Dua Puluh Sembilan

39 6 8
                                    

Sorry I didn't mean to hurt you.

AUTHOR
Petang sudah beranjak berganti malam. Langit jingga beringsut meninggalkan warnanya, menyisakan biru muda yang lambat laun akan menggelap. Lampu-lampu jalan telah kembali menyala setelah malam kemarin.

Pukul 18:14 WIB. Sebuah mobil hitam mengkilap terparkir di depan rumah megah sedari tadi. Kemeja navy berlengan panjang dengan motif kotak-kotak yang dilipat hingga siku, celana jins putih selutut, seseorang itu duduk di dalam mobil beberapa menit lalu, menunggu. Berkali-kali melihat ke luar jendela mobil, berharap yang ditunggu segera keluar dari pintu rumah.

Theo melirik jam tangan tanpa minat. Sudah 10 menit lebih ia menunggu. Sempat termenung memikirkan hal-hal yang sedari semalam menggangu pikirannya, hingga seseorang mengetuk jendela mobil. Theo tersentak, lantas mendengus.

Pintu mobil di seberang Theo terbuka memperlihatkan Evelyn yang memakai dress putih selutut tanpa lengan. Dengan sedikit merentangkan tangan, Ia bertanya, "Gimana?"

Theo yang melihat penampilan Evelyn mengangguk dan berkomentar dengan cuek, "Bagus."

Meski hanya satu kata itu yang keluar dari mulut Theo, itu sudah berhasil mengukir senyuman lebar di wajah Evelyn. Ia bergegas duduk di kursi penumpang sebelah Theo.

Mobil segera melaju meninggalkan perumahan yang sudah sepi itu. Kemudian hilang di ujung belokan jalan.

Jika malam ini ia pergi memang sesuai keinginannya, tentu ini akan menjadi malam yang romantis. Bulan purnama tergantung indah di langit sana, membuat kesan tersendiri bagi yang melihatnya. Sayangnya kali ini tidak memberikan kesan apapun untuk Theo.

- H E -

Evelyn merangkul lengan Theo dengan manjanya. Ingin rasanya Theo tepis dan menyuruhnya menjauh. Tapi, tak bisa dilakukannya, ia harus membiarkan gadis itu senang. Walaupun sebenarnya ia cukup risih. Bukan, ia sangat risih.

"Kak, main Timezone, yuk!" ajak Evelyn saat melihat area bermain di depannya. Tanpa menunggu jawaban Theo, ia langsung menarik lengan lelaki itu menuju tempat yang disebutkan.

Theo hanya bisa menghela napas. Ia kurang suka bermain Timezone karena menurutnya itu hal yang membuang waktu dan tenaga.

Setelah membeli kartu dan melakukan pengisian saldo, Evelyn mengajaknya bermain bom bom car.

Ngapain gue masih main bom bom car? Gue aja udah punya SIM, batin Theo dalam hati.

Berujung Theo tetap mengalah demi keinginan cewek itu. Memang seharusnya seperti itu. Ia sudah berjanji.

"Pakai dulu sabuknya," ujar Theo melihat sabuk Evelyn yang masih belum terpasang.

"Pakein..." rajuknya di kursi penumpang bom bom car.

Theo menghembuskan napas lalu menurut untuk memakaikan sabuk keamanan pada Evelyn.

Selama permainan berlangsung, Theo tak begitu menikmatinya karena ada yang menyetir dengan asal-asalan sehingga terus saja menabrak mobil mereka. Tak seperti Theo yang terus saja mengumpat dalam hati, Evelyn terlihat bersenang-senang.

Baru bermain dua permainan, Evelyn sudah merajuk untuk pergi ke tempat lain, berbelanja. Mereka pun pindah ke toko pakaian bermerek. Menemani gadis itu memilih baju yang rasanya seperti berhari-hari. Setelah baju, kini beralih memilih tas dan sepatu.

HE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang