Tiga Puluh

39 4 10
                                    

Wow, you're acting like nothing happened.

ELLEN
Lah, udah jam segini aja, cepet amat. Kudu kerja tugas ini. Huft. Gue beranjak dari kasur yang terlalu menggoda demi mengerjakan tugas besok. Iya, gue gak pa-pa kok.

PKN, bahasa—

I can't write one song that's not about you. Can't drink— ♪

Gue menoleh ke ponsel gue yang terletak di atas kasur sejak dimulainya nada dering dan berjalan cepat ke arahnya. Siapa tuh?

Oh, Kinan. Gue langsung menarik ikon hijau dari kanan ke kiri, menjawab panggilan.

"Hm..." gumam gue yang kedenger.

"Woi, El. Lo di mana sekarang?" sambar Lia cepat.

Anjir kaget tiba-tiba main nyambar ae. Oh ya, katanya mau ke mal ya. Gue gak ikut karna males, hehe.

"Emang kenapa? Gue lagi di rumah, lagi sibuk." jawab gue sok jutek. Lah, kok pada diem.

"Terus Theo di mana?"

Hah? Ngapain nanya Theo.

"Gak tahu gue. Di rumah kali. Lagian lo kenapa nanya coba? Ada apa emang?"

"Terakhir lo kontekan sama dia kapan?"

Gue terakhir chat sama doi tadi sore sekitar jam 5 lewat. Itu dia lagi di rumah. Gak tau kalo sekarang masih di rumah atau keluar.

"Hmm... Tadi sore. Eh kenapa sih, kalian? Udah kayak polisi ae, interogasi gini. To the point aja lo mau ngomong apa?"

Ini kenapa dah? Udah kek tersangka aja, gue. Terus kenapa bertela-tela banget, woi? Eh, malah jadi tela-tela. Bertele-tele maksudnya, hahaha.

"Gak bisa cerita sekarang, El. Ini pokoknya darurat! Besok kita bakal ceritain! Oke? Oke."

Dih, itu lo tanya sendiri jawab sendiri, bambang.

"Lah? Kenap—"

Tutt!

"Anjir, nih anak. Apaa sih, astagaa! Greget gue, lama-lama gue bacok juga nih, ye. Kalo gak jadi cerita mah, jangan pake opening segala, ege," curcol gue kesal.

Bikin anak orang nunggu kan, jadinya. Huaaa gue kepooo, mereka mau cerita apaan, bilang darurat lagi.

Ah, tahu deh. Palingan hal yang gak jelas, kan? Gak penting, kan? Iya, kan? Ya iyalah, jelas.

Oke, stop! Gue harus ngerja tugas. Besok kudu dikumpul.

— H E

Mentari pagi ini ditutupi oleh awan berwarna abu. Tiupan angin terasa lebih sejuk daripada biasanya. Sepertinya akan turun hujan. Biarpun begitu, hiruk-pikuk kendaraan bermotor dan suara bincang masih terdengar.

Sesekali Pak Satpam tersenyum menganggukkan kepala menyapa dan tak segan pula menegur murid-murid yang berpakaian kurang rapi. Apalagi kadang ada yang pake gincu (lipstik) dan menornya kebablasan. Hadeh. Bukan gue, ya.

Gue turun dari motor Theo setelah sampai di parkiran dan melepas helm. Ck, paling males kalo pake helm dah, rambut tuh udah pasti rada berantakan. Gue mendekati kaca spion motornya untuk menata kembali rambut gue dengan jemari.

"Sini," pinta Theo yang masih duduk di atas motor sembari memegang bahu gue.

Gue pun menghadap ke arahnya. Duh, ganteng. Theo dengan entengnya merapikan helaian rambut gue yang agak mencong kemana-mana.

HE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang