Finding something good without looking for it.
ELLEN
Aah... Boring, gak tahu mau ngapain. Gak ada channel yang bagus apa, ya? Bukan Chanel merek baju, ya.Baru juga jam 15.10, ck. Gue membaringkan diri di sofa dan menatap TV dengan malesnya. Mau gimana lagi? Tuh dua human gue ngajak keluar pada ada janji semua. Huft.
"Jas, Jas! Lo mau kemana?" panggil gue yang melihat Jason baru saja turun dari tangga.
"Mau pergi makan," jawabnya sembari berjalan menuju dapur.
"Bareng siapa?"
"Sendiri."
Seketika gue langsung merubah posisi gue jadi duduk di sofa dan menghadap ke arah dapur—jauh di belakang sofa yang gue duduki. "Gue ikut, yak?"
Jason mengiyakan dengan berdeham sedikit keras karena sedang minum.
"Oke. Tunggu, gue ganti celana dulu," ujar gue lalu berlari ke kamar gue yang ada di lantai dua.
Ya kali gue pake celana hawai pendek gini keluar. Gue mau pake celana longgar selutut warna navy. Kalo baju... Gue pake baju hoodie putih ini udah okelah, ya.
Cus, terbang. Iya, gak bakal ketipu.
"Kuy."
—HE—
"Rame banget. Kenapa gak mau di tempat lain aja, sih?" tanya gue heran.
Masih banyak kali ayam geprek di tempat lain. Kenapa harus di alun-alun coba? Serius, ini rame banget sampe kami hampir gak dapet tempat duduk. Padahal belom juga malem.
"Lagi ngidam, gue," jawab Jason sambil main ponsel.
"Emang lo betina? Emang lo lagi beranak?" Hahaha, sa ae.
"Iyain. Trus kenapa lo mau ikut coba?"
Tiba-tiba datang seseorang yang membawa menu dan menyodorkannya pada kami.
"Permisi. Mau pesan apa?"
"Satu ayam geprek level 5, nasinya juga, sama satu es teh manis, ya," pesan Jason. "Lo gak mau pesen?"
Gue menggelengkan kepala tanda menolak.
"Udah itu aja?" tanyanya setelah mencatat pesanan Jason.
"Udah itu aja." Jason mengembalikan menu ke orang itu.
"Kayaknya bakal lama. Gue pergi jalan-jalan dulu, ya."
"Mau kemana lo, Kak? Gue gak cari, ya." ucapnya sebelum gue pergi.
"Kesono. lo kira gue bakal nyasar gitu?"
Gue meninggalkan tempat ayam geprek itu dan berjalan sambil melihat-lihat keramaian yang ada.
Alun-alun disini sih bisa dibilang sangat luas, ada lapangan basketnya juga. Tapi gak gede-gede amat plus tempatnya agak keujung. Terus karena weekend juga, jadi hari ini lumayan rame.
Gue menyenandungkan lagu — dengan kecil sambil melangkah.
Bugh...
Eh mamak, gue ketabrak bocil. Gak deh, dia yang nabrak gue. Tapi, dianya yang jatuh. Iyalah ya, jelas.
"Dek, kamu gak pa-pa?" tanya gue yang langsung jongkok untuk melihat kondisinya dan mulai meneliti tubuh mungilnya apa ada luka atau tidak.
Anak laki-laki yang tersungkur duduk matanya seketika berkaca-kaca dan mulutnya mulai manyun. Aduhh, gemes banget... Pengen gue bawa pulang deh, ah. Ganti ae sama adek laknat gue.
"Jangan nangis, dek. Nanti Kakak beliin es krim, ya?" Iya emang lucu dia kayak gitu, tapi kalo nangis kan bisa berabe.
Anak itu langsung bangun dari duduknya dan menatap gue. Yaa gue natap baliklah, ya. Terus sedetik kemudian...
Bugh...
"Aw..!"
Sakit banget, anjir. Dia tendang ka—
Bugh...
"Aduh..!"
Ahh, sekarang dia mukul lengan gue... Duhh, sakit banget parah.
Anak laki-laki yang kira-kira berusia sekitar 4 tahun lari begitu saja meninggalkan gue dengan sakit bertubi-tubi yang ia berikan tanpa belas kasih. Ih, lebay.
Gue yang tadi terduduk karena baku hantamnya, mencoba untuk bediri tapi berhasil.
Wah, gila seh, strong banget tuh, bocah. Tapi gemesin.
Eh, gue gak salah liat, kan? Itu... Itu Theo, ya? Kok sering banget gue ketemu dia. Bukan berarti jodoh, ya. Just accidental. Okay?
Ngapain dia ke sini? Iya, iya, gue tahu ini tempat umum. Kalo gue bilang dia ikutin gue, entar gue dijulid abis-abisan lagi. Hahaha.
Gue berjalan menuju tempat di mana Theo berpijak. Anjay, bahasa gue.
"Lo sendiri?" tanya gue setelah berjarak beberapa meter dengannya.
"Nggak. Gue sama Steve dateng, dia lagi beli minum," ucapnya lalu melihat sekeliling gue.
"Lo dateng sendiri?"
"Hm... Gue bareng Jason. Tapi dianya lagi makan, jadi ya gue tinggal, deh." Gue mengedikkan bahu acuh tak acuh.
"Jason?"
"Adek gue."
Theo menganggukkan kepala mengerti. Lalu dengan gerakan jump shoot ia memasukkan bola basket tersebut setelah dribbling. Wow.
"Eh, gue juga bisa main basket, loh." ujar gue setelah melihat aksinya itu.
"Ah, masa?"
Wah, gak percaya dia. Gue gini-gini pernah belajar dari adek gue, loh ya.
"Mau taruhan?"
Theo terlihat berpikir dan tak lama melihat ke arah seberang lapangan ini. Ia menunjuk sesuatu di belakang gue dengan jarinya.
Gue lantas menoleh ke belakang, ternyata ia menunjuk sebuah truk penjual bubble tea. Ciah, boba doang.
Theo memainkan kedua alisnya menunggu jawaban gue.
"Siapa takut?"
Theo tersenyum penuh arti. Apaan, tuh? Gue gak bakal ngalah. Huh.
—HE—
Annyeong yeorobun~
• Bab kali ini cuma 700-an word 😅
Kebelet pengen update, sih 😂
Dan MUNGKIN bakal up lagi 1 minggu setelah PAS berlalu... 😂 •Semoga suka yaa bagian tujuh belas nya~
Sorry kalo typo🙇🙇
Tolong bantu voment-nya yakk~
Love you all~😘😘😘
Thank you~~ ^.^
KAMU SEDANG MEMBACA
HE
Teen FictionUntuk apa sebuah hubungan bila tak disertai kepercayaan? Mestinya setiap hubungan harus ada kepercayaan bukan? Untuk apa sebuah keputusan bila tak ada kepastian? Tentu akan merasakan gelisah di setiap jalannya. Hal yang selalu tak pernah diduga sus...