Kini lengkap sudah kehidupan Rafif dan Rana. Telah hadir seorang bayi laki-laki dalam keluarga mereka.
Revindra Saka Bramaista
Wajahnya sangat mirip dengan Rafif,ah dia pasti akan menjadi lelaki tampan nantinya.
"Cucu nenek, anteng banget tidurnya." Ucap bunda melihat Revin yang sedari tadi tertidur lelap didalam dekapannya.
"Kalo gak tidur dia mau ngapain lagi bun." Jawab Rafif malas. Ya, Rafif. Tadi dia yang tiba-tiba datang ke rumah sakit masih dengan seragam lengkap dan langsung menemani Rana melakukan proses melahirkan normalnya. Dan sekarang ia tengah berada di ranjang rumah sakit bersama Rana dengan alasan belum tidur selama perjalanan.
"Kamu takut keganggu gitu ceritanya?" Goda papah pada Rafif sementara dia semakin menenggelamkam wajahnya di leher Rana.
"Oekk oeekk." Baru aja dibilang anteng sama neneknya, si Revin bertingkah deh tuh.
"Misi dulu boleh." Ucap Rana pada Rafif.
"Bapa macem apa lo?! Awas itu anak lo mau sama ibunya kali." Kini bang Rafa angkat bicara karena Rafif hanya bergeming di posisinya.
"Bang, ihh awas. Itu baby ganteng mau bobo sama bundanya." Sahut Safira menarik Rafif dari ranjang Rana.
"Iya iya. It's time for you boy." Ucap Rafif lalu bangkit dan merebahkan tubuhnya di sofa yang ada di kamar.
"Ka, Revin aku bawa pulang ya." Ujar Safira sembari mengelus pipi Revin yang tengah diberi asi oleh Rana.
"Tanya ayahnya coba. Kalo aku sih gapapa."
"Gaada gaada." Sahut Rafif yang ternyata mendengar permintaan adiknya.
"Pelit." Nyinyir Safira dihadiahi kekehan dari seluruh orang yang ada di kamar.
"Bang, kapan nyusul?" Kini Safira bertanya pada bang Rafa yang sedari tadi fokus dengan gadgetnya.
"Ini lagi ngajakin, tunggu aja." Jawab Rafa kelewat santai.
"Ngajakin apa kamu?" Tanya ayah.
"Ngajak kawin."
"Nikah, Rafa! Ngasal kamu." Omel bunda.
"Rafa pengen cepet-cepet nih kayaknya." Goda papah.
"Iya nih, pah. Biar tidur ada temennya." Sahut Rafa asal.
"Itu guling abang anggap apa?" Tanya Safira.
"Cadangan."
"Cepetan bawa calonnya ke rumah."
"Iya iya."
3 bulan kemudian
"Yah, Rafa mau nikah." Ungkapan tiba-tiba bang Rafa berhasil membuat ayah menghentikan kegiatan mengopinya, sementara gue menatap dia penuh tanya.
"Mau nikah ama siapa lo bang?" Tanya gue berusaha mencairkan suasana.
"Maafin Rafa, yah. Maaf udah ngecewain ayah." Cicit bang Rafa dan sedetik kemudian tangan ayah sudah mendarat keras di pipinya.
"Jadi yang ayah liat di saku jas kebanggaan kamu buat suatu kesalahpahaman?!"
"Maaf yah."
"Nikahi dia 2 minggu lagi. Besok bawa ayah dan bunda ke rumah Renata." Putus ayah lalu pergi meninggalkan kami.
"Bro." Panggil gue sembari menepuk bahunya.
"Bentar lagi lo punya kakak ipar plus ponakan, Fif."
"Kok bisa?" Tanya gue pelan.
"Kemasukan setan lombok keknya gue." Jawab bang Rafa asal.
"Deh gila."