Bab 29

4.3K 310 24
                                    

2 Tahun kemudian

Apa yang terjadi sebelumnya hendak lah tidak perlu disesesali. Bukannya tidak mau mengakui jikalau pengorbanan yang ia lakukan semata-mata untuk keselamatan serta ketenangannya yang sampai detik ini masih dia rasakan. Tetapi berkabung terlalu lama tidak lah baik untuk kelangsungan masa depannya. Ghania berterima kasih untuk Azri, laki-laki pertama yang mampu menarik simpatinya hingga berakhir jatuh cinta kepada dia.. mungkin sudah terlalu dalam hingga setiap langkah, bayangnya selalu ada.

Kepergiannya.. tidak serta merta membawa cintanya, rasa itu masih tetap lah ada. Abadi, hingga akhir hayat. Ghania sudah berjanji, ingin menunggunya kembali sampai gadis itu sudah jelas tahu bahwa pemilik kunci hatinya.. telah memiliki tambatan hatinya sendiri. Atau jika sang pencipta memang menjodohkan ke duanya.. mereka akan dipertemukan di keadaan yang sama. Sendiri untuk menunggu atau memilih tetap sendiri karena merasa sedang ditunggu.

Jika harapannya tak sesuai dengan kenyataan, Ghania juga berjanji.. tidak akan berharap lagi sekaligus akan menghilang dari kehidupannya. Sangat jauh.

Menghembuskan nafasnya lewat mulut, Ghania kembali membuka matanya yang tadi sempat terpejam. Kedua tangannya yang bertumpu di samping tubuhnya kini beralih memegang kedua kakinya yang menekuk ke depan.

Sejuk... itu yang Ghania rasakan, sehabis presentasi bersama teman-temannya tadi---dalam menggarap suatu projek yang dikerjakan secara berkelompok, dirinya merasa pusing tujuh keliling. Nyatanya meskipun dikerjakan secara bersama otaknya lah yang terus andil menyusun ini itu sampai ke tahap finish. Makanya duduk di taman yang letaknya masih satu daerah kampus sini memang benar manjur menetralkan otaknya yang panas akan hapalan materi yang ada di dalam projek itu.

"GHANIA!" teriakan toa nan ngegas dari belakang tubuhnya, membuat Ghania enggan menengok kebelakang. Tidak perlu melakukan itu karena nyatanya orang yang memanggilnya kini tiba-tiba mendekap tubuhnya dari belakang.

"Miss you, dear... mumumu," ucapnya mesra, bibirnya tak luput menciumi rambut Ghania yang sebeneranya sudah 2 hari belum dikeramas. Ghania bergidig geli saat dia lama melakukan hal ini

Iuhh!!

Ghania mengibaskan tangannya ke atas berusaha menyingkirkan orang itu, tubuhnya memutar ke sebaliknya, dimana seketika itu wajah berseri milik sahabatnya menjadi penyambutnya, moodnya sedang baik berarti. Berbanding terbalik dengan mood Ghania saat ini. "Apaan si Suha, malu tau," rajuknya, Ghania bahkan tak segan menonyor muka sahabatnya yang terus saja tersenyum seolah meledeknya.

Bukannya marah, Suha justru tertawa geli atas kelakuan sahabatnya. Raut wajah Ghania yang jelas sudah kelihatan, lelah, letih, lesu---ah satu definisi itu lah, memang menjadi hiburan tersendiri baginya. "Gimana sama presentasi tadi? Wokeh tenan to? Ghaniaku pasti berusaha banget dapetin nilai A+ dong, hm." Suha berujar sambil menaik turunkan kedua alisnya.

Yang ditanya malah mengedikan kedua bahunya, Ghania beralih berdiri dari duduknya. Melihat itu Suha menggelengkan kepalanya tanda menyerah. Kalau sedang bad mood, Ghania memang tak segan cuek terhadap siapa pun, termasuk Suha.

Ghania menatap sahabatnya yang masih setia duduk dibawah, gadis itu mengulurkan tanganya, "Ayok, anterin aku pulang ya. Lagi males naik taksi, angkutan, dijemput ibu juga. Lagi pengen dianterin Suha, bisa kan?"

Tanpa pikir panjang, Suha menerima uluran tangan Ghania, menariknya lumayan kuat hingga tubuh Ghania hampir saja terjungkal ke depan kalau saja Suha tidak menahannya. Ghania tidak sempat memprotes karena Suha sudah duluan merangkulnya sambil berajalan menggiringnya menuju tempat dimana motornya diparkirkan. "Apa sih yang ngga buat Ghania, bila perlu... tiap hari kamu aku gendong kalau mau berangkat kuliah," ucapnya sok kuat.

Tattoes? No problem Or Problem?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang