapangan belakang masjid, di sana anta akan lihat semua santri sedang bermain. Tapi, yang bermain di sana hanya santri umur lima belas tahunan," jawabnya.

Aku langsung menatap arah tunjuknya, rasa-rasanya aku penasaran dengan keramaian disana.

"Anta kalau mau ke sana, silahkan saja. Ada banyak orang kok," ucapnya.

"Apa ada laki-laki?" tanyaku memastikan.

"Banyak."

Aku segera berdiri, tadinya aku ingin mengajak Alif, tapi dia kelihatan sangat nyaman sedang memunguti buah rambutan bersama Rizky. Aku memilih meninggalkannya saja, sekali-kali berjalan tanpanya.

Setibanya di sana, memang benar kata Ridho, tempatnya sangat ramai. Aku terus berjalan lebih dekat, supaya bisa melihat keramaian dari sana. Sungguh menenangkan, tempat ini memberikan kenyamanan bagi mereka. Ada yang bermain, berlari, dan tertawa bersama. Selama hidupku, aku belum pernah merasakan hal seperti ini.

Pukkk...

Aku sedikit meringis karena sesuatu sangat membanting di wajahku. Aku membuka mataku dan ternyata sebuah layangan berwarna merah muda telah menimpah wajahku. Aku memegang layang-layang tersebut, benangnya masih sangat panjang. Aku menarik layangan tersebut, supaya aku mengetahui siapa pemiliknya. Aku pun melepasnya dan menerbangkannya kembali, aku terus menatap layangan itu dan menyusuri dimana asal benang itu, dan aku melihat -sang pemilik layangan itu juga menatapku.

"As-Syifa." Ternyata pemilik layangan itu adalah Syifa.

Aku tersadar kalau layangan milik Syifa tiba-tibanya terbang tanpa terpegang. "Syifa, layanganmu putus!" ucapku terkejut.

Aku lantas berlari untuk mengejar layangan itu, begitupun Syifa yang terkejut karena suaraku. Sesegera mungkin dia mengikuti di belakangku.

"Aku dapat!" Aku berhasil menangkap layangan itu dan menggenggamnya sangat erat, tetapi aku melihat tanganku terluka karena benangnya yang tajam.

Syifa sudah berada di sampingku, dan aku segera menyembunyikan tanganku agar dia tidak melihat aku terluka. Namun ternyata, dia sudah melihatnya lebih dulu.

"Lihat, tanganmu terluka!" tukasnya.

Aku menyembunyikan tanganku ke belakang, "Tidak mengapa, ini layanganmu," ucapku lalu menyodorkan layangan itu kepadanya.

Apa dia sudah tidak membutuhkan layangannya lagi? Dia belum menerimanya juga. Dia masih terdiam sambil menatapku dengan tatapan yang menghunus.

"Kenapa kamu mengejarnya? Sekarang kamu sudah terluka," lirihnya.

Dari ucapannya tadi, aku seperti mendengar penekanan di sana. Dia mengatakan sesuatu yang sangat bermakna. Terlihat dari matanya, aku dapat membaca kalau dia sangat khawatir.

Aku kembali menatap tanganku yang terus bercucuran darah, "Luka ini akan sembuh, Syifa."

Dia mengambil layangan itu di tanganku, "Bersihkan dulu tanganmu yang berdarah itu," ucapnya, setelah itu dia langsung pergi meninggalkanku.

Aku terus menatap kepergiannya, entah kenapa sesuatu terasa perih dan mengganjal di dalam hatiku. Aku adalah laki-laki yang kuat, walaupun bendungan air mata hampir lolos dari kedua pelupuk mataku -tapi bisa aku tahan. Dan sakit yang kurasakan, bukan karena luka terbesit layangan itu, tapi karena ucapannya tadi.

"Kenapa kamu mengejarnya? Sekarang kamu sudah terluka."

Aku tersenyum sangat miris. Aku memang sudah terluka, Syifa. Tapi aku selalu bahagia dibalik luka itu dan itu bohong.

Aku pun memutuskan pergi dari taman itu dan berjalan menuju kamar mandi untuk membersihkan luka di tanganku. Setelah itu, aku balut tangan kananku itu dengan kain putih yang berada di jemuran. Aku tidak tahu milik siapa kain itu, tetapi sepertinya tidak terpakai dan sudah kotor.

"Ente ngapain di sini?"

Aku mengarahkan kepalaku kepada suara bariton tersebut, ternyata hanya Alif yang di sana.

Dia menghampiriku dan menarik tangan kananku yang berbalut itu ke depan matanya, "Ini kenapa tangan ente?" tanyanya.

Aku menarik tanganku dan kembali mengusapnya, "Kena benang layangan," ucapku datar.

Dia mengangguk, "Lagian ente masih aja main layangan," tukasnya.

"Aku enggak main, hanya membantu mengambil layangan yang putus," ungkapku sejujurnya.

Dia malah membelakangiku dan duduk di depan kamar santri, "Iya, ane tahu," ujarnya.

"Baguslah!" gumamku. Aku pun duduk di sampingnya.

"Han, apa ente tetep masih mau di sini?" tanya Alif.

Aku langsung menatapnya dengan serius, "Iya, aku tetap di sini. Sampai tujuanku selesai!"

"Ane kasihan sama ente, apa ente enggak sedih di perlakukan kaya gitu," ucap Alif.

Aku sedikit bingung, tidak mengerti dengan apa yang dia ucapkan, "Maksud kamu?"

"Tadi, ane lihat ente sampai nangis. Dia ngomong apa sama ente?"

Baiklah, Alif mungkin melihatku tadi. "Bukan apa-apa," tukasku.

Alif memegang bahuku dan menepuk-nepuknya, "Ane kagum sama ente. Cinta ente benar-benar patut dipertahankan," ungkapnya kepadaku, aku lantas langsung bingung, "Enggak perlu bingung, Han. Ente sudah melakukan yang benar!" lanjutnya.

Sekarang, aku mengerti. Alif memang sangat mendukungku. Aku langsung membalasnya dengan memeluknya, "Terima kasih, Lif!" ucapku.

Dia melepas pelukanku, "Sekarang giliran ane yang pengen kayak ente."

Aku sontak kaget dengan ucapannya, "Kayak aku?"

"Iya, pengen punya cinta juga."

Aku langsung tertawa terbahak-bahak, sungguh Alif memang terkadang serius dan terkadang sangat lucu.

"Oke, silahkan saja!" balasku yang masih terkekeh dengan ucapannya.

Dia pun berdiri dari duduknya, bersiap untuk pergi, "Ana cari dulu yah, assalamu'alaikum!"

Alif pun pergi meninggalkanku. Sekarang, hanya ada aku sendirian di tempat ini, aku membuka pintu kamar dan ada beberapa orang yang sedang mengaji. Aku segera masuk dan menghampiri mereka.

💚💚💚

Alhamdulillah💕
Dikit ya? Wkwk, biar tegang dulu soalnya😁

Jangan lupa baca Qur'an hari ini😇

Antara Timur Dan Barat [END]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang