Bab 14

6.1K 449 45
                                    

Sudah lebih dari 8 jam Ghania dan Azri menikmati kebersamaannya dengan jalan-jalan menuju wisata, taman, dan yang terakhir disini festival makanan besar-besara. Beruntung Ghania mudah sekali lapar, jadi makanan tadi pagi tidak terasa, lagian sekarang sudah sore menuju malam malahan tandanya dia melewatkan makan siang 'kan. Selama itu mereka menghabiskan waktu bersama, sangking asiknya.

"Makannya yang pelan-pelan sayang, sengaja belepotan gini biar bisa mas lahap sekalian bibirmu itu hm," godanya, Azri mengusap bumbu kacang yang dengan berani menempel di sudut bibir bawah Ghania.

Enak saja, Ghania sedang menikmati makanan kesukaannya, sate ayam! Jadi soal blepotan itu tidak diperdulikan yang penting perutnya kenyang.

Ghania menyodorkan satu tusuk sate ke bibir pacarnya. "Mas serius ini enak banget deh coba aaa..." dan hap pacarnya mau memakannya, keenakan dia pasti. Daripada godain Ghania terus, mending makan sate.

Sedikit mengernyitkan dahinya Azri diusahakan dengan santai memakan sate itu, jangan sampai Ghania tahu dan jangan sampai bentol merah ini keluar dari tubuhnya.

"Enakkan hm? Mau lagi aa," Ghania kembali menyodorkan sate untuk yang kedua kalinya.

Sontak Azri menolak dengan mendorongkan kedua telapaknya ke depan. "Tidak usah sayang mas sudah kenyang, untuk Ghania saja hm. Nanti kalau kurang mas beliin lagi."

Dan tentu saja Ghania merasa senang, wah betulan pacarnya ini baik sekali. Hm baik dia juga masih kekurangan juga, tetapi kan pacarnya belum makan siang sama sepertinya. "Tapi kan mas juga belum makan siang, apa mas mau beli makanan lainnya? Biar Ghania yang beliin hm mas tunggu dulu disini." Buru-buru Ghania meletakan wadah semacam piring rotan ke meja dan meninggalkan laki-laki itu sendirian duduk di bangku yang memang tersedia disini.

Sepergiannya Ghania, Azri mulai meraskan reaksi lain dari tubuhnya, panas dan gatal. Ini pasti efek dari bumbu kacang itu, Azri alergi sangat! Tetapi tidak mungkin kan tadi dia menolak suapan Ghania, Azri tidak setega itu.

Mau tak mau Azri meninggalkan tempat duduknya dan mulai melangkahkan kakinya buru-buru malah terkesan berlari, menuju mobilnya. Mencari obat alergi yang memang laki-laki itu bawa setiap saat. Untuk jaga-jaga dan berguna juga sekarang.

"Jadi dua puluh ribu kak."

Ghania merogoh kantong celana jeansnya mencari uang yang sialnya dia lupa tidak membawanya. Astaga! Kenapa bisa dia lupa!

Tersenyum kikuk Ghania menatap remaja perempuan seumurannya yang menjualkan makanan semacam ayam gepuk alias ayam ditepungi, di depannya malu. "Ehm ka maaf ya saya lupa membawa uangnya, sebentar nanti saya balik lagi. Uang saya ada pada pacar," ucap Ghania mencoba melakukan penawaran.

"Oh baik ka silahkan, tidak apa-apa wajar perempuan cantik mudah lupa. Gebetan terlalu banyak ya ka." Remaja di depannya mencoba membuat Ghania tidak malu atau malah menyindirnya yang jelas-jelas jelek ini ya hm baik sekali dia.

Sekali lagi Ghania tersenyum kikuk dan buru-buru kembali ke tempat dimana pacarnya berada.

Kosong

Tidak ada laki-laki dengan hoody-nya disini, kemana dia? Apa jangan-jangan Ghania ditinggalkan disini? Tidak mungkin pacarnya setega itu.
Bingung, Ghania berusaha untuk tenang dan mencari keberadaan mobil pacarnya yang mencolok dan paling berbeda dari mobil lainnya. Benar saja mobil BWM berwarna silver masih ada di parkiran, tunggu itu mobil pacarnya kan? Iya kok Ghania paham.

Buru-buru gadis itu mendekat dan si hoody merah ada disini, setengah badannya masuk ke dalam mobil. Sedang apa dia. "Mas aku cariin juga ih."

Azri terkejut, alahasil kepalanya terkantuk atap mobil. Melihat itu Ghania panik. "Eh mas! Ngga papa kan? Lagi apa sih itu?"

Harusnya jangan sekarang Ghania ke sini, dia bisa tahu alerginya, sial gara-gara obatnya tidak ketemu juga. Padahal terakhir dia menyipannya di dalam dashboard. Ya mau bagaimana lagi. Azri keluar seutuhnya dari dalam mobil, membalikan tubuhnya sambil menunduk bak anak yang ketahuan berbohong terhadap ibunya.

Nah! Azri salah besar, dengan posisi kepala menunduk seperti ini dengan jelas Ghania bisa melihat bentolan merah yang ada di seluruh wajah putih-nya, Ghania saja sampai kalah putihnya. Ingat Ghania itu pendek, tingginya hanya sedada laki-laki itu.

"Ini kenapa lagi merah-merah hah! Kenapa ini mas!" Dengan panik Ghania meraba-raba wajah pacarnya susah payah, tinggi sekali dia.

Sudah Azri duga, reaksi Ghania pasti seperti ini. Terlampau khawatir. "Tidak sayang mas hanya---

Ghania menyela, "Ngga mau tau pokoknya kita harus pulang titik. Biar aku yang nyupirin! Cepet masuk ke dalam mobil."

Gadis itu berjalan memutari mobil menuju kursi kemudi, sekarang dia harus membawa pacarnya pulang. Tidak mau tahu alasannya kenapa dia begitu, yang penting sekarang mengobati pacarnya lebih dulu.

Azri mengekori Ghania, mencekal lengannya karena hendak masuk mobil. "Ghania berhenti sayang biar mas saja yang bawa hm," ucapnya berusaha membuat niat pacarnya mengendarai mobil gagal, tidak boleh!

Ghania menggeleng tidak setuju. "Ngga mas lagi kaya gitu mau bawa mo---

"Ghania! Turuti mas jika kamu kasihan sama mas sekarang ini."

Intonasi suara yang ditinggikan itu mau tak mau membuat nyali Ghania menyurut sudah. Gadis itu menunduk dengan mata berkaca-kaca.

Melihat itu membuat Azri merasa sangat bersalah, dia kelewatan, dia membentak Ghanianya. Mendekat Azri memeluk tubuh gadisnya sayang. "Maafkan mas sayang, mas hanya tidak mau Ghania terlalu khawatir dan berujung mengendarai mobil ini. Biar mas saja hm, kita pulang obati mas di rumah ya tolong."

Mendengar nada permohonan itu membuat Ghania iba, gadis itu mendongkak menatap pacarnya. Wajah penuh bentol itu membuktikan bahwa Azri terkena alergi, dia makan apa tadi? Ah jangan-jangan....

"Ayo kita harus cepat pulang, mas sudah tidak kuat dengan gatal ini."

Azri melepas pelukannya, menggiring Ghania menuju kursi penumpang, membukakan mobilnya membiarkan Ghania masuk ke dalamnya.

Azri memasuki kursi kemudi dan mulai menjalankan mobilnya keluar dari kawasan festival ini menuju tempat tinggal persembunyian mereka.

****

Di sisi lain, wanita paruh baya yang sedang duduk di atas ranjang di dalam sebuah kamar milik remaja perempuan--- mengusap foto anaknya dengan sayang sambil tersenyum sendu. "Dimana kamu sayang? Ibu khawatir sama kamu hm," ucapnya dengan bibir bergetar, tak lama cairan bening keluar dari dalam matanya. Wanita paruh baya itu, ibu Ghania menangis.

Sudah lebih dari 24 jam anaknya hilang! Ini salahnya membiarkan Ghania menunggunya padahal dirinya tidak bisa menjemput, salahnya tidak mengabarinya, wanita paruh baya itu lebih mengutamakan urusannya bersama teman-teman sosialita-nya dibandingkan anak gadisnya sendiri.

Sungguh tidak pernah ibu Ghania mendahulukan urusannya, baru pertama kali dan sudah sangat fatal.

"Maafkan ibu nak hm, kembali lah atau setidaknya angkat telfone ibumu ini." Wanita paruh baya itu memohon sangat, siapa yang bisa beliau mintai tolong? Polisi? Sudah tetapi tidak secepat itu mereka menemukan anaknya, buktinya sekarang belum juga ada kabar dari salah satu pihak kepolisian yang menghubunginya. Pastilah anak gadisnya disembunyikan rapat oleh orang cerdik.

Sontak ibu Ghania berdiri dari duduknya, bingkai foto Ghania pun ikut terjatuh. Wanita paruh baya itu terkejut memunguti pecahan kaca itu hingga tangannya tergores terkena serpihan kaca. Darahnya menetes hingga ke lantai, dibiarkan saja begitu dan wanita paruh baya itu menyebut satu nama orang yang dari dulu menjadi pengaruh buruk bagi anaknya.

"Laki-laki minus itu, Azri! Pastilah penculiknya!"

Up gaess! Untuk menemani malming kalian Azri kembali hadir. Sekali lagi aku ingetin semoga kalian paham ya :)

Berhubung wa error aku jadi buat ini, ada manfaatnya juga kan si wa error :')

Ojo lali vote karo komentare ya, tek tunggu kalian. Salam wong Purbalingga :D

Tbc

Tattoes? No problem Or Problem?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang