034

3.1K 148 0
                                    

Sekarang saatnya acara resepsi pernikahan antara Ardilla dan juga Zidan. Semuanya terlihat sangat bahagia. Canda tawa mengiringi di setiap acara. Para tamu undangan pun sudah datang silih berganti.


Keluarga Zidan dan keluarga Ardilla sudah terlihat sangat akrab. Apalagi ketika Dion selalu ikut nimbrung dan memakai bahasa Sunda. Otomatis, ia langsung nyambung sama keluarga Zidan yang notabenenya berasal dari suku sunda.

Kenapa mereka bisa mengobrol, padahal ini sedang berlangsung acara pernikahan? Karena, memang mereka ada tempat khusus keluarga. Meskipun di tempat yang sama, tapi mereka dengan sengaja memilih satu meja khusus untuk keluarga besar.


"Eh, Ceu.. Kumaha, di Garut? Nuju usum naon ayeuna?" (eh, *Ceu=Jeng* gimana? Lagi musim apa sekarang?) tanya Mamah Dion ke Mamahnya Zidan. Maklum, ibu-ibu suka rempong bawaannya.

"Eh! Si Mamah.. Dasar ih rempong, ngeraken ih.." (ngeraken = malu-maluin) pungkas Dion ketus.

"Baewe atuh, telangkung Mamah. Cicing, tong waka nimrung.. Ieu mah khusus ibu-ibu," (Biarin, terserah mamah. Diem, jangan dulu nimrung.. Ini khusus ibu-ibu) balas Mamah Dion lebih ketus.

Yang lain? Hanya jadi pendengar Setia, dengan wajah cengo. Kecuali keluarga Zidan yang terkekeh kecil melihat kelakuan ibu dan anak.

"Alhamdulillaah.. Ceu, kitu we Garut mah. Di Garut mah nuju usum tiris, Ceu.." (gitu aja Garut mah. Di Garut lagi musim dingin). Balas Mamah Zidan tersenyum ramah.

"Gening, Eceu teh tiasa bahasa sunda. Emang Eceu asli timana?" (Ternyata, Eceu bisa bahasa sunda. Memang eceu asli darimana?) sambung Mamah Zidan.

"Abi mah asli ti Bandung, Ceu. Matakna tiasa bahasa sunda ge," (aku asli dari Bandung, Ceu. Makanya bisa bahasa sunda).

"Oh kitu. Alhamdulillaah atuh nya, janten aya rencangna ti suku sunda," (oh gitu. alhamdulillaah ya, jadi ada temen dari suku sunda).

"Nah, leres, Tan. Janten, Dion ge aya batur nyarios bahasa sunda. Jadi teu isin teuing mun nyarios bahasa sunda teh. Soalna aya nu ngartosen," (Nah, betul, Tan. Jadi, Dion juga ada temen bicara bahasa sunda. Jadi nggk terlalu malu kalau bicara bahasa sunda. Soalnya ada yang mengerti). Sambar Dion dengan cerocosannya.

"Eh, atos atuh Bun, Tan, A.. Tinggal, nu sanesna janten ngalamun. Teu ngartosen bahasa sunda. Karunya," (eh, udah Bun, Tan, Kak.. Liat, yang lainnya jadi melamun. Nggk ngerti bahasa sunda) lerai adik perempuan dari Zidan.

"Keun bae," ujar Mamah Dion, Mamah Zidan, Dion serempak.

"Eh, neng mah cuma ngawartosan.. Karunya tinggali," (eh neng cuma bilangin. Kasian liat) balas adik perempuan Zidan malas.

"Bae, meh lieren, neng," (biarin, biar pusing, neng) pungkas Dion.

"Aya aya wae si, aa," kekeh adik perempuan Zidan.

"Haduuuh.. Ini kalian bicara apa? Gue nggk ngerti sumpah," kesal Faishal.

"Betul, Bang. Pusing Ken juga. Plis ya, disini bicaranya bahasa Indonesia aja," sambung Kenzo.

Aisyah ✔ (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang