25. A problem about test

2.9K 471 74
                                    

Kim Namjoon
       
       
      
Desas-desus tentang aku dan Seokjin yang punya hubungan khusus semakin melebar kemana-mana. Mereka tidak lagi melihat kami sebagai dosen dan mahasiswa yang sedang melakukan penelitian bersama ketika kami berjalan berdampingan di koridor kampus. Tapi mereka merubah pandangannya ke arah romantisasi yang menggelikan tapi membuat gemas. Padahal banyak mahasiswa dengan dosennya yang berbincang-bincang seru sambil berjalan. Tapi, entah kenapa mereka melihat kami dengan cara yang berbeda.

Seokjin juga tidak menyentuhku seperti yang dia lakukan di dalam kantor. Dan aku juga tidak gegabah mengamit tangannya ketika kami berjalan bersama. Kami hanya bicara, bicara, dan bicara. Sesekali tertawa karena candaannya yang ternyata punya vibe bapak-bapak berumur empat puluhan. Ketika kutanya apakah dia sedang berusaha menyesuaikan candaannya karena sedang bersama pria berumur, tapi ternyata memang begitulah gaya bercandanya. Intinya, kami hanya bertingkah seperti mahasiswa dan dosen. Tidak lebih.

Tapi memang kuakui kalau kami berdua jadi makin berani untuk menampakkan keakraban kami di kampus. Kami tidak lagi bicara secara sembunyi-sembunyi di dalam kantor, tapi mulai bertemu dan makan bersama di kantin kampus. Kami membuatnya senormal mungkin, sampai ketika beberapa dosen lain menanyakan hubungan kami, aku hanya menjawab:

"Saya sedang ada penelitian menyangkut keterkaitan tingkah laku wanita zaman modern ini dengan naskah Pygmalion."

Aku memberikan jawaban yang persis sama pada hampir seratus dosen bahasa di fakultas ini. Bayangkan aku harus menjawab pertanyaan dari ribuan mahasiswa jika dihitung dari angkatan Seokjin dan senior-seniornya. Inilah sulitnya mengencani pria yang digilai setiap manusia. Pesaingku pun tidak hanya wanita, tapi pria juga banyak yang berusaha keras untuk mendekatinya.

Aku jadi ingin menikahinya agar bisa berteriak pamer penuh rasa bangga kalau orang yang mereka incar sudah menjadi hak milikku seutuhnya.

Tapi, Seokjin pasti tidak mau. Dia baru masuk kuliah dan baru merasakan bagaimana jadi mahasiswa.

"Jin, tolong kabari aku kalau kau lelah menjadi mahasiswa."

Yang diajak bicara langsung mengerutkan kening sedalam-dalamnya. Setelah itu dia mencibirku dan kembali membaca bukunya. Dia sedang kesal padaku karena aku tiba-tiba mengadakan tes. Padahal seharusnya dia senang karena aku memberi tahunya lebih dulu daripada teman-temannya, jadi dia bisa menghafal materinya. Tapi kenapa dia malah cemberut seakan-akan aku merenggut kesenangannya?

"Saya malah berharap Bapak bilang ke saya perihal tes ini. Saya tidak kuat membaca materi yang satu ini. Kenapa sulit sekali?" rengek Seokjin setelah melempar bukunya ke atas meja lalu melempar kepalanya ke atas punggung sofa, mengadah ke atas sambil menghembuskan napas kasar.

Kulirik kertas bukunya yang terbuka dan menampilkan daftar cara-cara menyebutkan masing-masing konsonan dan vokal bahasa Inggris yang dijelaskan dalam bahasa Inggris juga. Seokjin memang sangat membenci mata kuliahku yang satu itu. Katanya, repot sekali dan dia tidak tahu bagaimana caranya menghapal dengan caranya sendiri. Berbeda dengan menghafal naskah yang bisa dia improvisasikan sendiri sesuai keinginanya. Tapi phonetics and phonology adalah hal yang berbeda. 

"Aku tidak akan memberi pertanyaan yang mendeskripsikan cara membaca K dan G dengan benar. Kau tahu aku bukan tipe yang bertanya berdasarkan hafalan di buku." Kemudian aku cubit pipinya yang menggembung karena memberenggut kesal karena tak mampu memahami mata kuliahku itu.

Matanya bergerak ke samping, menatapku kemudian mengambil tanganku yang berada di pipinya. Dia genggam tanganku lalu dengan tangannya yang lain bermain-main di punggung tanganku dengan telunjuknya. Menyusuri jalinan panjang nadi-nadi yang mencuat di sana. Matanya menonton si telunjuk berjalan-jalan di atas nadi itu. Sepertinya ini cara baru Seokjin mengatakan kalau dia bosan dan ingin protes tentang tesnya, tapi dia tak berani.

"Kau mau tesnya kubatalkan, ya?" tanyaku yang langsung dibalas anggukan semangat darinya. Tapi sedetik kemudian berubah sedih lagi.

"Tapi itu tak mungkin. Pasti Bapak akan tetap melakukannya. Saya juga harus tahu diri kalau saya hanya mahasiswa disini. Bapak yang punya kuasa untuk kelasnya."

Rengekan Seokjin yang lebih terdengar seperti teriakan protes tentang hak lebih untuk bisa ikut campur dengan kelas yang aku pegang malah terdengar lucu di telingaku. Dia tidak secara langsung bilang ingin dapat hak itu tapi menyampaikannya secara implisit.

Tentu aku tak bisa memberikannya hak itu. Aku tetaplah professornya, seorang pendidik yang bertugas mengajari dan mendidik mahasiswa di dalam kelas yang aku pegang. Tidak terkecuali untuk orang tersayang. Dia tetaplah mahasiswaku, dan aku perlu membuat batas antara pekerjaan dan kehidupan pribadi dengannya.

Pun tanganku yang bebas memilih bergerak ke atas kepala Seokjin dan mengelusnya dengan sayang. Lalu turun ke rahangnya dan mengangkatnya agar kami bisa bertatapan. Dapat kulihat bibir tebal Seokjin yang masih mengerucut dengan harapan ketika aku melihatnya aku bisa luluh dan membatalkan ujian. Tapi aku orang yang tetap pada pendirian dan tujuan yang sudah kubuat. Aku harus melakukannya, tidak peduli apapun yang menghalangiku.

"Apa yang kau takutkan, hmm? Nilai jelek? Apa bedanya kau dengan siswa sekolah kalau kepalamu masih penuh dengan nilai dan nilai?" tanyaku lembut setelah memberikan kecupan sekilas pada bibirnya.

"Saya hanya tidak mau dicap gagal oleh orang lain karena saya dekat dengan Bapak."

"Tapi mereka pasti akan berpikir kalau aku memberikan bocoran jika nilaimu lebih baik dari yang lainnya."

"Mau diberikan bocoran pun saya tidak akan memakai jawaban itu. Saya tidak mau menghafal dua kali," keluh Seokjin mulai kesal sambil menyenderkan sisi badannya ke punggung sofa. 

Posisinya saat ini adalah duduk menyamping dengan kaki terlipat di atas sofa. Dia lebih suka duduk seperti itu daripada menyenderkan punggungnya sendiri. Katanya agar bisa melihatku lebih leluasa tanpa harus menolehkan kepala.

Aku hanya bisa tersenyum memberikan simpati padanya kemudian mengelus kepalanya untuk kedua kalinya. "Mau kubantu menghafalkannya?" tawarku.

Seokjin malah menggeleng. "Saya segan mengatakan kalau saya menyerah, tapi saya benar-benar menyerah membacanya. Tidak apa-apa 'kan kalau saya dapat nilai jelek untuk tes kali ini, Pak? Saya janji ujian akhir nanti saya akan dapat nilai bagus."

Sudah cukup! Aku tak bisa lagi menahan kelucuan ini. Dia menggemaskan sekali. Aku seperti sedang bicara dengan anakku sendiri perihal mengajarinya bagaimana caranya menahan pahit saat memakan sayuran hijau. Seokjin pun memberikan janjinya kalau dia akan belajar membiasakan diri makan sayur hijau tapi kali ini dia akan tetap memuntahkannya. Seperti itulah ucapan yang terdengar di telingaku.

Duh, jadi ingin membawanya pulang dan merawatnya seperti aku merawat hamster setiap hari. Tapi pasti yang ini akan lebih disayang dan dimanja daripada makhluk kecil dalam sangkar itu.

"Kuakui kalau kelasku adalah salah satu kelas paling sulit dilalui karena aku sangat memperhitungkan orang-orang yang seharusnya aku beri nilai tambahan. Dan nilaimu sudah lebih dari cukup untuk bisa melewati kelasku ini, Seok. Jangan khawatir. Kujamin kuliahmu aman sampai wisuda nanti. Aku akan membantumu."

Dan itulah kata-kata penenangku untuk Seokjin. Dia pun mengangguk mengerti dan tersenyum kecil di balik kepalanya yang menunduk. Telunjuknya kembali menyusuri punggung tanganku lalu setelah itu dia angkat untuk dia genggam di sela-sela jemarinya. Agaknya terkejut melihat ukuran tangannya yang ternyata dua kali lebih kecil dari tanganku.

"Saya pikir kita punya tangan yang sama, Pak," ujar Seokjin terkesima dengan tangannya yang langsung terlihat kecil sekali di genggamanku. Kemudian dia terkekeh gemas, masih terkagum-kagum dengan tangannya sendiri.

"Aku juga penasaran apa punya Bapak juga lebih besar dariku atau tidak."

Seketika aku tidak tahu bagaimana caranya mengambil dan membuang napas dengan benar.

[*]

[END] His Smile  |  NamjinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang