Bab 4

8.9K 668 14
                                    

Tidak terasa mobil yang Azri kendarai sampai juga di sekolahan gadisnya. Bukannya lekas turun justru Ghania masih setia duduk di mobil. Gadis itu penasaran kenapa pacarnya tampil formal sekali, jangan sampai dia lupa menanyakan hal itu.

Azri mengernyitkan dahinya heran, tangannya terulur menyentuh kening gadisnya yang berkerut. Sedang memikirkan sesuatu kah? Apa gadis itu tidak sadar mobilnya telah berhenti di sekolahannya.

"Kamu ngga mau turun? Masih betah sama aku aja rupanya ya hm." Azri menggoda Ghania dengan menciumi pipi gembul pacarnya bahkan sesekali di hisap-nya dari samping. Tidak memperdulikan dimana mereka berada saat ini. Tenang saja mobil yang Azri punya kacanya tidak bisa tembus pandang dari luar. Jadi aman saja.

Ghania yang diperlakukan seperti itu mulai tertawa geli, dia menonyor-nonyor muka pacarnya supaya menjauhi wajahnya, "Awas Mas ah! Aku mau nanya sesuatu dulu ih." Sekuat tenaga Ghania tidak tertawa keras, takutnya kedengaran sampai luar mobil ini. Kan dia yang malu nanti.

Azri tidak memperdulikan ucapan Ghania. Bahkan dengan beraninya sekarang laki-laki itu mulai menciumi ceruk leher pacarnya yang seputih susu. Ah dia menyukai aroma parfum pacarnya, apel. Manis dan selalu membuatnya mabuk.

Tanpa sadar Ghania melenguh geli. Membuat reaksi lain pada Azri, dengan gencar dia mulai menciumi bagian lain tubuh pacarnya. Sasarannya kali ini adalah bagian kenyal dan berwarna merah muda natural tanpa polesan lipstik.

Detik berikutnya bibir mereka bertemu. Ghania tidak bisa mengelak, tubuhnya sudah dipindahkan dengan mudah oleh Azri ke pangkuan laki-laki itu.

Mereka berciuman di depan sekolahnya astaga! Ghania takut jika ada seseorang dari luar mobilnya melihat adegan mesum ini.

Azri mulai mencecap bibir atas dan bawah Ghania secara bergantian, lidahnya kini mencari pasangannya. Ah! Dia mendapatkannya, keduanya saling bertarung. Bedanya Ghania tidak ahli dan hanya sesekali mengikutinya... Azri yang paling gencar melakukan ini.

Tidak terasa adegan mesum ini berlangsung selama 10 menit. Ghania yang mulai kehilangan nafas mendorong dada bidang pacarnya dengan keras. Sempat kesulitan karena Azri tidak melepasnya tautan mereka, tapi syukurlah erangannya membuat laki-laki itu sadar dan menjauh. Hanya beberapa senti dari bibirnya.

Ghania terengah, "Kamu ganas, aku takut ih."

Azri mengusap bibir gadis-nya yang memerah dengan jempolnya. Mengecupnya sekali lagi kemudian laki-laki itu kembali memindahkan duduk Ghania di tempat semula. Bahaya jika terus berdekatan, takutnya terjadi hal lebih dari tadi.

"Bahaya bagaimana? Salah siapa kamu kelihatan sangat menggoda pagi ini? Ah tidak sebenarnya setiap hari kamu memang menggoda imanku," jawab Azri geli.

Mendengar gombalan itu Ghania berdecih, "Dasar mesum."

Laki-laki itu tersenyum, paginya kini banyak diisi senyuman.Berkat Gadisnya dia seperti mendapatkan kekuatan, "The Power Of Kiss."

"Yaudah masuk ke kelas sana. Nanti kamu telat lagi. Kegiatan kita tadi sepertinya menguras sedikit waktu, apa sebaiknya kita ulangi saja sampai bel masuk sekolah berbunyi?" ucapnya sensual, mau tak mau membuat Ghania bergidig ngeri. Seperti singa ganas yang ingin memangsa saja ekspresinya saat ini. Lantas dengan terburu-buru Ghania keluar dari mobil.

Melihat itu Azri tertawa. Baru saja diancam untuk berciuman sudah ketakutan begitu, bagaimana dengan hal yang lain. Sial jangan sampai organ bawahnya bereaksi lagi nanti. Dia jangan sampai kelewatan, jangan. Ghania masih harus menikmati masa mudanya, ya walaupun nanti dipastikan Ghania hanya bersamanya, untuknya. Ghania memang miliknya.

Mengklakson, Azri mulai menjalankan mobilnya meninggalkan Ghania yang melambai-lambai di belakangnya.

Melihat mobil pacarnya yang mulai menjauh Ghania memasuki sekolahannya dengan hati yang riang, tanpa sadar dia memegang bibirnya. Masih terasa ciuman tadi. Bibir keras laki-laki itu beradu dengan bibir penuh dan lembut miliknya. Ghania menggeleng mengenyahkan potongan adegan barusan. Dia harus fokus sekolah, seperti kata ibunya... sebentar lagi Ujian Kelulusan... dia harus lulus.

Ghania menepuk jidatnya, dia lupa menanyakan mau kemana pacarnya tampil formal, tidak biasanya dia berpakaian seperti itu. Astaga! Kegiatan tadi membuatnya lengah.

****

Azri tersenyum miring menatap gedung tinggi di depannya ini. Kelihatan mewah dan berjaya, huh benarkah? Banyak penjahat yang bekerja di sini. Menurutnya.

Laki-laki itu memasuki dalam gedung ini dengan gaya angkuh, matanya begitu bosan memandang para pekerja kaum hawa yang menatapnya lapar. Azri berdecih, mereka lebih cocok bekerja di Club malam saja. Tubuh Ghania jauh lebih seksi dan sintal daripada tubuh ber-silikon milik mereka.

Kakinya melangkah menuju gedung teratas perusahaan ini. Azri menaiki lift terlebih dahulu. Dia tidak perlu meminta izin dari siapapun. Orang tua itu sendiri yang menyuruhnya. Azri harus segera menemuinya dan urusannya akan cepat selesai. Dia muak berada di sini. Lebih baik waktunya bersama dengan Ghanianya--dia rela seharian di sekolahan.

Lift berdenting dan terbuka, dia sudah sampai langsung di depan pintu besar pemilik perusahaan ini. Tanpa mengetuk Azri masuk ke dalam. Disana laki-laki dengan umurnya yang tidak lagi muda berdiri menghadap jendela besar. Otomatis membelakangi Azri.

"Duduklah," ucap orang tua itu. Beliau sudah tahu kedatangan putranya sedari tadi. Hanya ingin mengulur waktu saja.

Azri menurut duduk di sofa. "Langsung saja. Apa yang ingin Papa bicarakan." Sudah bilangkan dia tidak ingin berlama-lama disini.

Orang yang disebut Papa membalikan tubuhnya, beliau menatap Putranya yang tidak lagi bocah kecil. Pertumbuhannya sangat tidak terasa. Atau beliau saja yang tidak memerhatikannya? Bolehkan sekarang pria paruh baya itu menyesal.

Masih dalam posisi berdiri pria paruh baya itu menarik nafas dalam... mengeluarkannya dan beliau mulai berbicara, "Papa ingin kamu meneruskan perusahaan papa yang ada di Amerika sana. Bisakah."

Sudah Azri duga, bodoh sekali dia mau saja datang kemari. Tujuan ayahnya masih tetap sama, menjadikan putranya sebagai media penerus. Tanpa sadar Azri tertawa sinis, "papa tahu aku bertato, sangar dan----

"Tidak masalah." Pria paruh baya itu menyela, "Justru itu poin utamanya. Kamu bisa ditakuti banyak pegawai, selain itu kamu tegas, berpendidikan... kurang apa lagi?" sambungnya.

Kali ini perut Azri benar-benar terasa geli. Azri berdiri dari duduknya laki-laki itu melangkahkan kakinya menuju pintu keluar ruangan itu. Sebelum benar-benar keluar... di ambang pintu Laki-laki itu berkata,

"Papa sudah tahu jawabannya. Azri punya kehidupan sendiri, karir sendiri dan bahkan cintanya sendiri. Aku berusaha untuk melakukan apapun sendiri. Jadi sekarang Papa harusnya tahu dan sadar."

Setelah mengatakan itu Azri langsung keluar dari ruangan... sedikit membanting pintu. Menyisakan Papanya yang tersadar akan ucapannya.

Ya seharusnya pria paruh baya itu tidaklah menganggu kehidupan anak-nya. Ini lah akibat-nya membiarkan putra-nya tumbuh dengan pundi-pundi uang-nya tanpa kehadirannya.

-Done revisi-

Semoga paham maksud cerita di atas:'). Lumayan banyak 1004 word.

I can waiting for the readers to read my first story:')

Tattoes? No problem Or Problem?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang