Kim Namjoon
Seokjin itu ternyata anak yang punya antusias besar terhadap apapun yang ada di hadapannya. Termasuk antusiasme saat dia melihat ikan koi kecil berwarna oranye keemasan dijual di dalam plastik di suatu stand. Aku bahkan terkejut kenapa bisa ada stand ini. Rasanya seperti sedang berada di festival Jepang yang suka menjual ikan koi kecil. Oke, aku baru sadar kalau stand ini mengusung tema budaya jepang. Seokjin bahkan sampai tersenyum lebar sekali melihat hewan mungil itu bergerak-gerak kecil di dalam kantung plastik menyesakkan itu. Tapi sedetik kemudian wajahnya berubah sedih.
"Kenapa?" tanyaku bingung lalu melirik ikan koi yang sejak tadi dia lihat.
"Lucu, tapi aku tidak bisa membelinya." Seokjin menjawab dengan nada sedih dan kecewa.
Oh, tidak. Kenapa wajahnya lucu sekali? Aku tak sampai hati mau mentertawakan kepolosannya itu.
"Beli saja. Biar kubantu merawatnya. Kebetulan aku punya akuarium kecil di kantorku yang sudah tak terpakai," ujarku cepat. Entah ide darimana aku malah mengatakan hal ini padanya. Tapi demi mendapat senyum senang dan mata yang berbinar-binar bahagia darinya, aku rela memindahkan kepiting kesayanganku ke akuarium yang lain.
Ya, akuarium yang kutawarkan tidak kosong. Dan aku mempertaruhkan hidup dan mati kepiting kesayanganku demi ikan koi kecil itu.
Tanpa bertanya dua kali tentang kesanggupanku--bahkan dia tidak bertanya aku bisa merawatnya atau tidak--dia langsung membelinya. Sekarang dia sudah menggenggam kantung plastik ikan koi itu erat sekali, persis seperti seorang anak kecil yang kesenangan mendapat balon kesukaannya. Duh, aku jadi ingin membawanya pulang dan merawatnya.
"Anda mau makan sesuatu, Pak? Ringan atau berat? Eh, anda sudah sarapan, Pak?" Seokjin heboh sekali kalau sudah tentang makanan. Dia lebih bahagia ketika melihat stand makanan di mana-mana. Dia bahkan tak canggung menarik lengan kemejaku ketika menarikku ke stand makanan ringan beberapa kali.
Ini lebih seperti menjaga anak kecil daripada pergi kencan.
"Seok, makanan berminyak dan dingin tak baik untuk tenggorokanmu. Ingat, nanti malam kau akan menyanyi," ujarku mengingatkannya yang sedang menunggu penjualnya menggoreng lumpia isi untuk Seokjin.
Anak itu malah terkekeh. "Tenang, Pak. Ini yang terakhir."
Ya, kau sudah mengatakannya sejak di stand pertama, dan sekarang sudah di stand keempat. Aku tak bisa melarangnya untuk tidak membeli karena jujur saja melihatnya menyantap jajanan itu membuat dirinya mirip hamster. Lucu dan menggemaskan, ditambah dengan mulutnya yang bergerak-gerak dengan saus di tepi-tepi bibir dan pipi yang menggembung karena makanannya. Aku tak bisa menahan diriku untuk membantunya untuk mengelap mulutnya dengan tisu yang suka kubawa ke mana-mana. Dan hebatnya, Seokjin tidak mengelak.
Kalau begitu, aku akan sering-sering membawakannya makanan agar bisa menyentuh bibirnya terus. Hehe.
"Masih ada yang mau kau beli? Kutemani sebelum kita ke kantor." Aku menepuk bahunya yang masih menatap stand makanan, bingung mau membeli yang mana lagi. Sumpah, Seokjin lucu sekali saat menoleh ke arahku.
Ada jeda saat dia sudah menoleh, seperti menimbang-nimbang jawaban apa yang seharusnya dia katakan. "Um... sudah?" Pernyataan yang malah seperti pertanyaan. "Mungkin sudah."
"Ya, kurasa kau sudah membeli hampir setengah makanan yang dijual disini, Jin," godaku sambil melihat tangannya yang penuh dengan kantung plastik makanan.
Telinga Seokjin langsung memerah dan dengan gerakan pelan tangannya bergerak ke belakang, menyembunyikannya seolah-olah dia belum membeli apa-apa. Reaksi tanpa jawaban itu membuatnya semakin menggemaskan dan lucu. Sampai aku tak bisa menahan tawaku dan Seokjin membalasnya dengan satu tawa canggung.
KAMU SEDANG MEMBACA
[END] His Smile | Namjin
Fanfic⚠️⚠️⚠️ NAMJIN IS A COUPLE IN THIS STORY!!!! IF YOU ARE A HOMOPHOBIC, LEAVE THIS AND GO AWAY!!!! (forgive me for any mistakes, bcs this is my first time writing BL's story^^) alpakakoala, 2019