Kim Seokjin
Bagaimana? Sudah kau tetapkan?Tidak tahu, Jim. Berhenti mengirimiku pesan. Kelasku sudah mulai.
Ponsel di tangan langsung kumatikan setelah pesanku kepada Jimin terkirim. Kumasukkan benda itu ke dalam tasku lalu mengeluarkan buku materi untuk hari ini. Aku harus memahami materinya dahulu sebelum pak Namjoon memanggilku untuk menjawab pertanyaannya. Dia pasti akan memanggilku, mau bagaimana pun caranya. Jadi aku harus siap-siap.
Baru akan membaca lembaran materi lanjutan yang sudah kuangsur tadi malam, seseorang tiba-tiba menepuk bahuku dua kali sampai aku menoleh. Ternyata dia ketua himpunan mahasiswa.
"Besok kalau kau tidak ada jadwal kuliah, tak masalah 'kan latihan sendirian? Persiapannya tinggal dua hari lagi dan aku mau penampilanmu maksimal. Tidak apa-apa, kan? Aku sudah memberitahu yang lain untuk datang lebih awal kalau mereka tidak ada kuliah."
Aku langsung mengangguk setuju dan tersenyum. "Tidak masalah, sunbae. Saya akan datang besok pagi."
Dia pun menepuk punggungku dengan ekspresi senang. "Jaebum hyung. Panggil saja begitu. Sudah, ya. Aku kembali ke kelas dulu. Semangat!"
Sesaat setelah kepergian Jaebum, muncul lah pak Namjoon. Untuk sesaat aku terpaku dengan penampilannya itu, memakai turtle neck hitam dengan lengan baju dilipat sampai ke siku dan celana bahan berwarna krim seolah memamerkan kaki panjangnya. Jangan lupakan bagaimana jam tangan keluaran Rolex, kacamata bulat, sepatu kulit berwarna coklat kayu, dan rambut yang menampilkan dahi lebarnya. Benar-benar membius hampir setengah mahasiswa di kelas ini. seperti melihat model daripada professor.
Cuma Kim Namjoon yang menyandang status professor namun belum mendapat kerutan di kulitnya. Cuma dia yang membuat kelas terasa seperti kelas diskusi daripada kelas kuliah.
Tentang sistem belajar dengan pak Namjoon sebenarnya tidak selalu aku yang dipanggil untuk menjawab pertanyaannya. Beliau sangat pandai menyama-ratakan mahasiswa lain agar tidak terlihat dianak emaskan. Beliau memang suka membuat pertanyaan--tipikal professor yang sering ikut sidang menguji skripsi--tapi awalnya dia menunjuk orang lain, bukan langsung ke arahku. Kemudian dia akan bertanya ke satu sampai dua orang, barulah aku yang ditunjuk untuk sekedar memberikan pandanganku atau jawabanku.
Aku seperti tempat pemberhentian akhir. Kalau sudah aku yang menjawab, selesai lah satu pertanyaan itu dan pak Namjoon akan memberikan jawaban yang sebenarnya. Begitu seterusnya sampai jam belajar habis.
Tidak ada tuntutan aku harus menjawab atau tidak. Tapi aku merasa tatapan orang-orang di kelas seperti berharap lebih padaku. Mereka ingin aku yang ditunjuk lebih dulu agar pak Namjoon berhenti bertanya. Seharusnya mereka sadar kalau aku benci ditanya. Rasanya seperti aku sendiri yang belajar dan mereka hanya menonton.
Lebih baik aku belajar sendiri di kantor pak Namjoon.
"Tugas minggu lalu jangan lupa dikumpulkan paling lambat sebelum jam tiga. Kim Seokjin, nanti jangan lupa ke kantor saya," perintahnya sambil melirikku sembari tangannya sibuk merapikan buku-bukunya.
Aku mengangguk sambil membungkuk memberi salam yang langsung dibalas senyum seadanya. Sedetik kemudian aku langsung disambut tugas-tugas yang ditumpuk di atas bukuku. Kubiarkan sampai mereka selesai mengumpulkan, baru aku bisa menarik buku milikku yang terhimpit di bagian bawah. Ingin marah, tapi pasti tak ada gunanya. Jadi aku mengalah saja lalu merapikan tumpukan yang berantakan itu dalam diam.
Seseorang yang kukenal bernama Sandeul tiba-tiba duduk di sampingku dan mencondongkan tubuhnya. Membuatku terkejut sampai berjengit ke belakang dan melihatnya yang kini menatapku penuh tanya.
"Apa?" tanyaku sedikit terganggu.
"Kenapa pak Kim memanggilmu? Kau buat kesalahan?" tanyanya bingung.
"Bukannya sudah biasa dia memanggilku untuk ke kantornya? Aku mengumpulkan tugas kalian dan membawanya ke sana. Apa ada sesuatu yang baru yang kau dengar tadi?" tanyaku malah balik penasaran.
Sandeul mendengus pelan dan menaruh tugasnya di tumpukan paling atas dengan malas. "Tidak ada. Tolong ya kumpulkan tugasnya. Terima kasih." Kemudian pergi begitu saja. Membuatku mengernyit semakin bingung.
Padahal baru pertama kali bicara dengannya tapi sikapnya sudah menyebalkan seperti itu. Dasar aneh.
Dengan susah payah--seperti biasa--kuketuk pintu ruangan pak Namjoon dan membuka pintunya dengan jemari yang terbebas dari beban tugas di pelukannya. Matanya melirik ke dalam tapi tidak menemukan professornya di tempat biasa. Kuputuskan untuk menunggunya setelah meletakkan tumpukan tugas di atas meja kaca, bukan di meja kerjanya. Di sana sudah banyak sekali tumpukan tugas dan tiga buku bersampul khusus yang terlihat seperti skripsi. Sibuk juga dia rupanya.
Tak lama terdengar suara pintu dibuka. Aku langsung menoleh ke pintu dan mendapati punggung professor yang menutup pintu.
"Sudah menunggu lama, ya?" tanyanya sambil berjalan ke arah mejanya dengan langkah terburu-buru.
"Tidak, Pak. Saya baru saja datang," jawabku sambil memperhatikan dia dan tangannya yang sibuk mencari sesuatu di antara tumpukan berkas-berkas yang harus segera dia rapikan.
Ekspresinya berubah cerah begitu dia mendapatkan hal yang dia inginkan. Dia tarik amplop besar berwarna coklat itu, membawanya dan diberikan kepadaku.
"Apa ini, Pak?" tanyaku sambil menerima amplop itu ragu-ragu.
"Daftar beasiswa yang bisa kau dapatkan di semester ini dan semester depan. Coba salah satunya yang menurutmu bisa kau penuhi persyaratannya. Nanti berikan semua berkasnya pada saya. Biar saya bantu mengurusnya," jawab pak Namjoon lancar, tanpa ragu.
Aku terbelalak menatapnya. Terkejut bukan main karena kemudahan yang dia berikan, sekaligus malu karena ternyata dia menganggap semua perkataannya tentang nilai, beasiswa, dan skripsi adalah sungguh-sungguh. Meski benar, tapi aku jadi merasa sangat bersalah. Pasti dia kesulitan mencari ini semua ditengah-tengah kesibukannya mengurusi kampus dan mahasiswa.
"Anda tak perlu melakukan ini, Pak. Saya bisa mencarinya sendiri," jawabku tak enak sambil menatap amplopnya dengan tangan meremas pinggirannya.
Beliau tersenyum yang terlihat sangat tulus dan hangat sekali. "Tidak sulit mendapatkannya, Jin. Aku tinggal mengirim pesan pada beberapa orang dan sedetik kemudian semuanya datang ke ponselku." Pun dia tertawa.
Aku pun memaksakan senyumku lalu melihat amplopnya lagi. Jujur, aku jadi takut. Ini baru awal dan pasti akan ada hal-hal tak terdua lainnya yang akan dia berikan padaku. Beasiswa ini hanyalah segelintir kecil kuasa yang dia miliki. Pun memberikanku nilai A+ di setiap kelasnya tidak akan jadi masalah juga.
Haruskah aku terbiasa dengan ini dan mulai membuka diri padanya?
Bagaimana kalau nanti aku yang mendapat banyak rugi, seperti yang aku cemaskan semenjak kemarin? Aku tak ingin ada orang yang dirugikan karena aku, pun tak mau merugi juga.
Di sela-sela berkecamuknya pikiran di kepalaku, pak Namjoon tiba-tiba menepuk bahuku dan menaruh tangannya di sana. Aku langsung mendongak, mendapati dirinya yang tersenyum dengan lesung pipi. Manis sekali. Terlalu manis, sampai aku terbius untuk melihatnya terus. Kemudian dia merendahkan tubuhnya sampai mata kami bertemu tanpa harus mendongak atau menunduk. Jaraknya cukup dekat sampai aku harus mengatur napasku agar tidak terdengar terlalu cepat saking gugupnya.
"Kau tidak perlu khawatir. Aku akan memberikan yang kau mau, Jin. Beasiswa, nilai, skripsi, proker, segala macamnya akan kuberikan. Tanganku ini tongkat sihir. Dengan sekali ayun, aku akan mendapatkannya. Jadi, tidak perlu khawatir dan katakan apa yang kau mau. Dan jangan berpikir untuk mengembalikannya, karena aku menyukaimu tanpa mengharap balasan dan pamrih sama sekali."
Tolong panggilkan ambulans sekarang. Jantungku mau lepas saking cepatnya berdetak.
Pak Namjoon tersenyum semakin lebar sampai lesung pipinya terbentuk dalam dengan mata yang menatap penuh binar dan bahagia. "Kuharap kau mengerti. Aku pergi dulu. Ada yang harus kuurus. Hati-hati di jalan dan semangat latihannya."
Dan satu kecupan singkat diberikan di pipiku sebelum dia melesat pergi meninggalkanku yang membatu di kursiku.
[*]
![](https://img.wattpad.com/cover/192931901-288-k179324.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
[END] His Smile | Namjin
Fanfiction⚠️⚠️⚠️ NAMJIN IS A COUPLE IN THIS STORY!!!! IF YOU ARE A HOMOPHOBIC, LEAVE THIS AND GO AWAY!!!! (forgive me for any mistakes, bcs this is my first time writing BL's story^^) alpakakoala, 2019