|00| Prolog

8.4K 598 5
                                    

"Teh melati favorit lo, tuan putri." Laki-laki itu meletakkan secangkir teh hangat di depannya.

"Terima kasih, pangeran," katanya yang langsung membuat mereka berdua tertawa.

Laki-laki berambut keriting itu mengambil kursi dan duduk di depannya. "Spot favorit lo nggak pernah berubah ya." Perempuan itu tersenyum menanggapi. "Kalau hati lo gimana, masih sama atau sudah berubah?"

Senyuman di bibir perempuan itu memudar. Ia menatap minuman favoritnya di atas meja. Mengaduk-aduk, membuat melati di dalamnya berenang memutar.

"Kenapa? Pertanyaan gue susah banget dijawab ya?" sambungnya saat perempuan di depannya memilih untuk diam.

Perempuan itu menghela nafas, melempar pandangan ke luar jendela sebentar, sebelum menatap laki-laki di depannya. "Kalau gue bilang ... hati gue nggak pernah berubah, apa lo akan percaya?"

"Meskipun gue yang duduk di depan lo saat ini?"

Perempuan itu mengedikkan bahunya.

"Meskipun gue lebih ganteng dari dia?"

Perempuan itu memicingkan matanya.

"Meskipun karir gue lebih bagus dan masa depan lo terjamin kalau sama gue?"

Perempuan itu tidak menjawab, tidak perlu, karena laki-laki di depannya mengetahui jawabannya hanya dengan melihat matanya saja.

"Oh, jadi, gue cuma pelampiasan saat lo kesepian saja. Thank you."

Kalimat penuh cemburu itu membuatnya jadi tertawa. "You're welcome."

Laki-laki itu terlihat merajuk, dan itu membuatnya tidak bisa menahan senyum. "Thanks, lo sudah mau temani gue ke sini."

"Lo pikir cuma dia doang yang selalu ada untuk lo? Lo terlalu lambat menyadari keberadaan gue."

"My mistake, sorry."

"Ckck, kenapa lo selalu lambat dalam segala hal sih?"

"Jangan ngejek gue."

Laki-laki itu mengerakkan telunjuknya ke kiri dan kanan secara berulang. Menegaskan kalau ucapannya tidak ada maksud mengejek sama sekali. "Meskipun gerak lo lambat, tapi nggak ada kata terlambat untuk memulai kembali."

Mereka saling melihat satu sama lain. Seolah-olah hanya dengan tatapan saja, mereka bisa membaca pikiran satu sama lain. "Hari ini hujan," katanya, "Seseorang pernah bilang sama gue, kalau hujan turun ke bumi untuk menghembus rasa rindu di hati para manusia. Do you believe that?"

"Kata siapa?"

"Coba tebak?"

Satu nama terlintas di benaknya, tapi ia memilih diam. Jantungnya mulai berdebar lebih cepat. Untuk mengatasinya, ia mencoba menetralkan dengan mengambil minum.

"He misses you."

Gerakannya menyesap teh terhenti seketika mendengar kalimat itu.

"Gue harap lo mengerti kalau yang ia lakukan di masa lalu, semua itu karena ia ingin melindungi lo."

Enam tahun lalu, ia jatuh cinta.

Enam tahun lalu, ia merasa sangat bahagia.

Enam tahun lalu, ia juga merasa kesedihan mendalam.

Kursi, meja, teh melati, hujan, dan kaca berembun seperti proyektor yang sedang memutar video dokumenter hitam putih.

Untuk semua hal yang telah terjadi, mundur sebentar untuk melihat masa lalu bukanlah sebuah kesalahan. Masa depan tidak akan ada tanpa masa lalu.

Dan kisah ini pun bermula di sini.

Kafe Pelangi, 2013. 

 

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Hello, Rain!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang