The feeling that makes me want to have.
THEO
Ellen, Ellen, Ellen...Di mana sih, tuh anak? Gue khawatir dia salah paham sama gue. Serius, gue gak ada hubungan apa-apa sama Evelyn. Cuma sebatas teman dan adek kelas. Udah itu aja, gak lebih, man.Walaupun gue tahu, dia bukan orang yang cemburuan. Tetep aja, ini udah yang kedua kali Evelyn nyamperin gue di depan dia. Sumpah, gue juga gak tahu kenapa Evelyn belakangan ini suka samperin gue. Bahkan, tadi pagi minta nomor handphone gue. Hah, jangan bilang mau gebetin gue yang notabene kakak kelas dia. Yaa, gue tahu, zaman sekarang emang lebih liar.
Gue tadi mau nganter dia pulang, tapi karena hari ini gue ada piket kelas, gue minta dia nunggu bentar. Pas gue udah selesai, dia udah gak ada di depan kelas, tempat tadi dia nunggu. Perasaan kagak lama amat dah, gue piket. Dia gak pulang duluan kan?
Seharian ini, dia lebih banyak diem daripada biasanya yang ngeroceh terus. Apalagi, semenjak istirahat pertama. Awalnya gue kira dia lagi sakit, ternyata enggak.
Gue udah cari di lorong-lorong, UKS, dan perpustakaan. Oh, gue belum nyari di kantin. Gue berjalan cepat ke arah kantin. Sebelum ke kantin, gue gak sengaja dilihat oleh Steve dan anak-anak lain saat tak jauh dari parkiran.
"Yo, belum pulang lo?" tanya Steve dengan seruan.
"Nanti. Kalian duluan aja, gue ada urusan."
Gue berlari kecil beberapa meter ke kantin sekolah. Tidak terlalu banyak yang nongkrong di kantin. Beberapa penjual pun mulai menutup dagangan mereka, tersisa dua sampai tiga yang tetap buka. Gue menatap sekitar kantin dan...
"Ellen!" panggil gue sambil berjalan ke arahnya.
Dia membalikkan badan saat gue panggil. Ini anak ternyata laper, makanya beli cilok? Gue kira ke mana. Mana sekolah gede pake banget, lagi.
Dia menatap gue tanpa dosa ditambah mulutnya yang sedang mengunyah cilok. Di tangan kanannya terdapat sebuah kantong plastik bening berisi cilok, sedangkan tangan kirinya terdapat segelas es cappucino.
"Gue cariin lo tadi, kirain lo ke mana. Eh ternyata lo di sini, makan," kata gue dan duduk di kursi panjang depan gue. Ia pun ikut duduk di samping gue.
"Hehehe, maap," ucapnya membentuk tanda peace dengan jari. Gue menghela napas sejenak.
"Ada yang mau gue omongin." Karena gue mau ngomong sama dia, enakan berhadapan. Jadi, gue pindah, duduk di seberang meja. Dia masih sibuk dengan makan dan minumnya tanpa mengindahkan perkataan gue. Ya udah deh, gue perhatiin aja, biar dia habisin dulu.
Ellen yang sadar gue perhatikan, berhenti mengunyah dan menatap gue. "Kenapa?"
Gue menggelengkan kepala dan berkata, "Gak pa-pa, lo habisin aja dulu." Dia pun mengangguk mengerti, mempercepat kegiatan makannya.
"Gak usah buru-buru. Gak ada yang ngejar," ujar gue menopang kepala dengan tangan kiri, santai mengamatinya. Seketika dia tersipu malu. Gemes.
"Gue udah, kok. Lo mau ngomong apa?" tanya Ellen kembali duduk setelah membuang sampah bekas ciloknya. Es cappucino miliknya masih tersisa setengah gelas.
Gue mengangguk kemudian menatapnya serius, "Gue gak ada hubungan apapun sama Evelyn. Bagi gue, dia gak lebih dari sekedar adek kelas atau teman biasa. Gue gak ada rasa sama dia. Gue juga gak ngerti kenapa dia sering samperin gue."
Gue melihat Ellen sedikit kaget dengan gue yang tiba-tiba berkata begitu. Tidak lama, raut wajahnya berubah menjadi sendu dan memandang ke arah lain. Gue menelan ludah.
"Gue suka sama lo."
Ellen kembali menatap gue tanpa mengalihkan pandangannya lagi.
Saat gue sudah tak mengharapkan lagi, 'dia' muncul dengan sendirinya. Menciptakan rasa yang pernah singgah. Perasaan mendebarkan yang bersamaan dengan rasa gelisah. Apakah akan terulang? Atau tidak?
Tapi, dia berbeda.
Gue sudah memutuskan.
"I want you to be my girlfriend. Will you?"
Hening. Mata Ellen berkaca-kaca, mengerjapkan matanya beberapa kali, lantas tersenyum.
"I don't know why you ask me in this situation. You make my feelings mixed all day, and sometimes you also confuse me. But, for your question... Yes, I will, " ucapnya tersenyum menampilkan sederet giginya yang bersih.
Anjirr, gue diterima! Gue tahu, gue gak lagi mimpi. Gue kira gue bakal ditolak karna seharian ini agak canggung. Jantung gue dari tadi udah maraton, pake nahan napas segala, lagi. Baru kali ini gue nembak cewek kagak ada persiapan apapun, kagak ada romantis-romantisnya.
Seperti yang kalian ketahui, I'm so happy now!
Gue meraih dan menggenggam tangannya perlahan dengan raut muka secerah mentari sore hari ini. Menilik setiap inci wajahnya yang selalu ingin gue lihat tiap waktu.
Gue gak bisa memungkiri hati yang mencoba jujur, bahwa memang gue sedang berharap.
"I hope you are the one."
— H E —
ELLEN
Gue... Masih kaget! Mendadak ditembak kayak gitu, siapa sih yang gak- Arghh!!Gua gak bisa diginiin!! Tapi gue mau. #plak lo maunya apa sih, Ellen. Fix, gue gak bakal bisa fokus belajar kalo gini terus, maemunah, huaaa. Bentar lagi, udah mau ujian, woi.
Gue senyam-senyum gak jelas dari tadi sore. Gue menutup muka dengan bantal tidur, berharap melupakan sejenak kegembiraan yang sejak tadi membayangi pikiran gue.
Tarik napas, buang... Tarik napas, buang... Oke, gue pasti bisa. Eh, anjir udah kek ibu-ibu hamil.
Gue menatap buku-buku pelajaran yang berserakan di hadapan gue. Merapatkan duduk menyilang gue di atas kasur. Menghela napas, berpikir.
"I hope you are the one."
Gue agak bingung. Theo harap gue adalah orangnya? Maksudnya apa? Orang yang tepat untuk jadi pacarnya? Emang sih, gue gak tahu masa lalunya gimana. Dia belum mau kasih tahu gue, katanya kalau dia udah siap, dia bakal kasih tahu. Padahal kan, dia udah tahu tentang gue. Sesusah itukah buat gue untuk lebih mengenal dia? Sekelam itukah masa lalunya?
Hah... Kelam, ya? Ish, kenapa sih gue?! Gue mengusap kasar air mata yang hampir saja terjatuh. Kenapa gue dilahirin baperan amat dah...
Gimana ya kabar mama? Mama pasti kesepian, ya? Udah lama banget gak gue jenguk. Gue kangen.
Angin malam berhembus masuk dari balkon, sejuk. Gue menggerak-gerakkan kepala gue pegal, tak sengaja melihat kalender di meja belajar, tak jauh. Tampak dua angka dilingkari oleh lingkaran merah. Gak lama lagi, ulang tahun adek bungsu gue. Yang paling gue sayangi, yang paling pinter, hebat, cantik. Dan yang lebih apapun dari gue. Agatha.
— H E —
Annyeong yeorobun~
Semoga suka yaa bagian dua puluh enam~
Sorry kalo typo🙇🙇
Aku gak tau feel-nya dapet apa nggak :')
Perasaan kata "feel" di chap ini banyak amat dah 😂
Tolong bantu voment-nya yakk~
Love you bby~😘😘😘
Thank you~~ ^.^
KAMU SEDANG MEMBACA
HE
Teen FictionUntuk apa sebuah hubungan bila tak disertai kepercayaan? Mestinya setiap hubungan harus ada kepercayaan bukan? Untuk apa sebuah keputusan bila tak ada kepastian? Tentu akan merasakan gelisah di setiap jalannya. Hal yang selalu tak pernah diduga sus...