Berbohong juga tidak semudah membalikkan telapak tangan.
~~~~~••••••~~~~~
Setelah selesai melakukan upacara, Natasyah dirangkul kedua sahabatnya menuju kelasnya, karena kelas Stevani beda dengan Natasyah dan Ludia, Natasyah melarang Stevani untuk mengantarnya karena takut dia akan terlambat masuk kelasnya. Tapi, Stevani tetap kekeh dengan keputusannya.
"TASYAH COME BACK!" Seru Stevani saat sudah sampai diambang pintu kelas Natasyah dan Ludia, dengan suaranya yang berhasil membuat telinga Natasyah berdenging.
"Astaghfirullah Vani, bisa gak tuh volume dikecilin dikit" kesal Ludia.
Stevani hanya terkekeh kecil, "Refleks, soalnya gue terlalu senang lihat sahabat gua sekolah lagi" ujarnya gemas sambil mencubit pipi Natasyah.
"Kenapa orang senang sekali mencubit pipi Via hari ini?" Pikir Natasyah.
"Refleks apaan, orang setiap hari emang kayak gitu kok" cibir Ludia yang membuat Stevani terkekeh. "Itu berarti udah kodratnya gue" ujarnya santai.
Natasyah hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat tingkah kedua sahabatnya ini, "Sudah-sudah, Stevani udah berapa kali Tasyah bilang kalau suara juga auratnya seorang akhwat, jadi biasakan untuk mengecilkan volume suara karena seburuk-buruknya suara adalah suara keledai. Emangnya Vani mau disamakan sama keledai?" Ingat Natasyah.
Stevani menggelengkan kepalanya, "Ya kali gue disamain sama keledai, gak mau ah, Syah".
"Nah makanya belajar mengatur volume suara ya". Stevani mengangguk, "In Syaa Allah sahabatku" sambil memeluk Natasyah erat.
Setelah Stevani melerai pelukannya, Natasyah baru menyadari ada sesuatu yang baru dari salah satu sahabatan, "Ludia kamu udah belajar pakai khimar?".
Ludia tersipu malu. Awalnya dia hanya memakai kerudung biasa, tapi karena suatu alasan dia juga ingin memakai khimar seperti sahabatnya.
Awalnya emang tidak mudah, karena banyak sekali cibiran tentang penampilan barunya. Tapi hal itu Alhamdulillah tidak menggoyahkan keyakinan Ludia untuk memakai khimar yang panjangnya melebihi dadanya sendiri. Sama seperti Natasyah.
"Alhamdulillah, Syah. Awalnya saya ragu memakai khimar, tapi setelah saya yakinkan dalam hati bahwa saya bisa menjadi sosok muslimah sejati. Saya pun memberanikan dan Alhamdulillah perlahan lahan berhasil Syah" jelasnya.
"Alhamdulillah kalau begitu, Lud. Via juga senang kalau kamu sudah berhijrah. Tetap istiqamah ya, Lud. Istiqamah itu jauh lebih sulit daripada niat hijrah itu sendiri" ingat Natasyah yang diangguki semangat oleh Ludia.
"Lalu, kapan Stevani mau mulai menutup auratnya, hmm?" Tanya Natasyah yang membuat sang empunya tertunduk.
"Belum, Syah. Belum dapat hidayah. Soalnya menurut gue pakai yang kayak gituan itu ribet, gerah lagi" gerutunya.
Natasyah dan Ludia saling lempar pandangan dan tersenyum, "Hidayah tidak datang sendiri, Vani. Tetapi kamu yang harus menjemput hidayah itu" ujar Natasyah.
Walaupun mereka sahabat, Natasyah tidak pernah memaksa kedua sahabatnya untuk berhijrah. Bagi Natasyah, sahabat hanya pengingat. Sahabat tidak berhak memaksa, karena niat untuk berubah menjadi lebih baik itu datang dari pribadi yang bersangkutan, bukan dari ajakan ataupun paksaan orang lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketika Diary Menjadi Saksi 📖 (COMPLETED✓)
Espiritual"Biarkan diary yang menjadi saksi bagaimana jika Allah sudah berkehendak. Biarkan diary yang menjadi saksi tentang seberapa besar kekuasaan Allah dan seberapa kecilnya kita sebagai hamba-Nya". ~•~ Author ~•~ #1 in remajaislam (12.06.2020) #22 in dia...