30. PENANTIAN

1.7K 88 0
                                    

Tepat pukul 4 sore Sudiro dan Ratna datang berkunjung diikuti Fero dan Nero yang menenteng kantong kresek ditangan.

Arga tersenyum menyambut kedatangan mereka. Oh ralat, bukan mereka semua tapi hanya kedatangan orang tua Lea saja.

"Arga? Maaf ya tante udah ngrepotin" kata Risa tepat saat Arga menyalami tangannya dengan ramah.

"Ah ehm.. iya tante ngga masalah" balas Arga.

"Ga lo dicariin mama lo tuh didepan" seru Nero sambil membanting tubuhnya ke sofa.

"Hah beneran?" Tanya Arga sambil melongokkan kepalanya keluar.

"Nggak kok! Nero kamu ngga usah ngarang didepan ngga ada siapa-siapa" ujar Risa sambil menatap Nero tajam.

Nero mendengus kesal sedangkan Fero justru tertawa, menertawakan kesialan Nero.

Keadaan Risa sekarang tampak lebih baik dari kemarin bahkan wajahnya sudah kembali ceria kecuali mata pandanya yang masih belum bisa tertutup sekalipun menggunakan make up.

Untuk seukuran pria dewasa seperti Arga, walaupun tidak mengalami secara pribadi tapi ia paham rasanya menjadi Risa yang melihat anaknya terbaring sakit seperti saat ini.

Risa melambaikan tangan menyuruh Arga mendekat, tapi cowo itu malah mengangguk ramah dan berpamitan.

"Loh? Mau langsung pulang?"

"Iya om udah sore"

"Yaudah hati-hati ya"

Arga tersenyum sekali lagi sebelum meninggalkan ruangan Lea berharap Lea membalas senyumnya, namun nihil si gadis murah senyum itu kini justru terbaring tanpa ekspresi.

Nero melirik pintu sekilas saat Arga baru daja menutupnya. Pandangannya beralih ke Fero yang tampak serius dengan makanan di mulut.

"Lo beneran percaya sama orang modelan kaya dia?" Tanya Nero penasaran.

Seakan tau siapa yang dimaksud kembarannya Fero hanya mengangguk sekilas karena kini mulutnya sibuk mengunyah.

"Idih sejak kapan?"

Fero terpaksa menelan makanannya yang belum ia kunyah sebanyak 32 kali itu "Udah gue bilang sejak tadi"

Mendengar jawaban yang cukup menyebalkan, Nero tak lagi melanjutkan obrolannya percuma ngomong sama orang gangguan hati dan pikiran.

"Kalian lagi ghibahin orang ya?" Tanya Risa sambil menatap kedua anaknya bergantian curiga.

"Enggak ma cuma ngomongin bentar, lagian dosanya dibagi 2 kan sama Fero haha"

"Otak Nero ilang separo ma ikutan kecukur tadi" tutur Fero.

"Sembarangan! Otak lo tuh amblas" balas Nero tidak terima.

"Gue ngga nanya" kata Fero santai.

"Gue juga ngga" timpal Nero tak mau kalah.

"Sudah-sudah akur bentar kenapa, kuping papa sakit dengerin kalian ribut terus" tegur Sudiro yang malah membuat Fero dan Nero kembali saling sikut merasa tidak mau disalahkan.

"Wah udah adzan Nero ke mushola dulu pa" Kata Nero sambil beranjak meninggalkan ruangan.

"Ck pencitraan emang bidang lo ner" cibir Fero.

"Daripada lo calon penghuni neraka lewat jalur prestasi"

Setelah kepergian Nero muncullah seorang pria muda mengenakan jas dokter lengkap dengan stetoskop di leher.

"Perkenalkan pak, bu ini dokter Dino yang bertugas merawat Lea menggantikan dokter Nita" jelas seorang perawat yang muncul dari balik punggung dokter Dino.

"Oh mari silahkan dok" sahut Sudiro sambil mendekati ranjang Lea diikuti Dino dibelakangnya.

"Ngomong-ngomong dokter Nitanya kemana sus?"

"Dokter Nita sedang melanjutkan studynya di Singapura" jawab suster Hilda mantap.

Ketika Dino hendak menempelkan stetoskop pada dada Lea muncullah drama baru antara Fero, papa dokter Dino.

Fero terus menahan Dino agar tak menyentuh Lea, gimana mau meriksa kalo ngga boleh sentuh-sentuhan parjo!

"Minggir sekarang atau papa cabut izin kamu" ancam Sudiro sukses membuat Fero mundur secara tidak ikhlas.

Nero menoleh cepat ketika ia melihat Lea bergerak, ngga bukan bergerak tapi kejang.

Semua pasang mata menatap cemas, tak terkecuali Dino yang seharusnya sudah ambil tindakan tapi ini malah asik terbengong di tempat takut dicegah lagi seperti tadi.

"Aduh dok tunggu apa lagi itu adek gue kenapa!?" Seru Fero panik, padahal sebelumnya dia yang paling ngotot nahan-nahan Dino.

"Silahkan menunggu diluar, pasien biar saya periksa terlebih dahulu"

"Saya mohon lakukan yang terbaik dok" kata Risa penuh harap.

Dino mengangguk sebelum kembali
fokus terhadap tubuh didepannya, ia mulai memeriksa Lea dengan aman dan damai.

Dino berjalan keluar sambil memasukan sebelah tangannya kedalan kantong jas.

"Gi-gimana keadaan anak saya?" Tanya Risa tak sabaran.

"Natalea.." ujar dokter Dino menggantung.

NARAGA [OPEN PRE ORDER] #Wattys2021Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang