"I just wanna be there where you are."
— Sugar (Maroon 5)AUTHOR
Sudah dari semalam, Theo memutuskan untuk tidak terjebak dalam kecemburuan yang tidak jelas ini.Oleh karena itu, ia mencoba untuk mengenal Ellen lebih jauh. Atau bisa juga disebut dengan 'pendekatan'? Ya, apapun itu, Theo akan coba melakukannya.
Setidaknya ia akan dapat mengetahui apa arti kecemburuan tidak jelasnya itu. Ia juga penasaran sih, mengapa ia seperti itu. Padahal, bukankah ia sudah tidak mau membuka hatinya lagi untuk siapapun?
Setapak demi setapak, Theo berjalan menuju kelasnya yang ada di lantai tiga. Bukan Theo, jika ia tidak mendapatkan panggilan oleh siswa-siswi.
Tidak heran, ia termasuk siswa yang populer di sekolahnya. Entah itu populer karena ketampanan, kepintaran, ataupun kedudukannya. Ya, dia adalah ketua tim basket dan mantan ketua OSIS. Kedudukan yang paling bergengsi di sekolah.
"Kak Theo!"
Theo yang merasa terpanggil membalikkan badannya menghadap ke belakang. Ia menemukan seorang siswi dengan jarak satu meter darinya yang memegang sebatang coklat yang dibungkus dengan rapi.
Theo menaikkan sebelah alisnya melihat adik kelasnya itu.
"Ini buat kakak." Siswi itu mengulurkan coklat batangan tersebut ke arah Theo dari tempatnya berdiri.
Theo hanya tersenyum dan mengangkat tangannya tanda ia menolak. Kemudian, ia berbalik melanjutkan jalannya yang tadi sempat terhenti.
Setelah Theo berbalik, histeris tertahankan mulai terdengar dari siswi-siswi yang melihat senyuman Theo, tak terkecuali siswi tadi.
Sementara Theo, ia tersenyum miring mendengar histeris tersebut. Sekarang, ia sangat percaya diri jika dirinya dapat mendekati Ellen.
Mengapa tidak? Lihat saja reaksi semua siswi itu saat melihat senyuman Theo. Padahal, tak jarang ia memamerkan senyumnya kepada orang-orang.
Theo memasuki kelas dan duduk di tempat duduknya. Tak lupa juga ia meletakkan tas yang tadi tergantung di salah satu pundaknya ke atas meja.
Suasana kelas sudah lumayan ramai, karena sebagian besar tempat duduk sudah disinggahi. Mungkin juga karena tinggal beberapa menit, jam akan menunjukkan pukul tujuh.
"Baru dateng, lo?" tanya Steve saat melihatnya lalu duduk di kursi yang ada di depan meja Theo. "Eh, muka lo kenapa ceria gitu dah?"
"Habis menang togel kali, dia," celetuk Davin yang tadi datang bersama Steve.
"Wah, traktiran dong kalo gitu."
"Ah, ngaco, lo dua." Theo terkekeh mendengar dugaan temennya yang begitu melenceng.
"Terus, ada apa gerangan?" tanya Davin dengan gaya alay.
"Gak ada apa-apa kali."
"Gila! Gue sampe kejang-kejang dong, liatnya," ucap Lia yang datang bersama Ellen. "Untung, tuh ibu-ibu kagak napa-napa."
"Yee, kagak kejang-kejang juga, Kaleng," cibir Ellen yang ada di sampingnya dan menuju ke tempat duduknya.
Lia hanya pura-pura cemberut mendengar cibiran dari Ellen. Ia pun segera mengikuti Ellen dari belakang.
"Woi!! Ngapain lo pada?!" teriak Lia dengan sengaja kepada Theo dkk.
"Lagi lomba itung bulu idung! Mau ikut kagak, Bu?!" jawab Davin yang sama miringnya dengan Lia.
"Lo aja, ye," bantah Steve sewot.
"Kok lo gak setia kawan, sih? Bilang kek 'iya', gitu."
"Eh, nih, ya, gue sama Steve itu kagak ada bulu di idung. Tapi, adanya silia," tukas Theo.
KAMU SEDANG MEMBACA
HE
Teen FictionUntuk apa sebuah hubungan bila tak disertai kepercayaan? Mestinya setiap hubungan harus ada kepercayaan bukan? Untuk apa sebuah keputusan bila tak ada kepastian? Tentu akan merasakan gelisah di setiap jalannya. Hal yang selalu tak pernah diduga sus...