Lina baru saja keluar dari toilet. Kali ini dia sendiri yang menemani putrinya. Sebab kedua anaknya yang lain sedang bersekolah dan suaminya pergi ke kantor.
Entah apa yang sudah direncanakan oleh Yang Maha Kuasa, keadaan Agatha tiba-tiba saja memburuk. Ia malah koma sejak kemarin malam.
Detak jantung Agatha tiba-tiba berubah menjadi lambat sehingga nafasnya juga ikutan berat. Hal tersebut dapat dilihat dari mesin EKG.
Melihat hal itu, ibunya langsung memencet bel darurat berkali-kali. Ia sangat panik sekarang.
Ya Tuhan, apa yang akan terjadi lagi kali ini? batin Lina khawatir.
Tidak sampai semenit, seorang dokter dan dua suster masuk dengan cepat.
Dokter segera mengecek pasien dan tergesa-gesa memerintahkan suster untuk menyiapkan alat yang diperlukan.
"AED, cepat!"
Lina berdoa meminta pertolongan Tuhan berkali-kali. Ia ingin sekali menggantikan posisi putrinya.
Sengatan listrik mulai menyengat dada Agatha. Tubuh yang sejak tadi diam tidak bergerak, langsung terguncang akibat sengatan tersebut.
Tegangan listrik terus ditambah guna menormalkan detak jantung yang kian melambat.
15 menit berlalu, mesin EKG yang sedari tadi bergerak sangat lambat, kini sudah menunjukkan garis lurus.
Tak terdengar lagi bunyi dari mesin itu.Dunia Lina sekarang hancur sehancur-hancurnya. Tidak, Agatha belum boleh pergi. Lina masih belum memberikannya hadiah. Masih banyak hal yang belum Agatha lakukan. Ia tak boleh pergi secepat ini.
Buah hatinya adalah hidup bagi Lina. Lina tidak akan sanggup menjalani hari-hari jika salah satu anaknya harus pergi meninggalkan dunia ini begitu cepat. Bahkan lebih cepat darinya.
Ia langsung bergegas lari ke ranjang Agatha. Tangis yang sejak tadi ditutupinya, keluar semua.
"Agatha!!! Bangun, Nak, bangun! Sayang, mama disini! Mama disini tunggu kamu! Kamu sadar, Sayang!!" Lina terus mengguncang tubuh Agatha agar tersadar.
Teriakan histeris Lina membuat dokter dan kedua suster tersebut merasa sangat iba.
"Bu, mungkin ini adalah jalan yang terbaik," ucap seorang suster mencoba menenangkan.
"APA MAKSUDMU?! DENGAN ANAK SAYA MENINGGAL, ADALAH JALAN TERBAIK?! HAH?!" Lina mendorong kasar suster tersebut.
"Sayang, bangun yuk, Nak! Udah pagi, kenapa kamu masih tidur? Kamu gak mau sekolah? Hm?"
Tangan Lina yang bergetar hebat kini beralih mengelus rambut Agatha. Air mata kepedihan tak habis-habisnya keluar dari mata Lina.
"Agatha, bangun!!! Cepat bangun! Kenapa kamu gak nurut sama Mama?!"
"Ibu Lina, kita ikhlaskan saja kepergian Agatha, ya, Bu," ucap dokter memegangi pundak Lina.
"SIAPA KAMU?! BERANI PERINTAH KE SAYA?!"
Lina berontak dan nafasnya tidak beraturan. Detak jantungnya cepat dan akhirnya langsung jatuh pingsan. Ia terlalu syok.
Dokter dan suster yang kaget langsung dengan sigap menangkap tubuh Lina yang terkulai lemah.
"Bu! Ibu Lina! Bisa dengar saya?!"
———
Sudah dua hari semenjak meninggalnya Agatha. Lina lebih sering bengong akhir-akhir ini.
"Ma, minum dulu. Nih, tehnya," ucap Ellen sambil membawa secangkir teh hangat menghampiri ibunya yang duduk di kursi teras.
Lina tidak menghiraukan Ellen yang kini duduk di sampingnya. Mereka duduk dibatasi oleh meja kecil.
KAMU SEDANG MEMBACA
HE
Teen FictionUntuk apa sebuah hubungan bila tak disertai kepercayaan? Mestinya setiap hubungan harus ada kepercayaan bukan? Untuk apa sebuah keputusan bila tak ada kepastian? Tentu akan merasakan gelisah di setiap jalannya. Hal yang selalu tak pernah diduga sus...