~•~ Part 46 : Baku Hantam (2) ~•~

570 41 29
                                    

Gilbert berdecak kesal saat membaca pesan dari anak buahnya yang ia tugaskan untuk menjaga rumah tua itu.

"Untuk apa anak itu datang kesana tanpa undanganku? Argh! Entah kenapa aku merasa dia sedang merencanakan sesuatu" kesal Gilbert sambil mengacak rambutnya frustasi.

Ia pun menyambar kaca mata hitamnya dan bergegas menuju arah kolam renang belakang rumahnya. Gilbert harus menemui pria itu atau tidak semua rencananya akan gagal.

Tidak butuh waktu lama, sekitar 10 menit Gilbert telah tiba di rumah tua itu. "Selamat malam bos" sapa salah satu anak buahnya itu.

Gilbert memasukkan tangannya ke dalam saku celananya, "Dimana dia?" tanyanya.

Gilbert adalah tipe orang yang tidak suka diajak berbasa-basi.

Anak buah yang tadi menyapanya itu pun menunduk lalu menggunakan dagunya untuk menjawab pertanyaan Gilbert.

Gilbert yang memahami maksudnya pun segera masuk ke dalam tanpa mengucapkan sepatah kata lagi.

Setelah bertahun-tahun bekerja dengan Gilbert, anak buahnya itu mengakui bahwa ia tidak pernah melihat Gilbert tersenyum, kecuali devil smile dan smirk smile.

Sesampainya di dalam, Gilbert langsung disambut dengan seringai licik dari lelaki yang notabennya adalah keponakannya sendiri.

"Kenapa kamu datang kemari? Ada hal penting apa?" tanyanya tegas.

"Gue datang kesini untuk memberi informasi penting kepada, Om" ucapnya sambil menampakkan tersenyum smirk.

"Jika informasi itu tidak penting, maka aku akan membunuhmu sekarang juga!" ancam Gilbert yang mengundang tawa dari lelaki itu.

"Om tidak perlu mengotori tangan om untuk membunuh gue, karena gue yakin informasi ini sangat penting untuk, Om" ucapnya santai sambil tertawa.

"Kalau begitu cepat katakan! Jangan membuang waktuku!" seru Gilbert to the point.

"Ehm, Sebelum gue memberitahukan informasi ini, om harus lihat dulu foto ini" ujarnya sambil menunjukkan sebuah foto dari dalam ponselnya.

Gilbert membulatkan matanya sempurna saat melihat apa isi foto tersebut. Lelaki itu tampak tersenyum miring,

"Kedua anak om sudah saling bertemu dan melepas rindu".

Gilbert menatap tajam lelaki itu, "Bagaimana bisa? Bukannya saya sudah menyuruhmu untuk menjauhkan Crishtian dari adiknya? Bagaimana mereka bisa bertemu!" kesalnya.

Bukannya merasa bersalah, lelaki itu malah tertawa. "Untuk apa om marah? Toh om sendirilah yang memberikan kesempatan untuk mereka bisa bertemu".

Gilbert menatapnya bingung. "Apa maksudmu?" tanyanya.

"Om sendirilah yang menugaskan putra sulung om itu untuk membeli tanah coffee shop itu, bukan? Dan asalkan om tahu, CEO di distro dan coffee shop itu adalah Gavin, putra bungsu om sekaligus cucu bungsu Kakek Alex".

Gilbert tahu ada nada sindiran dari pria itu. "Apa maksudmu? Aku bisa mendengar ada nada sindiran di ucapanmu itu" tanyanya dingin.

Lelaki itu tertawa remeh, "Om pikir gue gak tahu kenapa om memperlakukan Crishtian dan Gavin dengan perlakuan yang sangat berbeda? Cih! Bukan hal sulit hanya untuk mengetahui hal sekecil itu untuk gue, Om".

"Sebenarnya apa mau kamu, hah?!" Geram Gilbert. Entahlah, ternyata lelaki itu lebih licik darinya.

"Simple. Gue hanya mau 55% harta warisan dari kakek Alex diberikan pada gue. Atau gue akan beberkan tentang perangai buruk om kepada anak-anak om" ancamnya.

Ketika Diary Menjadi Saksi 📖 (COMPLETED✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang