Bab 36

3.8K 276 17
                                    

Ghania tahu, dia salah. Membolos di jam mata kuliahnya yang ke 2 sampai selesai... mungkin urusannya ini akan memakan waktu lama. Serta ikut melibatkan sahabatnya di kubangan sama. Memang menambah dosa tersendiri bagi Ghania.

Iya tau, Ghania sekarang berubah jadi badung... demi menuntaskan rasa penasarannya pada seseorang yang dengan cara paksa, telah mengambil separuh hatinya. Ghania rela, membonceng Suha menuju apartemen Azri.

Isi pesan itu memang sukses membuat Ghania terpengaruh, hanya teks saja. Tetapi terasa seperti kata-kata yang terus saja terngiang di telinganya.

Ghania menepuk bahu Suha di depannya. "Bisa ngga? Laju motornya di percepat?" tanyanya, suaranya terdengar gemetar.

Mendengar itu Suha menggeleng. "Ngga bisa! Ini aja udah cepet banget, Ghania. Aku tau kamu khawatir, tetapi tenang aja. Semua bakal baik-baik aja ya!" jawab Suha dengan intonasi suara yang ditegaskan, demi menenangkan Ghania Suha mau tidak mau mengatakan itu. Nyatanya dirinya saja masih ragu.

Menghela nafasnya kasar, Ghania bahakan tidak bisa tenang barang sejenak saja.

Hatinya merasa was-was, takut, ketar-ketir. Semuanya campur aduk jadi satu. Pikirnya, kenapa Azri melakukan perbuatan keji, tak bermoral, biadab itu lagi? Kenapa?

Di benak Ghania terlalu banyak kata kenapa dan mengapa. Sampai tak sadar bahawa sudah puluhan menit, motor yang Suha kendarai telah sampai tujuan. Tentunya, berkat bantuan petunjuk yang Ghania katakan sebelum lajunya kendaraan motor ini.

Karena saat diperjalanannya, Suha tidak yakin bahwa Ghania bisa menunjukan arah dengan benar. Nyatanya terbukti kan. Selama di perjalanan, Ghania lebih banyak diam dan melamun.

Menghela napas berat, Suha berusaha menyadarkan Ghania dari lamunannya. Dia menggoyangkan motornya, cukup kuat dan berhasil juga membuat Ghania sadar.

Sebelum mendapatkan semprotan dari mulut Ghania, Suha berkata duluan, "udah sampai!"

Lalu, mata Ghania yang menyorot tajam sahabatnya. Beralih menatap sebelah kirinya, terlihat jelas gedung besar nan tinggi ini adalah apartemen milik Azri seluruhnya. Dari lantai atas hingga bawah, sekaya itu kan dia.

"Ghania, kamu yakin? Apa sebaiknya kita ngga usah masuk aja ya? Kayaknya nih dari penerawanganku, akan ada sesuatu yang ngga enak terjadi di apartemen pacarmu deh. Pacar? Astaga aku bahkan geli mengatakannya, Ghaniaku sudah sering disakti masih aja mau balikan sama dia. Se tampan apa sih--

Ghania menyela, "Diem, jangan banyak omong. Kamu ngga perlu pertanyakan setampan apa dia. Yang terpenting sekarang, aku ingin membuktikan bahwa pesan seseorang itu tidak benar adanya. Dan juga, ngga usah nerawang. Kaya mbah dukun aja suka nerawang. Ah ya satu lagi, ngga ada kata kita. Cuman aku aja yang masuk ke dalam, kamu tunggu di luar buat jaga-jaga aja
."

Setelah mengatakan itu, tanpa ragu Ghania masuk ke dalam apartemen Azri. Meninggalkan Suha yang diam tak berkutik di atas motornya.

Jaga-jaga aja? Memang Suha anjing penjaga apa? Aishh! Pedas sekali sindiran Ghania itu.

*****

Tubuh orang itu kembali terpental dengan kerasnya ke dinding dan berakir jatuh ke lantai. Manusia di ciptakan hanya memiliki satu saja nyawa, tetapi mungkin orang ini mirp-mirip kucing yang memiliki banyak cadangan nyawa. Tertawa, Azri sungguh harus mempercayainya.

Azri mendekati tubuh lemah nan tak berdaya orang itu, melengkungkan tubuhnya, laki-laki itu mentertawakan ekspresi mangsanya yang bisa di katakan. Aneh.

Bukannya mengerang sakit, justru dia tertawa merasakan setiap luka yang ada di sekujur tubunya. "Huh! Lo pikir gue selamah itu apa? Sekalipun lo bikin gue lumpuh. Gue bakal tetap baik-baik aja, lo bodoh nyari mangsa yang kaya gue, cih!" Dengan berani, Dia meludahi wajah Azri di depannya.

Tattoes? No problem Or Problem?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang