Revindra Side's

7K 298 8
                                    

"Vin, please."

"Gaada."

"Vin, kita gimana?"

"Selesai."

"Kamu ga mau mepertahankan kita?"

"Dengan ngorbanin hasil seleksi pusat aku? Engga."

"Revindra."

"Kita selesai, Almira."

"A, lo beneran selesai sama Almira?" Tanya Revan saat kami sudah berada di rumah.

"Ya mau gimana. Usaha gue selama 1 tahun ini harus sia sia gitu dengan mempertahankan dia yang belum tentu setia sama gue." Jawab gue malas.

Fyi, yang tadi itu Almira. Almira Natalia, pacar gue dari jaman SMP. Lulus SMP dulu, gue yang masih ala ala abg labil gamau jauh dari pacar ikut dia buat masuk ke SMA Negeri favorit yang dia incer dan gue akhirnya merelakan niat gue masuk tarnus terlupakan gitu aja.

Selama pacaran, ya biasa aja. Jalan, kadang berkedok belajar bareng. Di awal masuk SMA gue udah utarakan niat gue yang mau masuk Akpol dan dia oke banget malah. Tapi ketika gue gagal seleksi pusat di percobaan pertama, dia selalu bujuk gue buat ikut masuk ke univ tempat dia kuliah dan ke jurusan yang sama, jurusan psikologi yang bukan gue banget.

Sampai akhirnya tanpa bilang ke dia gue daftar di tahun berikutnya setelah nganggur 1 tahun. Ga nganggur juga sih, gua latihan fisik, belajar tpa ipu gila gilaan bareng adek gue yang kebetulan mau masuk Akmil. Kegagalan gue jadi cambuk banget buat dia supaya lebih bersiap diri.

Alhamdulillah, gue lolos. Ini bener bener lolos, gue resmi catar yang bakalan ikut pendidikan 3 bulan di Akmil bareng catar Akmil, AAU, AAL terus wisjur dan evolet Akpol resmi bertengger di bahu gue.

Almira, masih tetap pada keinginannya. Gue sebagai cowo juga punya pendirian. Kalo dia emang masih mau mempertahankan 'kita' ya harusnya ngertiin gue sedikit aja. Ini? Engga. Jadi ya, goodbye Almira.

"A, aa udahan ya sama Almira?" Tanya bunda disela sela makan malam kami.

"Beneran a?" Kini ayah ikut bertanya.

"Iya."

"Kenapa?" Tanya bunda.

"Ya gitu deh, bun. Kita punya jalan masing-masing." Jawab gue santai.

"Dia gamau aa masuk Akpol, bun. Maunya aa ikut kuliah bareng dia." Sahut Revan menjelaskan.

"Udah bener pilihan aa." Sahut ayah lalu terkekeh.

"Ayah soalnya dulu gitu a." Tukas bunda sedikit menghilangkan keterkejutan gue.

"Serius, yah?" Tanya Revan.

"11 12 lah sama aa kisahnya." Jawab ayah.

"Ehh tapi kok bunda bisa tau?"

"Tadi dia kesini nyariin kamu pas kamu lagi tidur. Mukanya sembab gitu, ketara banget abis nangis." Jawab bunda yang kini tengah membereskan sisa makan malam kami.

"Aa berdoa aja semoga nanti dia gak tiba tiba muncul." Sahut ayah.

"Dulu ayah gitu ya?"

"Iya. Gak banget deh pokoknya."

Hingga hari keberangkatan gue dan Revan ke magelang tiba, Almira masih terus terusan datang ke rumah dan selalu berakhir dengan jawaban bunda bahwa gue lagi tidur atau gaada di rumah.

Hari ini hari keberangkatan gue. Hari dimana gue memulai semua dengan hal baru. Rambut gue yang cukup rapih udah gaada dan gue udah pake seragam berwarna hijau army. Gue sama Revan udah kayak upin ipin disaat kayak gini.

Taruna IdamanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang