AUTHOR
Seperti biasa, setiap hari Minggu Ellen selalu bangun jam 7.30 WIB untuk berjoging. Tak heran, bentuk tubuhnya amat sangat terjaga.Setelah bersiap-siap, Ellen berangkat joging pukul 08.00 WIB. Ia sengaja joging pada jam itu karena udaranya sudah tidak terlalu dingin dan agar tubuhnya terjemur sinar mentari pagi.
Ellen memakai setelan olahraga berwarna hitam, yaitu celana 3/4 dan kaus tanpa lengan. Rambut lembutnya dikuncir kuda dan agak keatas supaya tidak menggangu aktivitas jogingnya di taman kompleks perumahan.
Taman di perumahan yang Ellen tempati, lebih luas daripada taman di perumahan lainnya. Tak sedikit orang-orang melakukan aktivitas yang sama seperti dirinya pada hari Minggu.
Ellen mengelilingi taman tersebut seperti yang dilakukan orang-orang. Tamannya amat asri dan terawat, ada jalur tersendiri untuk berjoging mengelilingi taman. Sangat bagus, bukan?
Sudah berkeliling sebanyak lima kali berturut-turut, akhirnya Ellen pun berhenti dan beristirahat sejenak di kursi taman. Bulir-bulir keringat terus berjatuhan. Bukannya mengelap, Ellen malah memejamkan matanya menikmati sejuknya semilir angin.
Kemudian ia meneguk air mineral dingin yang tadi sempat dibelinya. Tiba-tiba, satu kata yang terlintas di kepalanya.
"Mama..."
—HE—
Ellen baru saja pulang ke rumah setelah hampir jam sepuluh. Ia berjalan begitu saja melewati adiknya yang sudah berpakaian rapi.
"Lo gak mau ikut?" tanya Jason yang duduk menunggu ayahnya bersiap.
Ellen berhenti sejenak dan menggelengkan kepala sebagai jawaban dari pertanyaan Jason. Kemudian berjalan meninggalkan ruang tamu menuju kamarnya.
Jason menghela nafas berat melihat tanggapan dari pertanyaannya. Setiap kali dirinya menanyakan pertanyaan tersebut, kakaknya selalu saja hanya menggelengkan kepala sebagai jawaban.
Ellen mandi membersihkan badannya dari bau keringat. Setelah mandi, ia berpakaian santai.
Tak lama setelah itu, terdengar mobil yang dinyalakan dan pergi meninggalkan rumah.
Ellen mengintip hal tersebut dari balik jendela kamarnya.
Sekarang, pandangannya kosong. Entah apa yang dipikirkannya. Ia benar-benar tidak mood untuk melakukan apapun.
Biasanya ia akan mengurung diri di kamar selama menunggu kabar dari ayah dan adiknya itu. Paling tidak, mungkin selama dua jam lebih dirinya akan menunggu.
Jam sudah menunjukkan pukul 12.28 WIB.
Suara mesin mobil memasuki halaman rumah terdengar. Ellen yang tengah berbaring di kasur, kontan terduduk dan segera beranjak meninggalkan kamarnya.
Saat dirinya sedang menuruni tangga, ayah dan adiknya sudah membuka pintu rumah sambil berbincang-bincang.
Ellen menghampiri mereka berdua.
"Ayah ke ruang kerja dulu, ada berkas yang harus Ayah tanda tangan," jelas Andhika Filbert, ayah mereka, dan pergi meninggalkan kedua kakak-adik yang masih berdiri di samping sofa.
Andhika terlihat lelah. Ia lebih memilih ditemani oleh setumpuk berkas ketimbang harus bersedih memikirkan pujaan hatinya.
"Gimana?" tanya Ellen menatap adiknya yang lebih tinggi darinya.
"Baik, tapi belom boleh pulang."
Ada kesedihan yang tersirat dari jawaban tersebut.
"Lo mau sampai kapan kayak gini terus?" tanya Jason pelan memecah keheningan yang tadi menyelimuti di antara mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
HE
Teen FictionUntuk apa sebuah hubungan bila tak disertai kepercayaan? Mestinya setiap hubungan harus ada kepercayaan bukan? Untuk apa sebuah keputusan bila tak ada kepastian? Tentu akan merasakan gelisah di setiap jalannya. Hal yang selalu tak pernah diduga sus...