Kim Namjoon
Acara tahunan kampus memang selalu menyenangkan. Beredar banyak stand makanan dari yang jajanan sampai makanan berat; ada permainan seperti menembak yang hadiahnya bisa berupa boneka dalam berbagai ukuran; dan juga rumah ramalan dan photo booth bersama beberapa senior terkenal di setiap fakultas. Selama satu hari penuh, universitas berubah menjadi pusat bersenang-senang layaknya pasar malam.Diadakan dari pagi hari sampai jam sepuluh malam yang mana acara malam menyediakan acara yang lebih meriah dibanding paginya. Semua orang menantikannya beserta kembang api yang akan dinyalakan dalam skala besar. Universitas ini jelas telah mengeluarkan banyak uang setiap tahunnya hanya untuk acara besar seperti ini. Meski begitu kualitasnya tidak bisa diragukan lagi. Benar-benar meriah.
Bisa dikatakan aku menjadi salah satu orang yang menantikan acara kampusku ini. Bertahun-tahun sudah kulewati di kampus ini dan baru kali ini aku sangat antusias mengikutinya. Apalagi aku sangat menantikan malam tiba karena aku tidak sabar menonton penampilan gitar Seokjin di atas panggung.
Aku sudah berada di fakultasku sendiri sejak jam tujuh pagi. Aku tidak hanya duduk dan menonton mahasiswaku bergerak sendirian, pontang-panting menyiapkan segalanya. Aku tentu harus membantu mereka juga. Meski mereka melarangku untuk ikut serta, tapi aku tetap bersikeras untuk membantu. Ya, setidaknya hanya ini yang bisa kulakukan untuk memberikan dukunganku pada mereka.
"Wah, Seokjin datang!" seru seseorang yang berdiri tak jauh dariku.
Aku langsung menoleh ke arah yang dilihat anak itu dan seketika terpaku melihat Seokjin yang datang dengan penampilan yang sangat berbeda. Ketika mataku terbiasa melihatnya ke kampus dengan hoodie kebesaran, poni yang menutupi dahi dan kacamata bulat, kini mataku rasanya hampir tak bisa bergerak kemana-mana saking terkesimanya dengan penampilan anak itu. Aku tak percaya coat coklat tua panjang, turtle neck hitam, sepasang jeans, dan rambut yang ditata di salon ternyata bisa menyulap kutu buku Kim Seokjin menjadi fancy man Kim Seokjin.
Dia terlihat mewah dan berkelas.
"Dia dewa? Kenapa bisa dia terlihat sempurna seperti itu?" Seseorang memujinya sambil terpukau.
"Aku tak menyangka anak itu bisa berdandan seperti itu. Kupikir dia itu cupu dan tak tahu mode." Teman disampingnya menimpali.
Aku tertawa mendengus dengan bibir terangkat miring mendengar penuturan mereka. Terlambat sekali mereka menyadari keindahan Kim Seokjin. Layaknya mutiara, mereka hanya tahu kalau mutiara itu indah ketika sudah menjadi perhiasan. Padahal saat mutiara itu masih berada di mulut tiram besar, cahayanya sudah menyebar keluar dan membuat silau mata yang melihatnya.
Dan aku adalah orang yang matanya silau melihat keindahan mutiara itu (Kim Seokjin).
Seokjin berhenti di depan teman-teman dan seniornya kemudian memberikan salam dengan bungkukan singkat. Sepertinya dia tak melihatku sama sekali.
"Woah, Kim Seokjin~ Kau tampak hebat sekali hari ini? Apa ini berarti sekali untukmu?" tanya Jaebum menggoda Seokjin sambil memukul lengan atasnya yang membuat anak itu memerah malu.
Anak itu menggaruk belakang tengkuknya dan memaksakan tawanya. "Saya baru pertama kali ikut acara seperti ini."
Jaebum tampak terkejut. "Bahkan di sekolah pun?"
Seokjin mengangguk dua kali.
"Wah, sayang sekali. Seharusnya kau menunjukkan bakatmu sejak sekolah, Jin. Kau bisa terkenal dalam semalam dengan penampilan dan suaramu itu." Jaebum tergelak, masih asik menggoda Seokjin yang semakin malu. Tapi dengan candaan itu membuat Seokjin santai dan secara tak langsung dia menjadi dekat dengan orang-orang di sekitarnya itu.
Entah kenapa senang sekali rasanya melihat anak itu akhirnya tak canggung lagi dengan teman-temannya. Seminggu yang lalu dia melihat anak itu hanya diam mendengarkan dan tertawa jika yang lain tertawa. Terkesan menarik diri tapi di satu sisi ingin berbaur juga. Dan sekarang dia sudah mulai mengajukan dirinya untuk ikut berpartisipasi meski masih canggung. Ya setidaknya ada kemajuan dari caranya bersosialisasi.
Di tengah lamunanku, ternyata Seokjin menyadari keberadaanku. Dia melambaikan tangannya ke atas agar aku tersadar dari lamunanku. Aku pun membalas lambaian tangannya meski terlihat gagap dan tersenyum. Setelah itu kulihat Seokjin seperti meminta izin untuk pergi yang ternyata pergi menghampiriku.
"Selamat pagi, Pak," sapanya sambil membungkuk sopan.
"Ya, pagi juga, Jin." Aku membalasnya. "Kenapa cepat sekali datangnya? Kau bisa datang nanti sore."
Seokjin lantas mengangkat bahunya dan memasukkan kedua tangannya ke dalam saku coat panjangnya. Dia terkekeh senang dan berkata, "Ini acara kampus pertama saya, Pak. Saya ingin mencoba apapun yang ada di kampus ini dan bersenang-senang seharian. Jadi saya datang lebih awal."
Mendadak terlintas satu kalimat tawaran yang terdengar agak berani dan menantang. Akan terdengar gila jika aku mengatakannya pada Seokjin. Tapi momennya terlalu pas dan sayang jika tidak dikatakan.
"Mau saya temani berkeliling?"
Oke, lagi-lagi mulutku tidak bisa diajak bekerja sama. Suka seenaknya saja.
Seokjin terpaku di tempatnya. Dia terkejut, tentu saja. Sepertinya anak itu tidak menduga aku akan mengatakan ini padanya. Duh, pasti aku terlihat sangat menyeramkan sekarang. Bisa-bisanya aku mencari kesempatan di hari yang indah seperti ini. Seokjin pasti akan menolaknya. Aku tidak akan kaget kalau dia menolakku.
"Jika kau tidak mau--"
"Mau, Pak."
"Oh, kau mau, APA?!"
Mataku membola seketika. Terkejut bukan main mendengar jawabannya itu. Kulihat ekspresinya yang tenang dan tak terganggu itu. Seolah-olah dia sudah merencakan akan menerima tawaran ini sejak sebelum keluar dari rumahnya. Aku benar-benar tidak melihat sorot keraguan dari matanya yang bulat cantik itu.
Rasanya seperti diberi hadiah besar tapi aku ragu apakah itu untukku atau tidak. Rasanya aneh karena selama ini aku yang menggodanya dan terus mendapat penolakan. Tapi sekarang Seokjin menerima semuanya seolah itu bukan apa-apa lagi. Sikapnya berubah, jadi lebih santai padaku.
Haruskah aku senang?
"Saya bilang saya mau, Pak. Ayo kita berkeliling bersama." Seokjin membuyarkan lamunanku dengan sebuah penjelasan dan satu senyuman dengan pipi terangkat lucu di wajahnya.
Aku sama sekali hanyut akan pesonanya yang indah dan manis itu dan tersenyum juga, seolah gara-gara Seokjin tersenyum dan aku tertular karenanya. Kumasukkan kedua tanganku ke dalam saku celana dan punggungku menegak, menunjukkan kalau aku benar-benar siap pergi dan menjaga anak itu seharian penuh layaknya pengawal.
"Kupastikan kau takkan melupakan hari ini, Jin."
Pun dia terkekeh geli melihatku yang tersenyum sangat lebar saking tak bisa menahan rasa bahagia yang membuncah dan menyebar ke seluruh tubuh.
Ya, mari kesampingkan dulu pikiran untuk esok dan bersenang-senang saja hari ini. Bersama Kim Seokjin satu hari penuh.
[*]
Part 2-nya besok ya~
Good night!
KAMU SEDANG MEMBACA
[END] His Smile | Namjin
Fanfiction⚠️⚠️⚠️ NAMJIN IS A COUPLE IN THIS STORY!!!! IF YOU ARE A HOMOPHOBIC, LEAVE THIS AND GO AWAY!!!! (forgive me for any mistakes, bcs this is my first time writing BL's story^^) alpakakoala, 2019