~•~ Part 44 : Mall (2) ~•~

531 41 12
                                    

Menggapaimu bukan lagi hal yang sulit, tapi menjadi mustahil. Meskipun kamu sudah berada tepat dihadapanku sekalipun, tetap aku tak bisa menggapaimu.
~~~~•••••~~~~

Nathan dan Natasyah berbalik saat merasa mereka terpanggil. "Wah, Syifa" seru Natasyah.

Natasyah tampak senang lalu segera memberikan boneka yang sedari tadi ia pegang kepada Nathan dan mensejajarkan tubuhnya dengan Syifa lalu memeluk gadis kecil itu erat.

"Syifa kangen banget sama, Kak Via" ujar Syifa saat berada dipelukan Natasyah.

"Iya, kakak juga kangen banget sama Syifa" balas Natasyah sambil mencubit pipi Syifa pelan yang membuat gadis kecil itu terkekeh kecil.

"Lalu Syifa gak kangen Kak Vio gitu?" tanya Nathan sambil menoel dagu Syifa. 

Syifa menggeleng polos lalu memalingkan wajahnya dari Nathan. "Syifa marah sama Kak Vio".

Natasyah tertawa kecil saat melihat wajah bingung kakaknya itu.

"Marah kenapa, hmm? Coba jelasin apa salah kakak" pinta Nathan lembut.

Syifa pun langsung memeluk Natasyah yang telah berdiri. "Karena Kak Vio udah bawa Kak Via pulang ke Jakarta sebelum Syifa bangun waktu itu!" serunya kesal yang membuat Natasyah semakin gencar tertawa.

Natasyah tahu yang dimaksud Syifa adalah saat ia dan keluarganya berkunjung ke pesantren waktu itu.

Natasyah dan Syifa memang tidak sempat bicara panjang lebar, karena pagi-pagi sekali Natasyah pulang bersama Nathan dan Mamanya.

Yang membuat Natasyah tertawa adalah saat Syifa menyalahkan Nathan atas kesalahan yang dilakukan Natasyah. Nathan tidak mengizinkan Natasyah ikut pulang saat itu, tapi ia yang memaksa.

"Yah, maaf deh. Habisnya Kak Vio dan Kak Via kan harus sekolah. Jadi, pulang ke Jakarta harus pagi-pagi" jelas Nathan sambil tersenyum sehangat mungkin agar Syifa bisa mengerti.

Nathan pun harus menahan kekesalannya saat Natasyah sangat gencar menertawakannya.

"Eh, Syifa kesini bareng siapa?" tanya Natasyah sambil menundukkan kepalanya karena Syifa masih memeluknya.

"Sama Umi dan Abi, Kak" balasnya sambil menunjuk ke arah Safira dan Habib yang entah sejak kapan ada di belakang keduanya.

Nathan dan Natasyah pun segera mengamit tangan mereka. Nathan hanya mengamit tangan Habib dan Natasyah hanya mengamit tangan Safira. Sedekat apapun kedua keluarga mereka, tetap saja mereka tidak memiliki hubungan darah.

"Umi Safira, sudah lama di Jakarta?" tanya Natasyah berbasa-basi.

Safira tersenyum lalu mengelus puncak kepala Natasyah. "Iya sayang. Sudah cukup lama sih, mungkin sudah hampir tiga bulan lebih".

"Lalu bagaimana sekolah Syifa, Abi? Bukannya Syifa masih jadi santri di ponpes kita, bukan?" tanya Nathan penasaran.

"Untuk sementara waktu, Syifa homeschooling di Jakarta sampai Abi menyelesaikan masalah bisnis Abi disini" jelas Habib yang membuat Nathan mengangguk paham.

Nathan tahu, kemanapun Abi Ahmad pergi untuk urusan bisnis di Jakarta, ia pasti akan membawa serta anak dan istrinya karena beliau tidak bisa jauh dari putri kecil dan istrinya. Karena biasanya urusan bisnis di Jakarta lebih lama, bisa lebih dari tiga bulan. Jika hanya pergi sehari, dua hari, atau mungkin seminggu tentu Abi Ahmad tidak akan mau merepotkan keluarganya.

Ketika Diary Menjadi Saksi 📖 (COMPLETED✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang