Dua Puluh Tujuh

33 7 17
                                    

All my better days are the ones spend with you.

AUTHOR
Sejak Ellen dan Theo resmi berpacaran, ujian akhir semester terasa lebih cepat dan menyenangkan bagi keduanya. Mereka mengerjakan soal-soal yang sekiranya berpotensi keluar di ujian.

Alhasil, mereka membuktikan jika pacaran tidak akan menggangu nilai sekolah jika menggunakan setiap waktunya dengan bijak. Mengapa dikatakan mereka "membuktikan"? Karena teman-temannya heran mengapa mereka resmi berhubungan di saat seperti ini, menjelang ujian sekolah. Tentu nilai sekolah bisa saja terusik, tetapi tidak dengan mereka berdua.

Deru ombak terdengar halus menyapu pasir. Langit cerah dengan gumpalan awan sejauh mata memandang. Yap, mereka sedang berada di pantai saat ini. Tidak sedikit pengunjung yang ingin datang berkreasi juga.

Theo dan Ellen tidak hanya datang berdua, teman-temannya pun juga ikut serta. Yang lainnya sedang asik bermain air menyisakan dua orang ini.

Karena mereka baru saja sampai, Theo memutuskan untuk menikmati keadaan sekitar dulu dan hitung-hitung agar ada waktu berduaan dengan pacarnya ini. Jika sudah bersama teman-temannya, tentu tak akan enak hati bila yang diajak ngobrol hanya Ellen seorang.

"Mereka heboh banget, ya," ucap Ellen terkekeh pelan melihat Lia dkk. saling menciprat-cipratkan air satu sama lain. Terlebih pula, seruan kaget yang terus sahut-menyahut.

Kini, Ellen dan Theo duduk di atas pasir lembut tanpa beralaskan apapun, sedikit jauh dari perairan. Mereka semua datang dengan pakaian yang sudah sewajarnya bila di pantai, tak lupa juga membawa baju ganti.

Theo mengangguk setuju dengan ucapan Ellen. Kemudian, merentangkan kedua tangannya menggeliat dan mengerang.

"Gak terasa. Bentar lagi kita bakal USBN. Perasaan baru kemaren kenalan sama kamu, yang nyebelin. Hahaha," kata Theo nostalgia.

Ellen tertawa mendengarnya, lantas membalas dengan kalimat serupa, "Iya loh, perasaan baru kemaren kenalan sama kamu, yang songong minta ditendang itu."

"Minta ditendang apa minta disayang, tuh? Hm?"

"Minta dicubit. Nih!" seru Ellen jahil seraya melayangkan cubitannya ke pinggang Theo.

Theo tertawa menahan serangan yang diberikan Ellen, "Eh, eh, eh. Hahaha"

"Hih, songongnya kamu emang udah dari lahir," gurau Ellen tak lagi mencubit Theo.

"Tapi, kan gini-gini juga kamu mau." Tawa Theo kembali terdengar karena merasa benar dengan perkataannya sendiri.

"Iya, ya. Kenapa ya?"

"Karena aku ganteng."

"Iya, itu salah satunya. Hahaha. Terus kamu kenapa mau sama aku?"

"Karena kamu bidadari."

"Dih, dasar crocodile! "

"ELLEN!! THEO!! KAGAK USAH BERDUAAN TERUS DONG ELAHH, SINI KEK, WOI!!" teriak Steve dari jauh sana, diikuti oleh sahutan yang lain juga.

"Ya udah, yuk, ke sana," ajak Ellen bergegas berdiri.

"Bantuin dong, Pacar..." Theo merentangkan kedua tangannya ke depan, berharap dibantu oleh yang dipanggil.

"Kan kamu gak lumpuh, Yo," ujar Ellen menatap pacarnya yang masih duduk bergeming. "Udah ah, ayo cepet."

Ellen akhirnya menarik tangan Theo, membantunya berdiri dari duduk. Tidak butuh banyak tenaga, karena Theo sengaja seperti itu agar langsung sekalian menggenggam tangan Ellen. Ah, Theo ada-ada saja tingkahnya.

HE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang