What's all this for?
AUTHOR
"Nih buku lo, udah gue pinjemin atas nama lo. Paling lambat seminggu dikembaliin," info Theo setelah kembali dari perpustakaan.Ia memberi buku sejarah dan buku matematika kelas 11 yang tadi sempat dijatuhkan Evelyn saat di perpustakaan. Saat memberikan kedua buku itu, Theo sempat melihat mata cewek itu sedikit memerah.
Evelyn menerima buku itu dan menghela napas kecil, "Makasih."
Ia tak pernah menduga bahwa kejadian ini akan terjadi pada hari pertamanya pindah sekolah. Sungguh menyebalkan. Syukur ada Theo yang menolongnya. Jika tidak, mungkin pustakawan itu yang akan mengetahui dan menolong dirinya. Setelah itu, satu sekolah akan tahu penyakit yang dideritanya, lagi.
"Jangan kasih tahu siapapun tentang ini. Udah cukup lo aja yang tahu," pinta Evelyn untuk Theo.
"Emang gue tahu apa?" Theo menyeringai dan menarik sebuah kursi untuk didudukinya.
Evelyn tersenyum dan menggeleng lantas berpikir. Benar, dia gak tahu apa-apa.
Selama ini ia tidak tahu dirinya hidup untuk apa dan siapa, jika hidupnya sudah menyedihkan dari awal. Saat sudah ditentukan, semua serasa tak berguna lagi, ia tak bisa berbuat apa-apa.
Evelyn memapah tas merah jambunya dan berdiri. Theo pun ikut berdiri.
Setelah sudah memastikan kasur UKS kembali rapi, Evelyn berjalan keluar dan diikuti oleh Theo di belakang.
Theo mengurungkan niatnya untuk mengantar cewek itu pulang, karena tentu akan melukai perasaan Ellen jika tahu. Apalagi, ia bukanlah fuckboy yang tidak punya pendirian.
Tetapi, setelah kejadian tadi, Theo tak tega untuk membiarkan cewek ini sendiri menunggu sopirnya datang. Lebih baik jika ia menemani cewek ini hingga dijemput. Jangan tanya darimana Theo bisa tahu jika Evelyn akan menunggu sopirnya. Hanya berteman dengan Davin pecicilan, kamu akan tahu apa saja mengenai si Hot Topic.
Alhasil, Theo dan Evelyn sedang duduk di halte depan sekolah, menunggu.
Tidak ada percakapan dari mereka selama dua menit. Waktu serasa berjalan sangat lambat. Evelyn sudah tidak tahan, ini terlalu canggung. Ia memutuskan untuk berbasa-basi.
"Lo gak pulang?"
"Nanti aja, tunggu lo."
"Oo.. "
Hening lagi. Terdengar suara gemuruh dari langit. Gumpalan awan gelap tampak menghiasi langit kamis sore. Kendaraan bermotor masih berlalu-lalang tanpa memedulikan langit yang sebentar lagi akan menurunkan rintik hujan.
"Lo tadi kenapa?" Theo membuka percakapan lagi seraya melihat keadaan di depan mata.
Tik.. Tik.. Tik..
Suara rintik hujan mulai terdengar, turun dengan sendirinya tanpa pemberitahuan hingga sedikit demi sedikit membasahi jalanan yang kering. Aroma hujan menyeruak ke hidung dengan perlahan. Motor-motor segera menambah kecepatan untuk menghindari rintik-rintik air dan sampai tujuan.
Helaan napas lelah terdengar dari cewek itu.
"Gue sakit..." Evelyn tersenyum pahit mengingat semua yang sudah dideritanya. "Untuk siapa gue hidup, untuk apa gue hidup... Gue juga gak tahu. Hidup gue udah ditentukan, udah gak lama lagi."
Nada miris terdengar di setiap kata-katanya. Mata Evelyn berkaca-kaca, berkedip beberapa kali agar air matanya tidak jatuh. Menggigit bibir bagian bawah agar tidak ada isakan.
Lengang sejenak. Hanya suara rintik hujan yang semakin deras menyelimuti mereka. Entah apa yang dipikirkan Evelyn hingga ia menceritakan hal tersebut kepada orang tak dikenalnya seperti Theo. Mungkin karena kejadian di perpustakaan tadi membuatnya masih terguncang. Ia tak pernah merasakan sakit jantungnya di sekolah.
KAMU SEDANG MEMBACA
HE
Genç KurguUntuk apa sebuah hubungan bila tak disertai kepercayaan? Mestinya setiap hubungan harus ada kepercayaan bukan? Untuk apa sebuah keputusan bila tak ada kepastian? Tentu akan merasakan gelisah di setiap jalannya. Hal yang selalu tak pernah diduga sus...