Bab 9

7.1K 540 16
                                    

Kiranya sudah lebih dari setengah jam mobil milik ibu Ghania terparkir di depan pagar rumah tempat tinggal gadisnya. Iya Azri yang menyupirinya, laki-laki itu melarang keras Ghania membawa mobil. Cukup kemarin gadis itu nekat mengendarainya. Keduanya masih setia di dalam mobil, entahlah Ghania yang memintanya.

Ghania memandang takut rumah yang sejak 13 tahun lamanya ia tinggali, duh nyalinya benar-benar menciut saat ini. Bagaimana ini? Apakah dia bisa menghadapi kemarahan ibu-nya nanti. Ghania merasa dia sudah di luar batasan.

Tahu akan situasi ini Azri mengambil tangan kanan Ghania yang sedari tadi saling bertaut mengepal, mendekatkan ke mulutnya dan mengecupi buku jari mungil dan berisi milik gadisnya. Tangannya mengeluarkan keringat dingin, Azri jadi tidak tega. "Biar mas aja yang masuk sekalian minta maaf sama ibu. Ghania disini saja, boleh keluar kalo situasi-nya sudah memungkinkan hm." Azri mencoba memberi keringanan, dia tahu betul bagaimana jadinya jikalau Ghania ikut andil menghadapi ibunya sendiri.

Ini kan juga kesalahannya, kalau saja dia tidak selabil kemarin memutuskan untuk menghilangkan kecemburuannya dengan meminum alkohol, Ghania tentu tidak nekat menyusulnya dan berakhir tidur di ranjangnya.

Tentu saja Ghania langsung menolak, gadis itu berusaha menormalkan nafasnya yang memburu. Menghirup nafas dalam-dalam dan mengeluarkannya perlahan, sumpah Ghania benar-benar gugup. "Kita hadapi ibu bersama-sama saja ya mas, Ghania juga harus menjelaskan ke ibu tentang apa yang terjadi."

Dan Azri hanya mampu mengangguk meng-iyakan keputusan Ghania. Ya sebaiknya mereka berdua menghadapinya bersama-sama, apapun yang terjadi harus tetap bersama.

Kedua sepasang kekasih itu akhirnya keluar dari mobil, langkah kakinya membawa masuk ke dalam, melewati pagar besi terlebih dulu sebelum mereka sampai tepat di depan pintu kusen jalan masuk menuju dalam rumah itu.

Entah sejak kapan tangan keduanya sudah saling bertaut, Ghania bahkan tidak sadar kini sedang meremas kuat tangan pacarnya. Lebih tepatnya mungkin Ghania sedang menyalurkan ke-gugupannya.

"It's ok Ghania, everything is gone be okay. I'm in here with you. Always." Tidak cuman sekedar ucapan penenang, Azri benar-benar serius mengatakan itu.

Sedikit berhasil dan membuat Ghania berangsur-angsur tenang memang. Memberanikan dirinya kini tangan kananya mulai terangkat bermaksud mengentuk pintu. Tetapi sebelum itu terjadi sudah ada seseorang yang membuat pintunya terbuka terlebih dahulu dari dalam, sosok yang menjadi sumber ketakutannya muncul. Itu ibunya.

Meneguk ludahnya susah payah Ghania mulai berbicara, "Ghania pulang."

Dengar raut wajah terkejut sekaligus lega, ibu Ghania langsung saja merengkuh tubuh anaknya ke dalam pelukannya. Wanita paruh baya itu tidak kuasa menahan harun kala anak gadisnya akhirnya berada di dekapannya saat ini.

Ghania tentu saja terkejut, tidak menyangka respon ibu-nya seperti ini. Dia kira akan langsung dimarahi, atau mungkin belum.

"Syukurlah sayang akhirnya kamu pulang, dari mana saja kamu heh!" bentak beliau di akhir kalimat, siapa yang tidak khawatir jika satu-satunya orang yang kau miliki hilang begitu saja. Ibu Ghania cemas, sedih dan tentu saja marah. Siapa yang bisa ia tanyai dan hubungi dimana keberadaan anaknya? Beliau tidak tahu menahu teman-teman Ghania. Atau mungkin Azri?

Satu nama itu membuat ibu Ghania langsung mengambil kesimpulan, matanya kini beralih menatap laki-laki di samping anaknya, sorotnya kentara tidak menyukai laki-laki bertato itu.

Ghania berdehem berusaha menghentikan ajang saling tatap laser keduanya. "Bu Ghania minta maaf, Ghania kemarin--

"Diam! Masuk ke kamar se.ka.rang!" titah ibu-nya tidak terbantahkan.

Ghania menggeleng panik. "Engga bu Ghania mau jelasin dulu sebener---

"GHANIA! MASUK!" Kali ini ibu Ghania tidak main-main, beliau benar-benar marah saat ini. Berani sekali Ghanianya melawan perintahnya, ini semua sebab anaknya berhubungan dengan laki-laki buruk di depannya. Ghania jadi susah diatur dan seringkali melawan omongannya.

Azri yang sedari tadi sengaja diam mulai naik pitam juga, apa-apaan ini, tidak seharusnya orang tua itu memarahi Ghanianya. Memang dia ibu-nya tapi tetap saja Azri tidak terima. Ghania sudah seperti kristal yang sangat Azri jaga hati-hati, tergores sedikit saja akan ada konsekuensi yang orang itu dapatkan. Azri menyeringai dalam diam, lihat saja nanti.

"Tunggu, biar saya yang menjelaskan. Saya mohon ibu mau mendengarkannya," Azri memintanya sangat, mata laki-laki itu kini beralih menatap mata berkaca-kaca milik gadisnya. "Dan kamu Ghania turuti apa kata ibumu, masuk dan semuanya pasti akan baik-baik saja. Percayalah."

-Revisi done-

Percayalah ini ngegantung hwhwhwhwh. Sengaja wlee:v

Terbiasa dengan stucknya ide sampai situ doang, sedang tidak mood saja tapi dipaksain.

Cover baru, hasil maksa bikinan @Nathagry hoho big thanks for her:)

Don't forget to vote dan komen sekalian kalo udh pada baca ya. Plis aku tukang ngemis voment:v

Tbc

Tattoes? No problem Or Problem?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang