Bab 33

4.5K 325 34
                                    

Benarkah?

Mata Ghania terus saja berkedip, entah sudah ke berapa kalinya. Wajahnya juga tampak cengo, sedari tadi. Kalau saja tubuhnya tidak diguncangkan terus, berkali-kali. Ghania yakin, gadis itu terkurung terus bersama lamunannya.

"Dimakan, jangan melamun terus." Piring besar itu, kembali di dorong ke hadapan Ghania, dimana di atasnya terdapat makanan yang sangat gadis itu sukai. Bahkan sebelumnya dia rela hingga berdesak-desakan demi mendapatkan sate-lontong ini. Bukan lebay, memang begitu kenyataannya. Dan sekarang, tanpa perlu mengantri lagi, makanan kesukaannya telah siap tersaji di depannya dengan porsi yang tidak main-main banyaknya.

Masalahnya, datangnya dia tiba-tiba membuat selera makannya menguap begitu saja.

Melihatnya terus saja diam tanpa ada niatan memulai acara makannya. Laki-laki itu mengambil satu tusuk satenya, di sodorkannya ke hadapannya tepat pada mulutnya. "Makan," ucapnya bagai perintah.

Ghania terpanjat kaget, sungguh gadis itu merasakan raganya disini tapi pikirannya melayang ke mana-mana. Ghania masih tidak percaya, di-dia, disini! Berada di radius terdekatnya! Bahkan berbicara padanya!

Tidak, Ghania menggeleng. Gadis yang wajahnya tertunduk itu kembali menghadap ke depan. Dimana, wajah rupawan milik laki-laki itu langsung menjadi pusat perhatiannya.

"Kenapa?" Ucapnya dengan suara mencicit. Memberanikan diri, Ghania menatap laki-laki itu tepat pada kedua bola mata khas orang asingnya, tidak seperti Ghania yang mempunyai netra khas orang pribumi, Indonesia. Hitam pekat, berbanding terbalik dengannya yang berwarna hazel.

Dia-Azri, menghela nafasnya kasar. Tangannya mengusap wajahnya frustasi, sudah dia duga. Memang salah menemuniya saat ini, time-nya sangat tidak tepat. Tetapi jika tidak begitu, gadisnya bisa kenapa-napa di stand makanan, sialan! Itu.

Azri membalas balik tatapan Ghania, memberanikan diri tangannya terulur mengambil kedua tangan Ghania yang saling bertaut di atas meja. Menggenggamnya dengan remasan lembut membuat si empunya, kembali terkejut dan Azri tidak peduli itu.

"Aku akan menjelaskan, semua yang ingin kamu ketahui, semua yang masih mengganjal di hatimu karenaku. Ghania, jadi... tolong. Makan dulu, ya," mohonnya. Mata Azri begitu lekat menatap Ghanianya, berusaha terlihat meyakinkan dengan tatapan itu.

Yah, sebenarnya sekarang keduanya berada di tempat angkringan yang menjualkan sate-lontong. Letaknya berada di pinggir jalan, menurut Azri sangat tidak higenis, tetapi mau bagaimana lagi. Disini paling dekat dengan perkomplekan rumah gadisnya, utama... disini sepi pelanggan. 

Di tatap seperti itu membuat Ghania salah tingah sendiri, "ba-baiklah, tetapi ini..." Ghania menatap kedua tangannya yang masih di gengam erat Azri. "Lepaskan."

"Ah, ya." Azri tersadar, kemudian tangannya menyingkir dari sana. Setelah itu, baru lah dengan lahap Gahania memakan sate-lontongnnya dengan Azri yang terus saja memperhatikannya. Sesekali tangan Azri bergerak mengusap bumbu kacang yang menempel di sudut bibir Ghania. Membuat Ghania dibuat tersipu malu.

Benar-benar, Azri membuat 2-3 pelanggan yang baru datang, iri melihatnya seperhatian itu terhadap seorang gadis. Mereka berasumsi bahwa cinta bisa membuat manusia bertindak demikian. Dan pemikiran mereka benar, Azri memang teramat sangat mencintai, Ghania.

*****

Posisi Ghania saat ini adalah terkurung, diantara kegugupannya, kegelisahannya serta emosinya. Ghania ingin berteriak keras kala tubuhnya di dorong paksa untuk memasuki mobil laki-laki itu. Mobil yang sama saat pertama kali Ghania mengenalnya dalam artian... lebih dekat.

Tattoes? No problem Or Problem?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang