"Aku bangga melihatmu memilih ikut berperang," Wezen meneruskan pembicaraannya, dia tengah duduk sambil memandangi gadis Weasley yang terlelap di antara dua kakaknya, di meja panjang di mana seluruh keluarganya berkumpul. Andai dia sendiri bisa berkumpul dengan seluruh keluarganya, Ibunya terutama.
"Kau yang membuatku ikut berperang," balas gadis cantik dengan rambut hitam panjang yang pernah dia ajak ke pesta yule ball empat tahun yang lalu.
"Aku?" Astoria mengangguk.
"Kalau saja aku tidak melihatmu diam di tempat saat seluruh anggota asrama Slytherin dibawa ke bawah tanah, aku tidak akan ikut berjuang," Astoria memandang berkeliling, dan sosok berambut pirang, Daphne, telah menunggunya, dia harus pulang. Ingin sekali mengatakannya pada Wezen tapi rupanya anak laki-laki itu sedang melihat ke arah lain, dengan begitu Astoria langsung pergi tanpa berbicara karena Daphne sudah menunggu.
Sementara di sisi lain, berjalan berkeliling, Zack dan Demelza tengah memegang sebuah nampan berisi banyak gelas-gelas air minum. Mereka membagikannya.
"Aku suka sekali jadi waitress," katanya pada Demelza. Sembari menyalurkan beberapa makanan dan minuman.
"Tidak pantas, Zachary," balas chaser Gryffindor itu.
"Kalau boleh kutanya, apa rencanamu setelah semua ini?" tanya Zack.
"Bermain Quidditch … Aku punya cita-cita menjadi pemain Quidditch profesional dan bermain di klub-klub nasional, seperti Oliver Wood, dia itu keeper yang hebat, aku kagum padanya dan sekarang dia main untuk Puddlemere United, aku berharap bisa masuk ke sana juga, bagaimana denganmu?" balasnya.
Dari raut Zack, ada sedikit rasa kecewa ketika gadis itu mengatakan dia kagum pada mantan Keeper hebat Gryffindor. Dia sedikit menyesalkan bakatnya yang tidak muncul dalam Quidditch, hanya bisa terbang dan sulit kalau diajak bermain.
"Aku? Sepertinya aku akan lanjutkan tahun keenam sama sepertimu, dan setelah lulus aku akan menjalankan masa universitas di dunia muggle, itu yang Ibuku inginkan. Menurutku dia itu ingin membuatku belajar bagaimana caranya menghormati orang lain yang tidak sama dengan kita, semua orang punya bakatnya masing-masing. Kamu Quidditch, Lily dia pemberani, Wezen, oh, aku kurang tau apa bakat anak itu, tapi kupikir bakatnya yang paling dia kuasai adalah berahasia dan menipu Death Eater," Zack menggeleng mengingat Wezen di pikirannya.
"Aku turut sedih mendengar berita soal Ibumu, Zack," kata Demelza menunjukkan rasa pedulinya. Zack tersenyum mengulas senyum sebelum dia berkata.
"Wah-wah, senangnya Little boy berbincang dengan seorang gadis," ucapan itu membuat Zack tak jadi mengatakan isi benaknya. Sosok dewasa yang memergoki mereka berbincang itu tampak tersenyum bahagia.
"Boy itu untuk anak laki-laki, Dad, dan Dad menambahi dengan kata little itu bisa berarti aku lebih kecil dari seorang anak laki-laki, tapi Dad melihat sendiri kan aku setinggi ini sekarang," protesnya tidak setuju dipanggil Little boy.
"Terlalu dipikirkan Zachary itu, aku bahkan sampai lelah untuk memintanya mencoba berhenti memikirkan sesuatu," kata Alden pada Demelza yang berdiri di samping Zack, Zack yang melihat Ayahnya menyindir itu memegang kepalanya sambil menghela nafas.
"Huh, aku berpikir untuk punya Ayah lain sekarang," kata Zack menyeletuk, Alden melihat ke arahnya dengan wajah marah dibuat-buat.
"Oh ya? Silahkan saja kalau begitu, aku juga bermimpi punya gadis cantik yang pintar dan pemberani sebagai anakku," katanya membalas.
"Lily itu punya Keluarga Weasley," kata Zack mencoba mematahkan argumen Ayahnya.
"Apa denganmu, Ayahmu yang lain pasti juga Arthur Weasley," kata Alden ikut-ikutan.
"Eumm, I'm sorry, sir. Tapi mungkin lebih baik aku pergi saja," kata Demelza mengambil alih pandangan Ayah-Anak Mather itu.
"Oh, ya, boleh saja, silahkan Miss Robins," kata Alden membalas. Nadanya lebih lembut dibanding dia bebicara dengan Zack tadi. Membuat anaknya sendiri merasa diperhitungkan.
Seperginya Demelza, perdebatan itu tidak terjadi lagi, Alden merangkul anak laki-lakinya, "Bagaimana kabarmu, sejauh ini?" tidak ada nada bercanda.
"Lebih mengagumkan dari yang kau kira, Dad," balas Zack, perbincangan lebih serius sedang berlangsung antara mereka.
Di mata Wezen, semua orang tampak berbahagia hari ini kecuali dirinya. Hari sudah mulai sore, orang-orang mulai pergi sementara dia masih di tempatnya, Lily baru saja pergi dengan seorang anak laki-laki Gryffindor yang membunuh ular Voldemort tadi. Mereka berdua terlihat akrab sekali, sejak pertemuan di Hog's head kemarin malam.
Keakraban itu membuatnya berpikir,
'Kenapa dia jadi seperti Severus yang kehilangan Lilynya karena terjerumus dalam kegelapan? Seperti Severus yang merasa marah ketika Lily memilih James sebagai pasangannya.'***
To : Lilianne Megan Weasley
From : MeWhen Malfoy in love with a Weasley.
Weasley, when I fall in love with you, what I feel is fear. I'm afraid of losing someone like you and I'm afraid that other people will scold me for it.
I am a Malfoy and you are a Weasley, our family is also not a family that gets along well.
When I fall in love with you, I will try to make me a part of your dreams that you will strive for.
I'm afraid of losing you Weasley, but it would be better if I let you go.Warm regards,
Draco Lucius Malfoy***
Ending nih, beneran ending.
KAMU SEDANG MEMBACA
When Malfoy In Love With a Weasley
Fanfiction[Draco Malfoy Fanfiction] Lilianne Weasley (Lily), perempuan kedua yang lahir di keluarga Weasley. Kembaran Ginny dan yang paling muda di antara mereka. Seorang Weasley yang sering dipandang rendah oleh penyihir terhormat mampu menarik perhatian dan...