Yayasan

174K 4.2K 38
                                    

    Malam sudah berganti pagi. Cuaca cukup sejuk karena matahari sedang bersembunyi saat ini. Valencia bangunan dari tidurnya berbarengan dengan Liana. Keduanya menguap lebar karena rasa kantuk masih menggoda matanya untuk kembali tidur. Tapi, tetap saja mereka harus bangun karena ini adalah hari pertama masuk kuliah.

    "Siapa yang mandi lebih dulu?" Tanya Cia sembari merenggangkan otot-otot tubuhnya.

    "Kau saja dulu. Aku nanti saja." Jawab Liana kembali rebah. Keduanya sudah tidak terlalu formal memakai panggilan 'aku, kamu'. Cia mengangguk lalu, ia berdiri untuk mandi dan bersiap.

    Setengah jam berlalu. Cia dan Liana sudah siap untuk masuk ke kampus. Keduanya berdebar takut karena ini hari pertama mereka.

    "Ya Tuhan. Semoga saja kita berdua satu ruangan," cia merapatkan jemarinya merapal doa. "Kenapa kau tertawa?" Tanya Cia melirik Liana.

    "Kau lucu Cia. Sepertinya, kau takut sekali. Hahaha!" Liana terbahak. "Semoga saja Tuhan selalu melindungi mu. Jika kita tidak satu ruangan, " Liana menggelengkan kepalanya sembari Menarik Cia untuk mengikuti.

    Cia memajukan bibirnya dengan langkah kaki masih mengikuti Liana di depannya. "Kita mau kemana?"

    "Keruangan utama. Memangnya ku tahu dimana ruangan kita?" Liana jengah. Kenapa wanita seperti Valencia bisa mendapat beasiswa, pikirnya.

    "Oh...." Cia mengangguk-angguk.

    Cia dan Liana berdiri di ruangan utama. Cia menunduk tak lama matanya membulat saat seseorang menyebut nama 'Nick Johannes' di dalam. Cia teringat pria dewasa semalam sore.

    "Liana aku harus bersembunyi. Kau masuklah," Cia mendorong Liana masuk. "Maaf. Hehe." Cia mengatupkan tangannya lalu bersembunyi setelah mendengar langkah seseorang keluar.

   Oh Tuhan. Apa urusan pria itu disini?---Batin Cia.

    "Yuk. Kita se-ruangan." Ajak Liana setelah keluar dari dalam ruangan. "Aku tau kenapa kau menyuruh masuk. Nick Johannes kan?" Liana terkekeh.

    "Ya. Apa yang dilakukannya disini?" Tanya Cia sedikit takut. Langkahnya ia percepat mengimbangi Liana yang terburu.

    "Hem---tadi aku memberanikan diri bertanya. Dan ternyata dia yayasan universitas ini. Dia pemiliknya, Cia. Matilah kau." Jawab Liana enteng.

    "APA!?" Pekik Cia menjerit. Kini, mereka berdua menjadi tatapan banyak orang karena sebagian dari orang disana tidak mengerti apa yang mereka ucapkan. "Pelankan suara mu, Cia." Bisik Liana.

    "Oh---Liana. Bagaimana ini? Aku rasa dia pria yang aneh. Bagaimana kalau aku berjumpa dengannya?" Cia panik.

    "Rayu saja. Bereskan?" Liana terbahak.

     "Selalu saja bercanda. Huh!" Cia mencebik kesal.

     Kini, Cia dan Liana sudah duduk di bangku yang bersebelahan. Liana kembali menatap Cia. "Sebaiknya kau cari pekerjaan sampingan," ucap Liana.

    "Hem---kau benar Liana. Setelah ini temani aku untuk mencari, ya. Tidak mungkin juga aku bergantung dengan uang mu terus. Uang pegangan ku tidak akan cukup sampai waktu libur tiba. Hehe."

    "Bukan maksudku begitu. Hanya saja saat kau mendapat kendala di luar setidaknya kau memiliki pegangan." Liana merasa tidak enak hati. "Baiklah. Nanti akan aku temani."

    Pengajar masuk. Sungguh Tuhan telah memberi anugerah kepada dua wanita itu hingga hari pertama mereka berkuliah berjalan dengan lancar. Kepintaran mereka di akui dalam ruangan itu. Semoga saja bisa mengharumkan nama negara halamannya.

Hottest Daddy (selesai) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang