22. Lee Jae Hwan

2.9K 448 26
                                    

Kim Seokjin


Satu-satunya orang yang pertama kali mendekatiku saat pertama kali masuk sekolah menengah atas adalah Lee Jaehwan. Pria dengan ciri khas mata bulat, dagu lancip dan hidung mancung serta tajam membuat Jaehwan terlihat sangat menawan di antara ratusan manusia berseragam abu-abu pada saat itu.

Dengan senyum lebarnya dan tangan yang terulur, dia menyapaku yang tersentak kaget dengan kedatangannya yang tiba-tiba. "Hai, aku Kim Jaehwan dari kelas 1D. Apa kita satu kelas?" tanyanya saat itu dengan suara yang kuyakin akan sangat bagus jika digunakan untuk bernyanyi.

Dan dugaanku benar. Jaehwan itu penyanyi unggulan di sekolahnya dulu. Bahkan dia sering ikut berbagai lomba menyanyi dan pernah dua kali ikut bermain musikal meski hanya mendapat peran kecil. Tapi keahliannya menyanyinya sangat menjanjikan untuk karir musikalnya di masa depan.

Jadi saat sesi khusus perkenalan anak baru, sang kepala sekolah menyebut dirinya sebagai aktor musikal terhebat di negara ini. Bahkan katanya bisa mengalahkan Jo Jung Suk dan beberapa nama aktor musikal Korea lainnya. Dari situ aku tahu kalau kepala sekolahnya adalah paman Jaehwan dan dia sangat menyayangi keponakannya itu. Tidak heran sih.

Selain hebat bernyanyi, Jaehwan ternyata hebat di bidang akademik juga. Dia bisa menyelesaikan lima buah soal matematika dalam waktu sepuluh menit dan membuat puisi akronim namaku dengan kosakata bahasa Korea yang seringkali tak kuketahui kata-katanya. Dia membuatku ragu apa aku ini benar-benar orang Korea atau tidak.

"Suaramu bagus, Jin." 

Aku terpaku menatap wajahnya saat dia mengatakan hal itu. Kulihat dari ekspresinya, mencari apakah dia benar-benar bermaksud seperti itu.

"Aku tidak yakin." Aku menggeleng sambil tersenyum tipis lalu mengalihkan pandanganku ke arah rumput-rumput kecil di sela-sela lipatan kakiku.

"Tidak. Suaramu memang bagus, Jin. Bahkan saat bicara pun aku tahu kalau kau punya suara seorang penyanyi," tegas Jaehwan dengan muka serius. Saat aku menoleh ke arahnya kembali, dia tersenyum. Tampak tulus dan bersungguh-sungguh. 

Aku tergelak. Dan menyadari kalau aku tergelak karena dia memanggil namaku sebagai 'Jin'. Bukan Seokjin seperti yang banyak orang sebut untukku. Aneh rasanya mendengar itu, tapi setelah itu menjadi bahagia bukan main dalam sepersekian detik.

Aku tersenyum dan mengangguk-angguk.

"Dengan suaramu itu aku yakin kau pasti akan sukses menjadi penyanyi." Jaehwan menambahkan opininya tentang suaraku agar aku percaya kalau suaraku memang sebagus itu.

"Tapi aku ingin jadi penulis, Jae. Bukan penyanyi," tolakku halus sembari mengingatkan dia akan obsesiku pada mencipta literasi, seperti yang selama ini kutunjukkan padanya ketika aku selesai membuat satu cerpen.

"Yeah. Aku ragu apa ada hal yang tidak bisa kau lakukan." Caranya bicara sangat menjengkelkan tapi aku sama sekali tak marah. Itu pujian, dan caranya menyampaikan tidak berlebihan sama sekali. Malah sikapnya yang santai dan suka bercanda itu membuatku nyaman bersamanya.

Iya, dia suka bercanda.

Sampai perasaanku saja dia buat jadi bahan bercandaan.

Bukan dalam konteks dia yang meremehkan atau bahkan bermain-main dengan perasaanku. Bukan. Hanya saja, tingkah dan sikapnya yang kelewat perhatian dan manis yang membuatku jadi semakin hanyut dalam perasaanku dan ingin terus berada di sampingnya.

Aku tidak pernah terang-terangan mengatakan kalau aku menyukainya. Aku pun salah karena terlalu kelewatan menganggap kalimatnya yang ini sebagai tanda kalau kita punya hubungan lebih dari sekedar teman.

[END] His Smile  |  NamjinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang