"Cause all I think about is you."
— I wish you were here (HRVY)ELLEN
Gue sedang memasukkan buku-buku ke dalam tas, bersiap-siap untuk pulang karena bel pulang sekolah sudah berbunyi sejak satu menit yang lalu. Ada pula yang sudah keluar kelas dengan semangatnya.Gerakan gue untuk memasukkan buku terakhir langsung berhenti saat Theo yang masih duduk di samping gue memanggil.
"Ellen." Gue menoleh ke arahnya dengan buku yang masih dipegang.
"Ada yang mau gue omongin. Gue tunggu lo di koridor depan lapangan basket," ucapnya lalu keluar kelas.
Apa yang mau diomongin sama gue? Tumbenan banget.
Gue memasukkan buku yang tadi gue pegang ke dalam tas, menarik risletingnya, dan langsung cao dari kelas.
Saat keluar kelas, gue menemukan Lia dan Kinan yang sedang menunggu gue. Oh, iya, kami ada rencana mau nongkrong di kafe milik pujaan hati Kinan. Gue pun samperin ke sana.
"Woi, lagi nunggu gue, ya?" tanya gue mengagetkan mereka.
"Eh, anjir, kaget gue. Iyalah!"
"Tahu, tuh. Lama banget, Kampret."
Gue cuma nyengir kuda mendengar umpatan mereka.
"Sorry..." kata gue membuat tanda peace dengan jari.
"Oke, kuy kita langsung OTW," ajak Lia semangat.
"Kuylah," setuju Kinan.
"Eh, tunggu! Gue... ada urusan mendadak."
"Tapi, bentar aja, kok. Gak lama, sumpah," sambung gue cepat saat mereka cengo seketika.
"Ck, kami tunggu lo di parkiran, deh," kata Lia akhirnya.
"Oke, oke. Gue janji gak bakal lama." Gue pun langsung pergi terburu-buru untuk menemui Theo.
Sesampai gue di tempat yang disuruh Theo, gue menemukannya dengan tampang yang mupeng. Ah, kayaknya gue serba salah, deh.
"Sorry, sorry, kelamaan. Hehe," ujar gue saat sudah di hadapan Theo dengan napas terengah-engah. Capek. Habis lari tadi.
Theo menatap gue dengan tatapan datar. Hadeh.. kan gue udah bilang 'sorry' tadi.
"Buru, ih. Lo mau ngomong apa?" desak gue.
"Santai kali. Kalau lo suruh gue buru, yaa gue gak mau ngomong," katanya enteng.
"Ya elah..."
"Tarik napas dulu."
Astaga, ini orang maunya apa, sih? Ih, kesel, gue.
"Tarik napas dulu, Ellen..." pintanya lagi saat melihat gue diem aja.
Argh! Habisin waktu gue aja, Tapir!
Karena males debat, gue pun menuruti manusia satu ini.
"Gue boleh, lebih deket sama lo?" tanya Theo setelah gue tarik napas.
What? Gue gak salah denger, kan? Dia mau lebih deket sama gue? Kenapa tiba-tiba nanya gitu, coba?
Gue yang cengo pun menganggukkan kepala dengan keadaan masih bingung akan pertanyaannya.
Theo tersenyum melihat respon yang gue kasih dan menepuk pelan puncak kepala gue.
Lalu ia langsung pergi saat teman-teman setimnya memanggil. Ia pergi tanpa mengatakan apapun lagi.
Wait, dia... Nepuk kepala gue??
Plakk...
Gue menampar pelan pipi gue sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
HE
Teen FictionUntuk apa sebuah hubungan bila tak disertai kepercayaan? Mestinya setiap hubungan harus ada kepercayaan bukan? Untuk apa sebuah keputusan bila tak ada kepastian? Tentu akan merasakan gelisah di setiap jalannya. Hal yang selalu tak pernah diduga sus...