35 : PlayBack

3.8K 358 96
                                    

( A year ago )

{ ArRibaat, Maroko }

New world, new life, new destiny.

Itu yang benar-benar dirasakan Yasmine setelah kepergiannya dari Dubai, atau lebih tepatnya mungkin diusir. Karena dia dipaksa untuk meninggalkan kota kecil penuh kenangan itu.

Hamdan memerintahkan anak buah dan pilotnya untuk mengantarnya ke Indonesia, ke tanah kelahirannya.

Saat itu dia benar-benar bingung, dia tidak bisa berpikir dan otaknya buntu. Tapi dia jelas tau pulang ke Indonesia bukanlah pilihan yang baik. Bagaimana reaksi keluarganya nanti ? Dan pasti dia juga tidak akan bisa memulai hidup barunya jika dia masih terbayang akan rasa penyesalannya pada orang tuanya.

Maroko.

Entah kenapa hanya negara itu yang terlintas di benaknya. Hatinya mengatakan dia harus pergi ke tempat yang baru, tempat yang jauh dari semuanya dan juga kenangan tentangnya.

Awalnya Saif menolak ide itu. Ia diperintah Hamdan untuk mengantar Yasmine ke tanah kelahirannya, ke keluarganya. Bukan ke negara asing lainnya.

Yasmine memohon dengan sangat, sangat. Dengan air mata yang mulai kembali mengalir setelah mengering. Melihat itu membuat Saif setuju dan meminta kerja sama dengan pilot pesawat yang di gunakan mereka sekarang, Idris. Ia pun menyetujuinya dengan bujukan Saif.

Dan disinilah dia berada. Di salah satu kota teramai dan destinasi wisata di Maroko, ibukota Maroko, Arribaat.

"Yasmine, apa meja no.5 sudah kau antarkan pesanannya ?" Tepukan di bahu Yasmine menyadarkannya dari lamunannya.

Yasmine menyelipkan rambutnya ke belakang telinga.

"Ah apa sudah siap ?"

Temannya itu mengangguk dan menyerahkan nampan itu pada Yasmine.

"Jangan kebanyakan melamun" kata temannya.

Yasmine tersenyum tipis.

"Iya Aisha"

Aisha, teman pertama yang ia dapatkan di negara asing ini. Dia adalah tetangganya, ia menyewa sebuah flat kecil dan dari situ mereka berteman. Aisha begitu ramah dan sering mengantarkan beberapa masakan buatannya ke flatnya. Bahkan dari Aisha juga dia mendapat pekerjaannya sekarang ini. Seorang pelayan di sebuah cafe yang cukup ramai.

Dia bukan tidak punya uang, bukan juga khawatir akan apa yang bisa ia belanjakan. Tapi ia hanya mencari kesibukan untuk sekedar melepas kepenatan hidupnya. Untuk masalah uang, Hamdan sudah menyediakan segalanya begitu dia pergi.

Hamdan terlalu baik.

••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••

{ Dubai, UAE }

"Haha Ya Allah Hamdan, lihatlah mata pandamu itu" Ahmed tertawa melihat wajah kusam saudaranya.

Hamdan tidak menanggapinya bahkan ketika Ahmed menepuk-nepuk pipinya.

"Baru menjadi ayah beberapa hari saja wajahmu sudah kusam seperti itu. Aku penasaran bagaimana hari-hari berikutnya. Kurasa aku yang akan menjadi pangeran tertampan setelah ini" Ahmed tersenyum sangat manis pada Hamdan.

"Jangan bercanda. Standar ketampanan tidak akan turun sedrastis itu" Hamdan menanggapinya asal kemudian melewati Ahmed.

Ahmed memelototlan matanya tidak percaya.

Suddenly Sheikha (Sheikh Hamdan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang