30. Saturday night

4.2K 463 75
                                    

Kim Namjoon


Hujan semakin deras turun membasahi kota di luar sana. Aku bersyukur kami sampai di rumah dengan keadaan kering dan selamat.

Hal pertama yang dilakukan Seokjin di apartemenku adalah memasukkan semua bahan makanan yang sudah kami beli ke dalam lemari pendingin. Singkatnya, dia masuk ke dapurku, bukannya duduk di ruang tamu seperti layaknya seorang tamu.

"Kita harus makan malam," gumamnya sembari mengusap kedua telapak tangannya.

Matanya melihat-lihat bahan masakan yang sudah dipisahkan di atas meja konter dapur. Semuanya bahan makanan yang berat yang tak pernah sama sekali aku dan Taehyung buat semenjak tinggal di apartemen ini. Sebut saja ayam, daging dan telur beserta sayur-sayuran sebagai pelengkapnya. Makanan yang hanya bisa kami pesan lewat pesanan telepon dari restorannya langsung.

"Mau buat apa?" tanyaku masuk ke dalam dapur dan berdiri di samping Seokjin.

"Maunya apa? Saya bisa buat segalanya," jawabnya sembari mengambil daging yang berada di atas tumpukan tiga daging lainnya.

"Aku nggak mau makan malam."

"Kok gitu?" Seokjin langsung menatapku dengan tatapan membulat horor, kaget dengan pernyataanku itu.

"Maksudnya, aku nggak mau makan malam dengan ini."

"Lalu? Inginnya apa? Ramyeon saja?" tanyanya gigih ingin membuatkan makanan untukku.

"Kim Seokjin."

Pergerakannya berhenti. Aku bisa merasakan bahu Seokjin yang menegang tiba-tiba. Wajahnya juga tak kalah tegang dan perlahan-lahan muncul semburat merah di pipinya. Aku intip wajahnya dan sontak tertawa rendah karena reaksinya.

"Aku bercanda," ujarku mengalah kemudian mengecup pipi kanan Seokjin dengan cepat sebelum duduk di kursi bar, tepat di depannya.

Seokjin tidak mengomentari apa-apa. Dia tidak melawan, juga tidak memberikan godaannya seperti yang biasa dia lakukan. Hanya satu hembusan napas panjang yang terdengar saat tangannya mulai mengeluarkan daging dari dalam wadah sterefoam. Pun selagi memasak Seokjin tidak fokus sama sekali. Aku bisa mendengar beberapa kali dia menggumam tentang kesalahannya mengambil bahan atau yang mendadak lupa urutan memasak makanannya.

Bukan Seokjin kalau tidak membuatku terkesan. Bahkan saat dia memutar tubuh saja dia bisa membuatku terpaku menatap penuh kagum. Terhipnotis begitu saja. Apalagi saat aku merasakan masakan yang dibuat olehnya. Rasanya benar-benar kalah dengan yang dijual di restoran. Saat aku berikan pujianku berkali-kali, Seokjin menanggapinya dengan gayanya yang khas itu. Menerimanya dengan senang hati sekaligus menyombongkan dirinya dengan jenaka. Seharusnya aku kesal, tapi caranya menyombong membuatku tertawa sayang.

Setelah makan malam, aku mengajaknya menonton film. Aku yang memilihkan filmnya, sementara Seokjin sibuk menata ruang tamu menjadi senyaman mungkin dengan membawa keluar selimut dan dua bantal dari dalam kamar. Di atas meja kaca juga sudah ada cemilan dan beberapa kaleng bir sebagai teman menonton. Saat kurasa Seokjin sudah berhenti sibuk di belakangku, aku melihatnya sudah menyelimuti dirinya dan meninggalkan wajahnya tak tertutup selimut.

Lucuuuuu!

"Kau tak pernah bisa membuatku berhenti menyukaimu ya, Jin," gumamku geleng-geleng kepala sembari duduk di sebelahnya.

Seokjin membuka selimut dan membaginya denganku. "Maaf sudah membuat anda kesulitan, Pak." Lalu dia tertawa kecil.

"Waktu yang kuhabiskan selalu menjadi kenangan terindah yang akan aku ingat setiap saat, Jin. Jadi jangan bilang seperti itu lagi." Tanganku yang panjang pun menarik Seokjin untuk lebih mendekat padaku.

[END] His Smile  |  NamjinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang