Kini, setelah masuknya Raihan ke dalam muslim, suasana pesantren Ar-Rohman pun menjadi sangat harmonis, ditambah kehadiran Raihan di sana. Dan kabar yang tersebar pula, kalau Raihan sudah mengkhitbah Syifa melalui Tholib langsung. Dan tentu, mungkin beberapa minggu lagi mereka akan menikah.
Sekarang Raihan jika sedang mempunyai waktu luang, maka dia selalu menyempatkan waktunya untuk mengaji. Tidak disangka, Raihan sangat rajin dalam melaksanakan ibadah. Saat ini Raihan baru saja selesai mengaji di masjid. Dan tidak sengaja, matanya menangkap Syifa yang sudah tersenyum di seberang sana.
Raihan segera menghampirinya. "Assalamu'alaikum Syifa," ucap Raihan memberi salam ketika sudah berada di depan Syifa.
"Wa'alaikumsalam." Selama mereka berbincang, tiba-tiba Diana hadir sebagai orang ketiga.
"Aduh, yang lagi ta'arufan malah berduaan di sini. Inget yah, ta'aruf itu bukan berduaan kaya gini, tapi saling memantaskan diri!" tukas Diana sontak membuat Syifa dan Raihan terkekeh.
"Syifa, ayo!" Diana langsung menarik Syifa menatap Raihan, dimana Raihan memberikan senyuman sebagai tanda tidak apa-apa.
Sepeninggal Syifa, Raihan menatap seorang santri lelaki yang berjalan menghampirinya. Raihan sangat mengenal orang itu, dia adalah Alvin. Alvin yang pernah memukuli Raihan dikala ketahuan bahwa Raihan adalah seorang non muslim.
“Raihan, apa anta masih kenal ana?”
Raihan tersenyum mendengar ucapan Alvin, “Tentu saja Alvin.”
Alvin terlihat seperti ketakutan, “Apakah anta masih membenci ana? Ana minta maaf.”
Raihan memegang kedua bahu Alvin dan menatapnya, “Alvin, aku sama sekali nggak pernah benci kamu. Masalalu itu adalah pelajaran untukku, jadi aku tidak menganggapnya sebagai dendam.”
Alvin perlahan menatap Raihan, “Jadi, apa anta memaafkan ana?”
Raihan mengangguk, “Tentu saja.”
Alvin pun langsung menatap Raihan sangat erat. “Alhamdulillah makasih ya akhi...”
Sosok lain seperti Rizky dan Dani melihat kelakuan Alvin dari jauh, mereka pun berlari ke arah berdua yang sedang berpelukan dan malah ikut berbaur saling memeluk, “Ajak kami juga!”
Raihan hanya bisa pasrah dipeluk oleh tiga orang sekaligus dan mereka terus tertawa sambil lompat-lompat. Tanpa mereka sadari, Tholib terus menatap kelakuan mereka di hadapan banyak orang.
“Sepertinya mereka ingin menyapu halaman,” ujar Tholib bercanda karena dia pun senang melihat kedamaian di pesantren ini. Menyapu halaman adalah hukuman bagi santri yang membuat kebisingan di area pesantren.
Seandainya sejak dulu sudah seperti ini, mungkin tidak ada luka yang menyesakkan. Tentu, semua kembali lagi kepada Allah azza wajalla, atas kehendak-Nya lah semua menjadi hal baik seperti ini.
💚💚💚
Aku menyusuri perjalanan di malam hari menuju apartemen paman yang masih berada di dalam kota. Setibanya di sana, aku langsung masuk dan kulihat ternyata dia sudah berada di sana. David adalah namanya, dia bekerja sebagai direktur di perusahaan warisan ayahku. Dan ketika aku sudah lulus kuliah seperti sekarang, akulah yang akan menempati posisi sebagai CEO.
"Paman?" panggilku padanya.
"Aahhh, putraku sudah besar!" ucapnya lalu langsung memelukku.
Aku tersenyum datar, "Ada apa paman memanggilku?" Aku memang tidak tahu kenapa dia memanggilku di malam seperti ini.
"Ayo duduk dulu." Aku pun langsung duduk di sampingnya.
Dia menyodorkan beberapa kertas kepadaku, aku merasa bingung namun aku baca di dalam hati. “Maksud paman?” tanyaku setelah membaca surat itu.
“Iyah, paman membutuhkan tanah itu untuk pembangunan pabrik yang baru.”
Ternyata surat itu berisi permintaan warisan tanah untuk diubah. Aku merasa tidak menyukai permintaan paman kali ini. “Bukankah paman sudah dapatkan hak paman? Tanah ini sudah kubangun satu tahun yang lalu menjadi Rumah Baca.”
“Tanah punya paman kurang strategis. Lagi pula Rumah Baca tidak terlalu penting kan? Lebih baik berikan saja kepada paman dan silakan kamu gunakan tanah paman yang lain.”
Aku merasa mulai tidak nyaman dengan ucapan paman. Aku pun memilih berdiri dan ingin meninggalkan tempat ini.”Aku tidak akan berubah pikiran, aku harus pergi,” ucapku padanya dan kemudian pergi begitu saja.
Sungguh, jika tempat itu belum dibangun, mungkin aku akan sedia memberikannya. Namun, Rumah Baca itu sudah berdiri selama satu tahun dan telah menyisakan kenangan bagi anak-anak di sana.
Ya, aku membangun Rumah Baca satu tahun yang lalu karena aku menyukai buku novel. Aku ingin anak-anak tidak terlalu kecanduan gadget sehingga bisa mempergunakan waktunya untuk belajar bersama. Dan satu yang paling aku inginkan adalah, Syifa menjadi guru ajar di tempat itu agar bisa selalu dekat denganku.
Selama dimobil, pikiranku terus terpaku dengan kata-kata paman tadi. Kenapa dia begitu ingin membangun pabrik di sana. Dan bukankah dulu dia sempat menolak tanah itu karena tempatnya yang jauh dari perkotaan.
Tin...tin...tin...
Aku menoleh kekaca spion dimana ada sebuah mobil yang seperti mengejarku. Aku merasa mulai terjadi sesuatu nantinya. Aku pun segera menambahkan kecepatan mobilku untuk menjauh dari kejaran mobil itu. Akhirnya aku bisa menjauh dari mereka.
Titt...
Tidak, tentu tidak. Mereka yang mengejarku kini malah berada di hadapanku. Diambah suasana jalan sini sangat sepi tidak ada kendaraan lain sama sekali. Kulihat jam tangan ternyata waktu sudah menunjukkan pukul 12 malam. Aku hanya bisa memainkan dasi karena merasa sudah mulai panas. Entah siapa mereka yang berani melakukan ini kepadaku.
Mereka terlihat turun dari mobil dan ada tiga orang. Namun, aku sama sekali tidak mengenal mereka. Aku pun memilih turun dari mobil dan menghampiri mereka. “Siapa yang menyuruh kalian?” tanyaku spontan karena penasaran.
“Siapa lagi kalau bukan om kamu, hahaha!” ucap mereka yang kemudian tertawa.
Aku tidak habis pikir karena paman sampai melakukan ini. Apa hanya karena tanah tadi? “Katakan padanya, tidak bisa diubah seorang ahli waris jika dia masih hidup,” ucapku pada mereka.
Mereka malah tertawa, “Tentu saja, ini yang bos mau. Kamu harus meninggal, baru warisan itu menjadi miliknya semua.”
Aku benar-benar tidak menyangka kalau pamanku sejahat ini. Padahal sejak kecil dia merawatku sampai usia SMP. Namun ternyata dia hanya menginginkan harta orang tuaku. “Baiklah, silakan apa yang kalian ingin lakukan?”
Bruk...
Satu pukulan berhasil melayang diwajahku. Aku tidak bisa berhenti tersenyum karena pukulan ini terasa lemah sekali. “Hanya ini?” ucapku pada mereka.
Aku melepas dasiku dan membuangnya jauh. Aku hampiri kedua orang yang berani memukulku tadi. Aku tidak tahan, namun aku sabar dan berusaha menenangkan amarah. Baik, sudah lama aku tidak melakukan tinju ataupun silat. Lebih baik, aku kembali coba sekarang.
💚💚💚
Jangan lupa baca Qur'an hari ini😇
KAMU SEDANG MEMBACA
Antara Timur Dan Barat [END]✔
RomansaSeperti kisah cinta Zainab Binti Rasulullah, yang mencintai seseorang berbeda keyakinan dengannya. Namun, atas izin Allah, pada akhirnya mereka bisa disatukan. Aku pun berharap bisa seperti itu. Ketika mencintaimu, aku harus berjuang melawan kehend...