Hanya Allah yang tahu bahwa kita rapuh di saat yang sama dan dengan alasan yang sama.
~~~~~••••••~~~~~Pukul 21.30 WIB tapi Gavin belum pulang juga. Padahal Steven sudah pulang 1 jam lebih awal.
"Ven, serius lu gak lihat Gavin di gereja tadi?" Tanya Raka.
"Gak, Ka. Tadi sih Gavin hanya izin ke toilet bentar, udah itu gue gak tahu lagi dia kemana. Tapi waktu gua mau pulang tadi, salah satu anak kecil di gereja cegat gue. Dia bilang, Gavin pulang lebih awal karena ada urusan mendadak. Itu aja sih yang gue tahu" jelas Steven santai.
"Set dah! Gavin itu sepupu lo tapi kayaknya lo santai-santai aja kalau dia belum pulang. Dasar laknat lu!" geram Revano.
"Eh, sans ae kali Van! Si Gavin tuh udah gede, mana ada yang mau culik dia. Paling juga dia nongkrong dimana gitu kan" jawab Steven sambil menghembuskan asap rokok ke udara.
"Ven, lo ngerokok lagi?" Tanya Raka sambil menutup hidungnya. "Untung kita di rooftop sekarang. Kalau gak, bisa berbunyi alarm kebakaran di apartemen gue" ujarnya ketus.
Steven terkekeh kecil, "Maaf, Ka. Gabut gue. Lagian, baru ini juga gue ngerokok lagi".
Raka tidak menggubris ucapan Steven. Dia lebih memilih untuk berpikir jika dia jadi Gavin, kemana ia akan pergi hingga larut seperti ini?
Hingga akhirnya, Raka berhasil menemukannya. "Gue tahu!" setelah antusias.
Revano dan Steven mengernyit bingung. "Apanya?" Tanya Revano.
Raka berlari turun ke apartemen tanpa berniat menjawab pertanyaan Revano. Dengan cepat dia menyambar kunci motornya dan melaju menembus dinginnya hawa malam dan ramainya Jakarta pada malam hari.
Steven berdesis setelah punggung Raka tak terlihat lagi. "Aneh" gumamnya pelan dan kembali melanjutkan kegiatannya.
~~~~•••••••~~~~
"Mas... Mas Gavin" panggil Chenzo yang tak digubris oleh Gavin.
Dengan ragu, Chenzo pun menepuk pundak Gavin pelan, "Mas Gavin".
Sontak Gavin sedikit terkejut, "Hmm, ada apa, Chen?". Gavin mendengus, "Maaf, gue melamun tadi".
Chenzo memperhatikan dengan teliti bahwa ada semburat kesedihan yang tersembunyi diwajah Gavin. "Udah waktunya coffee shop tutup, Mas. Apakah Mas Gavin mau menginap disini?".
Gavin melirik jam di tangannya 21.45 WIB. Setelah, ini sudah terlalu malam untuk menutup coffee shop dan distro tentunya. "Kamu istirahat saja, Chen. Coffee shop dan distro biar gue yang tutup."
"Jika mas Gavin butuh sesuatu, panggil saja saya, Mas. Saya ada di kamar saya" ujar Chenzo sedikit khawatir meninggalkan Gavin yang tampak kacau.
Gavin hanya berdeham sebagai balasan. Pikirannya kalut karena kejadian tadi sore. Setelah Chenzo masuk ke kamarnya, Gavin pun menutup distro dan masuk ke ruangannya.
Saat dia baru menaiki satu anak tangga, "GAVIN!" seru seseorang dari luar distro.
Gavin menajamkan pendengarannya untuk mengenali suara tersebut. Dugaannya tidak mungkin salah, "Raka?" gumamnya pelan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketika Diary Menjadi Saksi 📖 (COMPLETED✓)
Espiritual"Biarkan diary yang menjadi saksi bagaimana jika Allah sudah berkehendak. Biarkan diary yang menjadi saksi tentang seberapa besar kekuasaan Allah dan seberapa kecilnya kita sebagai hamba-Nya". ~•~ Author ~•~ #1 in remajaislam (12.06.2020) #22 in dia...