•◉ EPISODE 7 - 2 ◉•

109 19 1
                                    

"Apa kau bercanda!? Kau? Dengan Richie Bang? Astaga, suatu perbandingan yang jauh sekali! Sungguh apa kau percaya aku hampir saja berpikir kau sudah gila!?"

Jaesung masih saja tertawa di hadapanku selama beberapa saat. Dan aku hanya terus memperhatikannya dengan kesal. Sampai beberapa saat kemudian ia baru selesai berhenti tertawa.

"Sudah puas tertawa?" tanyaku kesal.

"Oh baiklah Richie Bang. Kau mau aku menjelaskan kesalahan Arven padamu huh? Kurasa kau gila. Kau benar-benar tak mau mengakui kesalahan sampai berpura-pura menjadi Richie Bang."

Aku memutar bola mataku sambil menghela nafas berusaha bersabar. Anak ini tak tau apa-apa tentang astral projection. Sebaiknya aku diam saja membiarkan dia tertawa sepuasnya dan mengejekku sepuasnya. Setidaknya besok aku akan kembali menjadi Richie.

"Kau ingat pentas seni bulan lalu? Sebelum tahun ajaran kita selesai? Kau tau berapa banyak harapanku padamu? Aku berharap sangat banyak padamu Arven. Aku ingin kau membantuku untuk menghafal naskahnya. Dan untuk mengingatnya. Betapa senangnya saat itu aku ketika kau mengatakan, serahkan saja padaku!" jelas Jaesung mulai bercerita dan menghentikan tawanya. Ia menatapku dengan tatapan kecewa.

Aku juga belum pernah mendapatkan tatapan seperti itu seumur hidupku. Belum pernah ada yang kecewa denganku. Aku pun terpaku mendengarkan ceritanya.

"Tapi seharusnya kau tak pernah mengatakan hal itu. Kau membuatku semakin terpuruk. Seharusnya jika kau tidak bisa membantuku katakan bahwa kau tidak bisa. Aku sulit sekali menghafal naskah dan aku berharap dialog bagianmu dapat membantuku dalam berimprovisasi. Tapi kau malah, kau malah... Bersikap sangat bodoh dan membicarakan kau ketiduran. Tak bisa bangun karena astral projection konyolmu."

Aku terdiam mendengarkannya. Ternyata masih berhubungan dengan astral projection juga. Memang ada saatnya kami sulit mengendalikan waktu tidur kami jika sudah melalui astral projection. Tapi Arven tidak seharusnya berjanji seperti itu pada Jaesung jika ia tak bisa.

"Kau tau pertunjukan drama itu berarti bagiku. Kedua orang tuaku datang saat itu. Aku ingin menunjukan kemampuan akting-ku pada mereka. Tapi kau menghancurkannya dengan kepercayaan dirimu yang mengerikan. Sekarang aku mungkin tak akan ada kesempatan lain lagi."

Aku menunduk mendengarkannya. Haruskah aku minta maaf atas nama Arven padanya? Oh tidak, aku bukan Arven. Untuk apa aku mewakili anak memalukan itu?

"Tapi yang lebih kusesalkan adalah mengapa kau begitu gengsi untuk sekedar meminta maaf padaku. Sudah beberapa kali kau di beri kesempatan untuk meminta maaf. Kau bahkan memiliki banyak waktu karena aku berada di rumah sepanjang liburan. Apa kau masih menganggapku sahabatmu? Kau selalu sulit untuk meminta maaf. Sejak dulu kita berteman, kau yang paling jarang meminta maaf. Kau merasa dirimu sangat hebat Arven."

"Maafkan aku..." ujarku pelan.

Mengapa aku meminta maaf padanya? Ini bukan salahku! Mengapa aku telah mewakili Arven!? Bahkan Jaesung saja terkejut melihatku. Ia langsung terdiam dengan kebingungan. Aku sendiri benar-benar tidak menyangka akan mengucapkan kata maaf tersebut.

"Arven!? Kau benar Arven!? Kau sulit sekali untuk meminta maaf kecuali di paksa oleh banyak orang. Kali ini kau minta maaf begitu saja..."

Aku terdiam. Aku pun masih terkejut dengan kata maaf yang keluar dari mulutku. Sejujurnya aku sebagai Richie juga merupakan orang yang sulit meminta maaf dengan tulus. Hanya di depan kamera saja aku meminta maaf jika perlu. Aku tidak pernah memikirkan perasaan orang di sekelilingku jika tidak menguntungkan diriku. Tapi aku merasa kasihan pada Jaesung yang begitu tulus ingin menunjukkan bakatnya.

"Eh... Sudah kubilang aku bukan Arven! Aku hanya mewakili saja. Aku berjanji akan memukul wajah Arven untukmu nanti."

Jaesung tertawa mendengar ucapanku yang ia pikir sebuah candaan. Tanpa kuduga dia langsung beranjak memelukku dengan erat.

"Ah singkirkan tangan kotormu!"

SWITCH SOUL ft.StraykidsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang