Enam Belas

48 16 46
                                    

Friends are the family we choose for ourselves.

AUTHOR
Pelajaran Matematika kali ini rasanya lebih sulit daripada kemarin yang sudah dipelajari Ellen. Ia tidak berhasil menemukan jawaban soal pertama, apalagi soal kedua dan ketiga.

Walaupun hanya diberi tiga soal, soal-soal tersebut tidaklah mudah. Satu soal saja, jawabannya bisa sampai menghabiskan satu setengah halaman. Bukan lembar, ya.

Bu Putri, guru matematika yang sedang mengajar sekarang, sudah memberi tahu bahwa semua jawabannya tidak ada angka desimal. Tapi, jawaban yang Ellen temukan angkanya malah desimal semua.

Huh, sungguh memusingkan.

"Waktunya tinggal 15 menit lagi!" seru Bu Putri mengingatkan dari tempat duduknya.

Murid-murid yang lain hanya mengeluh dan ada pula yang sudah pasrah.

"Mati aja, gue," gumam Ellen sembari membaringkan kepalanya ke kiri di atas buku coret-coret, memandang ke luar jendela

Theo yang tadi dengan santainya mengerjakan soal-soal itu, menoleh ke Ellen.

"Napa lo?" Tidak ada jawaban apapun dari Ellen atas pertanyaan Theo a.k.a Theo dikacangin.

Theo mengambil buku Matematika Ellen yang terletak di sebelah barat buku coret-coret tanpa izin dan sepengetahuan Ellen.

Theo meneliti hasil kerjaan Ellen dengan seksama. Selang beberapa detik, Theo sudah menemukan kesalahan pada jawaban Ellen.

"Oo... Lo terbalik, nih, hitungnya." Ellen yang mendengar segera bangun dari posisinya tadi dan memperhatikan Theo.

"Seharusnya lo hitung yang ini dulu baru hitung yang itu. Kalo salah hitung satu aja, bakal salah semua," jelas Theo sambil menunjukkan kesalahan pada jawabannya.

"Oo... Pantes gak ketemu. Lo kok gak bilang, sih?" tanya Ellen.

"Yaa, lo-nya kan gak nanya gue,"

"Oke, thank you." Ellen langsung mengambil bukunya kembali dan segera melanjutkan tugasnya.

Theo memperhatikan sejenak kerjaan yang tengah dikerjakan Ellen. Tak lupa juga dengan muka Ellen yang tampak begitu serius mengerjakan.

Serius banget, pengen gue cubit tuh pipi, batin Theo.

Tak lama Theo pun ikut melanjutkan tugasnya yang sedikit lagi selesai.

—HE—

"Yo, gue ikut ke rumah lo, ya," panggil Steve yang dibalas anggukan oleh Theo. "Lo bawa mobil, kan?"

"Bawa."

Theo dan Steve berjalan ke parkiran untuk mengambil mobil Theo yang terparkir di sana. Mereka pun masuk bersama dengan Theo yang akan menyetir.

Setelah mobil keluar dari area sekolah, Steve mulai membuka topik yang akan dibahasnya kali ini.

"Yo, setelah gue amati si Ellen, dia ternyata orangnya gak matre dan gak manja juga. Pokoknya dia baiklah, orangnya." Steve menghembuskan napas sejenak. "Lo tahu, kan, maksud gue apa?"

Theo menoleh sekilas ke Steve lalu kembali fokus menyetir.

Ia tahu maksud dari perkataan sahabatnya ini. Bahkan sangat tahu.

Satu tahun yang lalu, Steve pernah berjanji bahwa ia akan membantu Theo jika Theo mulai tertarik dengan seseorang. Kala itu, Theo benar-benar terpuruk akan masa lalunya.

HE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang