Part 47 : Telepon Tengah Malan

594 40 3
                                    

Semua yang terjadi adalah kehendak Allah. Ketika Allah sudah berkehendak kita bisa apa? Kita tidak bisa protes, karena kita terlalu kecil untuk protes dengan Allah yang Maha Besar lagi Maha Kuasa.
~~~~•••••~~~~

Semenjak kepergian Nathan, Natasyah merasa tidak tenang. Ia memutuskan untuk menonton televisi dan berakhir dengan ia yang tertidur di sofa ruang keluarga. Hingga dering telepon rumah membangunkannya.

Natasyah menggeliat, berusaha untuk mengumpulkan semua nyawanya dan berjalan lesu mendekati telepon rumah. Natasyah mengucek matanya terlebih dahulu baru mengangkat gagang telepon.

"Halo, assalamualaikum dengan kediaman keluarga Arthur?"

"Waalaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh. Dengan putrinya disini, ada apa?"

"Kami dari pihak Rumah Sakit Hasan ingin mengabarkan bahwa saudara atas nama Nathan Alifvio Putra Arthur saat ini sedang berada di ruang UGD. Diharapkan pihak keluarga segera datang kemari untuk mengurus administrasi dan data lengkap pasien".

Mendengar hal itu, seketika mata Natasyah membulat sempurna.

"APA? ABANG MASUK RUMAH SAKIT?" suaranya bahkan naik satu oktaf yang membuat asisten rumah tangganya terbangun dan tergopoh-gopoh menghampiri nona mereka.

"I-iya baiklah. Saya dan keluarga akan segera kesana. Terima kasih suster" ucap Natasyah lalu kembali meletakkan gagang telepon. Semua perasaan tidak enak dan cemasnya pun terjawab sudah.

Natasyah terduduk lemas sampai Bi Intan ikut khawatir. "Non ,mau bibi buatin apa biar lebih tenang?" tanyanya.

Natasyah menggelengkan kepalanya lemah, ia sedang menangis dalam diam. "Tolong ambilkan kunci mobil Via, Bi. Via harus ke rumah sakit sekarang" ujarnya datar.

"Ta-tapi, Non. Lebih baik bibi panggilkan Pak Malik aja y, Non. Biar Pak Malik yang mengantarkan Nona Via ke rumah sakit. Berbahaya jika nona mengemudikan mobil sendiri dalam keadaan seperti ini" saran Bibi Intan.

"Mama masih di kantor?" tanya Natasyah.

Sejam setelah kepergian Nathan, Mamanya itu mendapatkan telepon dari salah satu pegawainya yang sedang lembur bahwa gudang kantor cabang Bogor terbakar. Mau tidak mau, Mamanya itu harus pergi untuk menghandle segalanya.

"Bibi sudah kabari nyonya. Katanya dia sedang jalan pulang dan langsung menuju rumah sakit. Sekitar 45 menit lagi dia akan sampai di rumah sakit, Non" jelas Bibi Intan.

Natasyah mengangguk lemah dengan tatapan kosong. Pikirannya kalut. Ingin sekali ia menangis, tapi rasanya air mata ini enggan keluar sehingga menimbulkan sesak di dada.

Natasyah terlalu syok karena mendapat telepon tengah malam seperti ini, sehingga ia tidak sempat untuk meneteskan air matanya.

"Hmm, bibi panggilkan Pak Malik dulu ya, Non" ucap Bi Intan yang ikut cemas melihat kondisi nona mudanya itu.

Natasyah bergeming, pikirannya masih dipenuhi tentang bayang-bayang bagaimana keadaan Nathan sekarang.

Tidak lama itu, Bibi Intan kembali dan berusaha untuk membantu Natasyah berdiri. Pak Malik yang sudah berada di belakang Bibi Intan pun ikut sedih melihat nona muda mereka.

Ketika Diary Menjadi Saksi 📖 (COMPLETED✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang