Adek kapan?

6.7K 252 3
                                    

Seminggu lalu, aa resmi menanggalkan status jomblonya karena menikahi teh Dara. Seneng sih, tapi cukup membawa malapetaka buat gue. Why? Karena kemana kaki gue melangkah pasti ditanya "Revan kapan nyusul Revin?" "Aa udah tuh, adek kapan?" "Dek, itu loh segera diresmiin tunangannya." Dan banyak lainnya.

Contohnya kayak sekarang. Akhir bulan, dan kebetulan bulan ini waktunya kumpul bareng kakek, nenek, opa, oma, wa Rafa, wa Nata, kak Ala sama Atha sama tante Fira. Ya Allah itu yang namanya pertanyaan kapan nikah bisa ditanyain sepanjang acara ke gue

"Van, kok ga diajak sih si itu?" Tanya wa Rafa yang gue tau banget nih maksud dan tujuannya.

"Siapa?" Tanya gue balik.

"Ditanya kok malah nanya balik, Van." Sahut kakek

"Emang gitu terus yah, kalo ditanyain soal Tya." Celetuk bunda berhasil membuat gue semakin di bully.

"Udah ah. Aku mau cari angin." Ujar gue bangkit dari posisi nyaman gue. Selonjoran di depan tv.

"Dih, ngindarnya ketara banget bosque." Sahut Atha. Ini anak mending jadi anak yang dingin dingin gitu dah, dibanding sekarang. Jadi lebih hangat malah otw nyinyir mulu. Banyak ngomong malah nyebelin.

"Badan gue yang bagus ini harus dijaga. Olahraga sore salah satunya." Ucap gue lalu caws keluar rumah. Gue langsung otw karena emang pas tadi gue cuma pake celana jersey selutut dan kaos polo hitam.

"Gue ikut dong." Sergah Atha.

"Ngapain? Perut lo udah membuncit ya?! Iihhh! Makanya kalo flight keluar kota jangan makan mulu." Nyinyir gue pada Atha. Ngomong ngomong dia juga udah jadi pilot di salah satu maskapai ternama, lebih tepatnya satu maskapai sama papah nya.

"Emang bawa baju dek?" Tanya wa Nata pada Atha.

"Pake bajunya Revan ajalah mah. Boleh kan teura?" Jawab Atha dan bertanya bunda. Teura itu kependekan dari ateu Rana

"Dih ga modal." Cibir gue lalu berjalan mengambil sepatu yang ada di rak taman belakang.

"Pake kaos om aja gih, kaos olahraga akpol yang putih. Ada celana trainingnya juga." Sahut ayah.

"Ada dimana om?"

"Di kamar oma."

"Oke. Makasih omra." Setelahnya Atha pun mengambil pakaian yang sudah diinstruksikan oleh ayah. Sama halnya dengan bunda, panggilan ayah juga disingkat. Omra aka om Rafif.

Setelah siap gue bersama Atha pun memulai lari sore kami. Mengelilingi komplek dan berakhir di taman.

"Lo ga bawa minum?"

"Engga." Jawab gue masih biasa aja sementara Atha udah ngos-ngosan.

"Gue haus."

"Beli tuh. Nih uangnya." Ujar gue menunjuk pedagang minuman yang biasa ada di taman dan memberikan selembar uang 10.000.

"Nih sama kembaliannya juga." Ucap Atha yang kembali dengan 2 botol air mineral.

"Van, lo ada niatan nikah ga sih?" Tanya Atha tiba tiba.

"Ya ada lah. Aa aja udah."

"Kapan? Nunggu naik pangkat?"

"Nah itu yang gue pikirin. Kalo gue nikah sekarang, kan gue bakalan tinggal di asrama tuh sama Tya."

"Lah terus?" Potong Atha padahal gue belum kelar ngomong.

"Dengerin dulu anju."

"Iye bang kopassus. Maap."

"Gue masih letda, Tha. Testi dari rekan rekan gue soal tinggal di asrama dengan pangkat lo yang belum lumayan itu cukup keras."

"Goblok!"

Taruna IdamanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang