Bab 23

4.6K 353 9
                                    

Suara isakan serta deru nafas memburu, mengalun terus di dalam bilik wc ini. Ghania tidak tahu apa yang sedang terjadi saat ini. Seolah mimpi, bertemu kembali dengan laki-laki yang--entah, walau nyatanya Ghania belum melihat jelas.

Ghania tidak mungkin salah, gadis itu paham betul aroma serta aura laki-laki itu. Mereka berada pada posisi terdekat, zona bahaya menurut Ghania.

Lalu beberapa saat kemudian lampu wc ini menyala, terang hingga membuat mata Ghania menyipit sebentar. Meskipun begitu, air matanya tidak henti untuk keluar. Ghania ketakutan.

"Lama tidak berjumpa dan kamu semakin cantik saja, sayang." Suara bass itu lagi, berada tepat di telinga sebelah kiri Ghania. Gadis itu tidak berani hanya sekedar menengok, tetapi dari sudut matanya Ghania tahu, bahwa laki-laki ini mengenakan outfit serba hitam.

Ghania menahan napasanya sebentar, saat laki-laki ini berpindah dari samping tubuhnya menuju tepat di depannya. Dengan tidak malunya laki-laki itu mengurung Ghania, menumpukan tangannya di sebelah masing-masing tubuh Ghania. Kembali Ghania merasa ketakutan.

Azri... laki-laki itu. Menikmati moment bagaimana gadisnya menangis sambil ketakutan. Huh! Belum sembuh juga, tetapi masa bodoh! Ini sudah waktunya Azri mengambil kembali, miliknya. Waktu 3 bulan tidak lah sebentar, Azri bahkan butuh sedikit perencanaan seperti saat ini meneror Ghania lewat pesan dan berakhir mengurungnya di sini. Di closet, memang tidak etis tetapi mau bagaimana lagi, Azri tidak bisa berpikiran jernih.

Memberanikan diri, Ghania mendongkak-kan kepalanya. Sekarang wajah keduanya tampak sejajar. Keberanian Ghania yang tadinya sudah terkumpul sempurna, menguap begitu saja. Mata elang di depannya begitu mengintimidasi, membuat Ghania jatuh ke dalamnya. Seakan benar-benar merasakan betapa gelapnya tatapan itu. Ghania baru menyadari, dia benar-benar telah berubah.

"Kenapa?" Ghania bertanya parau, hanya kata itu saja yang berhasil gadis itu lontarkan. Perasaannya sangat kacau, mulutnya bahkan tidak bisa di ajak singkron, nyatanya banyak sekali yang ingin Ghania katakan.

Azri tersenyum miring, tangan kanannya ia larikan mengelus pipi sang gadis. "Kenapa apa, hm," jawab Azri kemudian, sedikit mempermainkan Ghania.

Jujur, ingin sekali Ghania menampar wajah sok malaikat di depannya ini, jelas bukan jawaban itu yang ingin Ghania dengar. Lalu dengan kasar, Ghania menampik tangan besar yang masih setia mengelus pipinya bebas.

Mendapat penolakan seperti itu membuat Azri menegakan badannya dan sedikit mundur ke belakang dengan gerakan dramatis. "Woah! Tenang sayang," ucapnya sambil terkekeh geli.

Ini bukan Azri, pikir Ghania.

Beberapa detik berikutnya kekehan geli itu, lenyap, digantikan dengan raut wajah serius serta kedua bibirnya yang mengetat hingga gemletuk giginya bisa Ghania dengar.

Dia seperti memiliki ke-pribadian ganda. Begitu pikir Ghania.

Azri kembali melangkah mendekati Ghania yang masih setia pada posisinya. Gadis itu tidak lagi menangis tetapi, wajahnya yang tampak ketakutan itu masih tetap ada.

Kali ini kedua tangan Azri menangkup lembut setiap sisi kepala Ghania, matanya yang tadinya berkilat marah, sekarang tergantikan dengan sorot mata lembut. Membuat Ghania tertegun untuk sesaat, sorot ini sama seperti pertama kali mereka bertemu dan berakhir menjalin hubungan.

"Kamu tahu sayang, mas tersiksa selama beberapa bulan ini. Dan semakin tersiksa saat mas nekat bertemu denganmu dengan keadaan dan tempat yang bisa di katakan tidak bagus," ucapnya sedih, mata laki-laki itu mentapnya terluka. Ghania bisa merasakan bagaimana sakitnya, hanya dari kata-kata dan tatapannya saja.

Tattoes? No problem Or Problem?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang